13 September 2015

opini musri nauli : MENCARI WAKIL TUHAN

MENCARI WAKIL TUHAN
Musri Nauli1


Abstraksi
Didalam Konstitusi, posisi MA dihormati. Konstitusi juga memberikan “perhatian” terhadap kekuasaan kehakiman yang merdeka. Seorang hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang diwujudkan dengan berbagai symbol.
Namun dalam pola rekrutmen dan berbagai putusannya belum mampu menjawab kebutuhan. Diperlukan cara rekrutmen yang luar biasa untuk mencari seorang hakim yang agung

The Constitution Of Indonesian to respect Supreme Court. The Constitutution to attention judicial power to independent. A Judge have integrity and personality to various symbol-syimbol.
However, recruitment and various decision not enough to needs.
Be required mechanism exceptional to searching a judge


Didalam Konstitusi, posisi Mahkamah Agung dihormati (MA). Pasal 14 ayat (1) Konstitusi menegaskan “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
Pasal 24 ayat (1) menegaskan “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sedangkan di ayat (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian maka Mahkamah Agung kemudian Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi2, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Mengingat begitu pentingnya MA , maka Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum3. Sikap ini kemudian diwujudkan simbol-simbol seperti Kartika, Cakra, Candra, Sari dan Tirta.

Begitu mulianya posisi hakim Agung, maka irrah-irrah “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki makna simbolik. Putusannya selain dapat dipertanggungjawabkan secara hokum dan kaidah disiplin ilmu hokum juga menjunjung keadilan dan kebenaran dan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Irah-irah ““Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan adagium that judgment was that of God. Putusan Hakim sama dengan putusan Tuhan.

Irah-irah ““Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menempatkan putusan hakim sebagai kebenaran terakhir dalam upaya penegakan hukum, kebenaran, dan keadilan (the last resort). Doktrin ini juga melekat sebagai putusan hakim dianggap tidak berbeda dengan putusan Tuhan (Judicium dei)
Di tangan hakim, putusannya begitu ditunggu untuk menjawab persoalan hokum di tengah masyarakat4. Sehingga tidak salah kemudian hakim juga disebut sebagai pencipta hukum (judge made law) sebagai penjaga supremasi hukum (the guardian of the Rule of Law). Sebagai pemegang kekuasaan kehakiman dan penjaga supremasi hukum harus menjadi kekuasaan dan kewajiban untuk memberikan penjelasan terhadap hukum dalam masyarakat (to say what the law is).

Kita kemudian mengenal Bismar Siregar, Asikin Kusumah Atmadja dan Benyamin Mangkudilaga sekedar contoh kecil dari nama-nama Hakim yang dihormati.

Salah satu keputusan Hakim Agung Bismar Siregar adalah saat menambah hukuman seorang guru di Sumatra Utara, yang berbuat cabul dengan muridnya5.

Posisi kasusnya adalah ketika Drs. Manginar Manullang, kepala SMPN III Kisaran, Drs. Manginar Manullang, yang dihukum tujuh bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Kisaran karena berbuat cabul dengan muridnya kemudian menyatakan banding. Bismar memperberat hukuman buat Manullang, menjadi tiga tahun penjara. Tidak hanya itu. Bismar kemudian menjatuhkan hukuman tambahan untuk Manullang, yaitu dipecat dari pekerjaannya. Bismar merasa berwenang menjatuhkan hukuman tambahan itu walau pasal 35 ayat 2 KUHP mengecualikan pemecatan pegawai negen oleh hakim. Alasan Bismar, selain sebagai Kepala Sekolah tidak pantas melakukan perbuatan itu, terdakwa tidak pantas menjadi pegawai negeri dan tidak perlu dibina lagi.

Bismar Siregar “dianggap” sebagai Hakim yang tidak mengerti hukum yang menggunakan ‘asas analogi” dalam peristiwa pidana dan dianggap menabrak asas hokum pidana.

Benyamin Mangkudilaga tidak terlepas dari namanya muncul ke permukaan ketika sebagai hakim di sidang PTUN Jakarta, memenangkan gugatan majalah Tempo yang dibredel pemerintah ORDE BARU, terhadap menteri penerangan Harmoko.

Sedangkan Hakim Agung Asikin Kusuma Atmadja ketika beliau mengabulkan permohonan melebihi dari yang dimintakan oleh pemohon (ultra petita)6. M. Asikin Kusuma Atmadja dianggap “tidak mengetahui hokum acara perdata” ketika mengabulkan dan memutuskan melebihi dari permohonan (ultra petita) dari pemohon kasus di Papua. Sebuah asas yang paling dihindarkan dalam putusan perdata.

