01 Juni 2012

opini musri nauli : Melihat relevansi SP3 Kasus Sisminbakum



MELIHAT RELEVANSI “SP3” KASUS SISMINBAKUM
Musri Nauli

Tak henti-hentinya, Yusril Ihza Mahendra menjadi trendding topik dalam kancah politik kontemporer di Indonesia. Setelah sebelumnya “melengserkan” Jaksa Agung Hendarman Soepanji di MK, meminta Penyidik untuk menghadirkan saksi yang meringankan (ade charge) dan mempersoalkannya di MK, “mempersoalkan surat cekal”, dan membatalkan pelantikan Gubernur Bengkulu, YIM kembali menjadi trendding topik.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Adi Toegarisman mengatakan penyidikan kasus Sisminbakum dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti. Kejaksaan Agung berpendapat Salah satu pertimbangannya adalah adanya putusan MA yang menyatakan pungutan biaya akses Sisminbakum bukan keuangan negara

Adi menuturkan, perkara Yusril, Hartono, dan Ali masih dalam tahap penyidikan dan belum dilimpahkan tahap dua. Sehingga, penghentiannya pun berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan bukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP).(Kejagung Hentikan Kasus Sisminbakum, hukumonline, 31 Mei 2012)
.
Alasan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung didalam pertimbangan menerbitkan SP3 kasus YIM sudah lama disuarakan oleh YIM itu sendiri dan didukung berbagai ahli hukum.

Dari deskripsi yang telah disampaikan, ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik.

Keuangan negara dan Kerugian negara.

Membicarakan korupsi tidak dapat dipisahkan dari ”kerugian negara” dan definisi ”keuangan negara”.  Prinsipnya Tindak pidana korupsi karena tidak adanya korban kejahatan secara langsung, sebagaimana doktrin dalam hukum pidana, maka “NO VICTIM, NO CRIME (TIADA KORBAN, TIADA KEJAHATAN), maka, unsur “kerugian negara” merupakan unsur utama dalam pembuktian tindak pidana korupsi. 

Dengan demikian maka prinsip dari dalam tindak pidana korupsi adalah kerugian negara, maka penghitungan kerugian negara mempunyai dasar yang kuat untuk melakukan penghitungan kerugian negara.

Sedangkan ”kerugian negara” dapat dilihat UU NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA  Pasal 1 ayat (22) Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Dalam berbagai yurisprudensi MA, “kerugian negara” dirumuskan “ berkurangnya kekayaan negara...”

Berangkat dari definisi “kerugian negara” maka harus juga menemukan” Definisi ”keuangan negara” yaitu “Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban (( UU No. 31 Tahun 1999)

Sedangkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut

Dengan menggunakan pendekatan UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 17 Tahun 2003, maka terhadap keuangan negara haruslah dinyatakan dengan berbagai peraturan perundang-undangan.

Sekarang menjadi problema hukum apakah “biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum)” dapat dikatakan sebagai ”keuangan negara” dan dikategorikan “merugikan keuangan negara”. Atau dengan kata lain “biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum)” dikategorikan sebagai Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP).

YIM mengeluarkan jurusnya. Menurut YIM, untuk menentukan biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dimasukkan menjadi PNPB harus ditentukan melalui peraturan perundang-undangan. Atau dengan katan lain biaya akses Sisminbakum belum ditetapkan dalam undang-undang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dengan demikian, maka biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) tidak termasuk kedalam kategori “keuangan Negara”.

Dengan menggunakan argumentasi tersebut, MA kemudian “memutuskan”  , mantan Dirjen Administasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita dan Zulkarnain Yunus diputus lepas oleh Mahkamah Agung (MA) (onslag van vervolging). Sementara mantan Direktur Utama SRD Yohanes Waworuntu diputus bebas (Vrijpaark) di tingkat peninjauan kembali (PK).

MA bersikukuh tidak dapat mempersalahkan seseorang apabila tidak terdapat sifat melawan hukum, pelayanan umum tidak terganggu dan terdakwa tidak mendapatkan untung

Dengan putusan MA, maka Mengutip  Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Adi Toegarisman kemudian mengatakan “ tidak ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada kerugian negara. Itulah yang menjadi dasar dan pokok untuk menghentikan penyidikan dalam ketiga perkara itu. Dengan demikian, maka perkara Yusril, Hartono, dan Ali dianggap tidak cukup bukti.

Presiden baru menerbitkan Peraturan Pemerintah yang menyatakan biaya akses SISMINBAKUM adalah penerimaan negara bukan pajak berdasarkan PP No. 38 Tahun 2009 tanggal 28 Mei 2009
.

RELEVANSI PRAPERADILAN “SP3”

Tentu saja pertimbangan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung harus “diuji” dimuka pengadilan. Terlepas daripada apakah para pihak mempunyai kewenangna untuk mengajukan diri sebagai pihak dalam perkara (alasan formil), argumentasi yang telah penulis sampaikan menjadi catatan penting didalam hakim memutuskan (alasan materiil). Dari ranah ini, kita mendapatkan kesempatan untuk “menguji” pertimbangan yang telah disampaikan oleh Kejaksaan Agung. Tentu saja argumentasi yang telah dipaparkan menjadi bahan penting Kejaksaan Agung melihat pokok perkara (alasan materiil). Dan kita berkesempatan untuk pertarungan di pengadilan. 

Dimuat di Posmetro, 1 Juni 2012

http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/4310-melihat-relevansi-sp3-kasus-sisminbakum-.html?device=xhtml

Advokat, Tinggal di Jambi