11 April 2012

opini musri nauli : Meminta Maaf adalah keharusan



Beberapa waktu yang lalu, Pengadilan sipil di Den Haag, Belanda mengabulkan Pemberian kompensasi dan permintaan maaf oleh pemerintah Belanda, 14 September 2011, yang mengabulkan gugatan janda korban pembantaian Rawagede dengan tergugat Pemerintah Kerajaan Belanda.

Pemerintah Belanda diwakili Duta Besar untuk Indonesia, Tjeerd de Zwaan, menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada para keluarga korban kasus Rawagede, 9 Desember 2011 di Desa Balongsari Karawang Jawa Barat.

Peristiwa Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947. Ketika itu sekitar 300 tentara berupaya menangkap Kapten Lukas Kustaryo, komandan kompi Divisi Siliwangi.

Dalam operasi pencarian pasukan Belanda justru melakukan pembunuhan massal terhadap sekitar 431 warga Rawagede, tetapi pemerintah Belanda hanya mengakui 150 orang yang tewas.

Proses pengakuan Belanda berlangsung panjang dan melalui sejumlah lobi penting karena meski Dewan Keamanan PBB telah menyatakan peristiwa Rawagede sebagai kesengajaan dan kejam, pemerintah Belanda tidak pernah secara terbuka membahas pembantaian Rawagede.

Peristiwa ini sekaligus sebagai bukti pengakuan adanya pelanggaran serius HAM oleh Pemerintah Hindai Belanda.

Peristiwa ini mengajarkan bagaimana negara-negara beradab mengakui kesalahan masa lalu, memperbaiki masa depan dan memberikan pelajaran penting, agar perbuatan  serupa tidak berulang di kemudian hari.

Namun peristiwa Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen di Kepulauan Banda, orang yang bertanggung jawab membantai habis ribuan rakyat Banda atau kasus pembantaian puluhan ribu masyarakat Sulawesi Selatan oleh Raymond Pierre Paul Westerling pada tahun 1946-1947 silam masih belum diakui oleh Pemerintah Belanda.

Peristiwa yang telah disampaikan merupakan catatan-catatan kecil dari catatan-catatan hitam genosida oleh Pemerintah Belanda.

Begitu juga terhadap peristiwa Jugun Ianfu terhadap Indonesia maupun negara-negara asia lainnya seperti Philipina, Thailand oleh Pemerintah Jepang belum dilakukan peristiwa yang sama dengan pemerintah Belanda. Jugun Ianfu adalah istilah Jepang terhadap perempuan penghibur tentara kekaisaran Jepang. Umumnya para gadis jugun ianfu adalah anak-anak ambtenaar pribumi Jawa yang termakan tipuan pemerintah pendudukan Jepang yang mengakui ”Saudara tua” yang akan membantu melepaskan dari penjajahan. Pemerintah Jepang masih enggan untuk mengakui dan kekeliruan masa lalu dan meminta maaf kepada korban. Buktinya, pada 25 Desember 2004 lalu Mahkamah Agung Jepang menolak gugatan class action para perempuan Filipina korban Jugun Ianfu yang mereka lakukan 10 tahun sebelumnya Sampai sekarang korban masih terus berjuang meminta pertanggungjawaban kepada Jepang dan memulihkan kondisi traumatik kepada korban.

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.

Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
  1. Pembunuhan masal (genisida)
  2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
  3. Penyiksaan
  4. Penghilangan orang secara paksa
  5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

Menggunakan kategori yang disampaikan berdasarkan ketentuan Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 maka di Indonesia masih ditemukan kasus Pelanggaran HAM berat yang belum terungkap.

Tabel 1. Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

No
Kasus
Deskripsi Kasus

Kasus Pembantaian Anggota PKI
(1965)
Terjadinya pembantaian terhadap anggota PKI pasca peristiwa 30 September 1965. Diperkirakan 5 juta anggota PKI yang dibunuh

Kasus Tanjung Priok
(1984)

Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

Kasus terbunuhnya Marsinah
(1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

Kasus terbunuhnya wartawan Udin
(1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.

Peristiwa Aceh
(1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.

Peristiwa penculikan para aktivis politik
(1998)

Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

Peristiwa Trisakti dan Semanggi
(1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).


Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat
(1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait

Kasus Ambon
(1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.

Kasus Poso
 (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.

Kasus Dayak dan Madura
(2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.

Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.

Kasus Munir
(2002)
Munir, seorang aktivis HAM dibunuh di Pesawat Garuda Indonesia Airways Jakarta – Denhaag. Munir diracun dengan arsenik dan dibunuh akibat aktivitasnya memperjuangkan HAM di Indonesia.
Data didapatkan dari berbagai sumber

Banyak kalangan yang anti HAM ”mempersoalkan” dan mempertanyakan mengapa Indonesia harus terus membicarakan pelanggaran HAM padahal HAM merupakan sejarah masa lalu yang kelam. Dengan alasan tidak perlu mengungkit-ungkit dan mengorek masa lalu, kasus HAM tidak perlu di bahas.

Namun yang dilupakan kalangan anti HAM, mempersoalkan dan mempertanyakan pelanggaran HAM yang dilakukan masa lalu bukan ingin menggali atau mengungkit-ungkit masa lalu. Tapi dengan mengungkapkan pelanggaran HAM akan dilihat pertanggungjawaban dari pelaku terhadap korban dimuka persidangan. Selain itu juga  akan menjadi pembelajaran dan pelajaran penting agar peristiwa serupa tidak terulang di masa depan. Dan Indonesia menatap masa depan dengan menyelesaikan masa lalu dan menghapuskan dendam dari korban.

Dengan harapan itulah, maka pengungkapan pelanggaran HAM mutlak terus disuarakan.Dan meminta maaf dari negara adalah keharusan.