22 Desember 2012

opini musri nauli : REFLEKSI AKHIR TAHUN 2013




Refleksi Akhir tahun memberikan catatan penting terhadap penegakkan hukum di satu sisi dan tarik menarik hukum dan politik di sisi lain. Sebagai sebuah catatan hukum, terlalu sayang peristiwa hukum 2012 dilewatkan begitu saja.
Konsentrasi publik dimulai disaat 20 orang anggota parlemen Sarolangun “menyatakan mosi tidak percaya” kepada ketua parlemen Sarolangun. Sebagai wacana publik, “mosi tidak percaya” kemudian memantik polemik yang kemudian berakhir di muka pengadilan. Putusan PTUN Jambi kemudian “ditolak” di Pengadilan Tinggi Medan. PTUN Medan kemudian mengabulkan permohonan dari ketua parlemen yang kemudian menyatakan “mosi tidak percaya” anggota parlemen Sarolangun tidak mempunyai dasar hukum.

Dalam waktu yang bersamaan, kasus Afriyani yang “menabrak” 9 orang tewas habis pesta narkoba menjadikan issu ini menjadi perdebatan klasik hingga putusan pengadilan. Penerapan pasal “pembunuhan” terhadap pelaku lalu lintas memantik diskusi dan diskursus panjang di kalangan ahli hukum.

Persoalan “pulau berhala” menjadi issu aktual yang membikin konsentrasi Propinsi Jambi tersita. Terlepas akhir dari putusan, issu “Pulau Berhala” menjadi diskusi yang tidka berkesudahan baik dalam persoalan sejarah Jambi dengan Propinsi Jiran, maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sejarah Jambi itu sendiri.

Dalam periode selanjutnya, publik “dipaksa” menyaksikan mantan-mantan kepala Daerah yang dituduh “terlibat dalam kasus DAMKAR”. Banyaknya mantan-mantan kepala Daerah yang kemudian “terseret” dalam kasus Korupsi kemudian kembali mempertanyakan “bagaimana” mekanisme Pilkada yang juga tidak mampu menghasilkan putra-putra terbaik untuk memimpin daerahnya masing-masing.

Kebebasan beragama menjadi salah satu tema yang juga terjadi di Jambi. Digugatnya Walikota Jambi pasca SK Walikota Jambi “menutup tempat” ibadah membuat kasus ini kemudian bergulir di muka persidangan. Putusan PTUN kemudian “menyadarkan” bahwa kewenangan Kepala Daerah “menutup” tempat ibadah tidak dapat dibenarkan secara hukum.

Issu tanah Propinsi yang berhadapan dengan mantan Gubernur Jambi membuat “publik berdegup nafas” ketika menjadi wacana publik. Entah apa hasil akhirnya, namun yang pasti, berbagai asset-asset Propinsi menjadi persoalan yang masih kabur.

Belum selesainya konsentrasi publik didalam melihat berbagai Kepala Daerah yang “dituduh” kasus Korupsi, mantan Rektor Unja menjadi persoalan diproses hukum. Kasus yang kemudian disidangkan di Pengadilan Ad hoc Korupsi membuat korupsi memasuki sektor pendidikan. Dunia adiluhung yang “seharusnya” menciptakan teladan-teladan pemimpin yang “mengurusi” rakyat.

Dalam kancah nasional, kemenangan Jokowi di Pilkada DKI Jakarta menjadi magnet yang tidak pernah sepi dibicarakan. Magnet itu menjadi daya pikat menghadapi “kartel politik” Partai besar yang ternyata bisa ditumbangkan oleh “suara nurani” rakyat. Kemenangan Jokowi memberikan inspirasi dan mengingatkan mazhab “lex Populi, Lex Dei”. Suara Rakyat, Suara Tuhan.

Sementara kasus Korupsi yang “melilit” Partai penguasa menjadi issu yang paling hangat tahun 2012. Kasus ini kemudian anti klimaks dengan ditetapkan Menpora sebagai tersangka. Namun yang pasti, kasus ini tidak berhenti sampai disini. Disebut-sebutnya masih terlibat berbagai aktor penting dalam kasus ini menjadikan kasus ini “ditunggu” publik bagaimana ending lakon Partai Penguasa.

Kenaikan BBM membuat persoalan politik “gonjang-ganjing” selama tahun 2012. Issu panas ini cepat menyambar dan menjadi bola liar yang “sulit dikendalikan”. Walaupun BBM tidak naik, namun issu BBM membuat partai penguasa harus berhitung terhadap agenda politik 2014. partai Penguasa tidak dapat lagi mengendalikan “parlemen” dan tidak dapat meyakini kemenangan SBY yang berhasil meraih 70% suara.

Peristiwa demi peristiwa tahun 2012 mengajarkan bagaimana “hukum dan politik” masih sering digunakan sebagai idiom meninabobokan rakyat. Hukum yang hanya berfungi terhadap rakyat kecil namun”terseok-seok” berhadapan dengan kekuasaan sekali lagi mengajarkan dan memberikan informasi yang sesat. Hukum belum menjadi panglima. Hukum cenderung digunakan untuk kepentingan penguasa dan hukum dijadikan alat untuk melindungi kekuasaan.

Namun fajar mentari tetap bersinar di pagi hari. Jam yang sama. Catatan 2012 memberikan harapan baru agar hukum harus didorong menjadi panglima didalam menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan.