02 Juli 2012

opini musri nauli : SELAMAT BERTUGAS, KAPOLDA JAMBI



Sebuah situs online hokum terpercaya menulis berita yang mengabarkan “KAPOLDA JAMBI MENJADI KEPALA DIVISI HUMAS MABES POLRI”. Sebuah jabatan prestisius yang akan sering tampil menjadi “jubir” Mabes Polri di berbagai media massa. Sebuah jabatan penghormatan kepada prestasi kepada anggota Kepolisian yang berprestasi.

Secara pribadi, penulis mengenal Kapolda Jambi dalam sebuah pertemuan. Kami berbincang dan membicarakan berbagai macam persoalan. Dari pengamatan saya secara pribadi, saya menangkap kesan, adanya perubahan paradigma melihat kepolisian yang hendak berbenah. Beliau menyadari tuntutan public akan transparansi, perbaikan “mental” kepolisian menjadi aparatur pelayanan public, menghargai prestasi anggota dan secara pribadi dia memaparkan berbagai agenda kerjanya.

Pada saat yang bersamaan, tulisan penulis yang dimuat di Jambi Ekspress tanggal 9 November 2011 berjudul “SURAT TERBUKA KEPADA KAPOLDA JAMBI” kemudian memaparkan berbagai harapan rakyat terhadap Kapolda Jambi. Secara singkat, tulisan ini memaparkan bagaimana berbagai persoalan yang berkaitan dengan “sengketa perkebunan kelapa sawit” yang hampir merata di berbagai daerah harus menjadi titik perhatian dari Kapolda Jambi. Harapan ini senantiasa harus disampaikan, karena dalam berbagai kurun waktu terus terjadi tanpa mencari akar masalahnya. Dari titik inilah, penulis akan mencoba melihat berbagai upaya yang terus disampaikan kepada Kapolda Jambi.

Berangkat dari tulisan yang telah penulis sampaikan, Kapolda Jambi menawarkan ide “Focus group discussion”. Dengna runut dan sistematis, Kapolda Jambi mencanangkan pelaksanaan FGD sebanyak 400 selama setahun. Sebuah upaya mencari akar masalah berbagai persoalan di tengah masyarakat.

Ide ini kemudian juga disampaikan dalam forum diskusi “Wajah Penegakan Hukum di Jambi Tahun 2011”akhir tahun 2011 di Harian Jambi Independent, dimana dalam forum tersebut, penulis juga menjadi pemberi materi.

Ide ini cukup menarik, selain istilah “FGD” merupakan salah terminology yang paling sering digunakan para aktivisis LSM dalam pengorganisasian masyarakat, ide ini berangkat “keinginan” kepolisian untuk mencari akar masalah dari berbagai konflik yang sering terjadi di tengah masyarakat.

Kepolisian sudah menjadi menyadari, berbagai konflik yang terjadi tidak semata-mata menggunakan pendekatan hokum yang bersifat represif namun juga harus menggunakan berbagai pendekatan preventif dan mencari akar masalahnya. Istilah yang digunakan oleh Kapolda “seperti pemadam kebakaran. Kami diminta ketika akar masalah semakin meruncing”.

Dalam perkembangannya, FGD kemudian dilaksanakan berbagai Polres dan Polsek. Hampir setiap hari, media massa mengabarkan berbagai pelaksanaan FGD. Mulai dari persoalan lahan, tindak criminal, masalah adat, masalah tawuran bahkan FGD yang membicarakan tentang “konvoi siswa sekolahan pasca pengumuman kelulusan”.

Selain itu, semangat yang disampaikan oleh Kapolda Jambi juga ingin memberantas narkotika. Dengan jernih dia memaparkan angka-angka peredaran narkotika di Jambi, dampak narkotika, dan upaya yang akan dilakukannya. Secara rutin, Kapolda memberikan “reward” terhadap satuan yang berprestasi.

Berbagai ide-idenya kemudian sering disampaikan di berbagai media massa, bahkan menulis di salah satu media massa untuk menggambarkan ide-idenya. (http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/2110-penerimaan-akpol-masih-betah.html)

Dari dua kali pertemuan dengan Kapolda jambi, kesan yang ditangkap dari diri Kapolda Jambi, adalah keinginan beliau agar Polisi menjadi bagian dari masyarakat, penyampaian yang jauh dari kesan Perwira tinggi dan low profile.

Namun dalam perkembangannya, peristiwa konflik di JAW, penyerangan kantor Tanah Sepenggal, Bungo, peristiwa konflik antar desa, kasus penganiayaan tahanan di Mapolsek Sungai Penuh, merupakan peristiwa kelam dalam periode jabatan Kapolda Jambi. Terlepas dari berbagai factor yang melatar belakangi, peristiwa yang terjadi masih membuktikan, bagaimana paradigma kepolisian di tingkat paling ujung sector belum berbenah. Paradigma kepolisian yang cenderung menggunakan “cara-cara” kekerasan dalam pendekatan hokum masih sering terjadi. Sehingga kadangkala kita frustasi menghadapi berbagai persoalan terus berurat akar walaupun nada optimistis sering kita kumandangkan.

Sebelum menutup pembahasan, penulis sekedar menyampaikan kasus-kasus menonjol yang belum diselesaikan Kapolda sebelumnya. Kasus seperti pengungkapan terhadap matinya pejuang petani di Senyerang, pemukulan terhadap aksi-aksi yang dilakukan terhadap HMI Cabang Jambi, penyerbuan di kebun Karang Mendapo. Kasus-kasus ini menarik perhatian publik, namun sangat lama dan belum juga disidangkan di muka persidangan. Namun sangat disayangkan, sampai akhir periode jabatan beliau, pengungkapan kasus-kasus ini ”seakan-akan” berjalan di tempat dan tidak ada perkembangan yang menggembirakan.

Terlepas dari semuanya, penulis mengucapkan selamat Kepada Brigadir Jenderal Polisi Drs. Anang Iskandar SH MH atas ”dedikasinya dan upaya yang telah dilakukan”. Percayalah Jambi akan menjadi kenangan kepada diri beliau. Seperti yang sering bijak disampaikan oleh tetua adat. ”Pabila sudah minum air batanghari, maka akan kembali lagi”.


Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 4 Juli 2012