Mereka kemudian patut disebut Ikon Integritas dan membuat Mahkamah Agung diharapkan bersandar dari para pencari keadilan (justice artikelen)

Mereka keluar dari pemikiran keadilan prosedural dan mengedepankan keadilan yang substantif7. Mereka bukanlah terompet UU. Mereka bertugas seperti peniup sangkakala. Mereka bisa menghidupkan teks yang mati, karena di balik teks terdapat ‘ruh’ yang harus dihidupkan oleh hakim agar relevan dengan kondisi sosial8.

Bagir menyatakan “Hakim adalah mulut atau corong undang-undang (spreekbuis van de wet, bouche de la hoi). Ajaran ini menggarisbawahi, bahwa hakim bukan saja dilarang menerapkan hukum diluar undang-undang, melainkan dilarang juga menafsirkan undang-undang. Wewenang menafsirkan undang-undang adaiah pembentuk UU Bukan wewenang hakim”. Pandangan ini tidak sekedar teori, melainkan pemah masuk dalam sistem hukum positif seperti didalam pasal 15 AB yang berbunyi “geeft gewoonte geen recht, dan alien wanneer der wet daarops verwijst (ketentuan kebiasaan tidak merupakan hukum, kecuali ditunjuk oleh UU . Dalam diskursus yang lain, konsepsi pemikiran ini lebih banyak dikenal dengan istilah aliran positivisme.

Sehingga tidak salah kemudian dikenal sebagai Wakil Tuhan9. Sebagai wakil Tuhan, maka Hakim “hanya berbicara” melalui penetapan dan putusannya. Mantan Ketua Mahkamah Agung pada tahun 2007 telah mengingatkan. Hakim tidak boleh berkomentar terhadap perkara yang akan masuk di pengadilan, perkara yang bergulir hingga putusan perkaranya sendiri10. Sehingga tidak salah kemudian jabatan hakim dikenal sebagai jabatan diam.

Namun semuanya tidak cukup. Berbagai peristiwa kemudian membuka mata terhadap pola rekrutmen hakim agung dan putusannya.

Dalam proses seleksi hakim agung di DPR, Calon hakim Andi Samsan Nganro “bercerita11 mengabulkan gugatan terhadap secure parking ketika bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu juga, Andi Samsan Nganro juga bercerita tentang putusan yang dibuat melalui mekanisme gugatan Citizin Laws suit dalam kasus Nunukan. Sebuah gugatan rakyat atas nama penduduk yang menggugat Pemerintah dalam kasus buruh migran di Nunukan, Kalimantan Timur.

Begitu juga “kekeliruan12 terhadap putusan MA No. 39 K/Pid.sus/2011 di tingkat Peninjauan kembali (PK) yang menganulir vonis mati bagi pemilik pabrik narkotika Hengky Gunawan (HG). Dalam putusan PK, HG hanya dihukum 15 tahun penjara13 dengan alasan hukum mati melanggar konstitusi.

Dalam perkara yang terpisah di tingkat PK, MA membebaskan mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Sudjiono Timan (ST), terpidana korupsi Rp 369 miliar melalui permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan kuasa hukum dan istrinya14.

Membaca putusan PK terhadap HG dan putusan PK terhadap ST menimbulkan persoalan. Pertimbangan yang menolak penerapan hukuman mati terhadap HG tidak berkolerasi dengan “masa hukuman (straftmaacht)” menjadi 15 tahun. Begitu juga terhadap hokum acara yang dilanggar dalam putusan ST yang tidak “memberikan hak” kepada terpidana untuk mengajukan PK tanpa menjalani eksekusi di tingkat kasasi.

Dalam “silogisme“ antara logika satu dengan logika yang lain harus bersesuaian. Tidak boleh antara logika satu dengan logika lain bertentangan (menegasikan).

Logika satu dengan logika lain yang bertentangan akan membangun “kebodohan” akal pikiran manusia sehingga putusan PK terhadap HG dan Putusan PK terhadap ST dapat “dibaca” rakyat akan mencederai keadilan rakyat.

Didalam berbagai putusan MA baik di tingkat kasasi maupun di tingkat PK, MA hanya cuma memuat putusan “menolak permohonan para pemohon kasasi/peninjauan kembali”. Membayar biaya perkara.. Sangat sedikit sekali putusan MA yang bertindak sebagai “judex jurist’15.

Berangkat dari pemikiran diatas, melihat komposisi hakim Agung di MA maka diperlukan upaya rekrutmen hakim agung melalui mekanisme yang luar biasa. Cara-cara konvensional seperti membuka pendaftaran, menunggu pendaftar, melakukan seleksi bahan dan fit and propertest tidak cukup lagi dengan cara “mencari wakil tuhan16.

Melalui penelitian dengan mendasarkan kepada berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, Mahkamah Agung dan hakim, berbagai asas, prinsip dan berbagai dokumen yang membicarakan hakim, literature yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, MA maupun berbagai media yang meliput berbagai persoalan di MA maka kemudian dilakukan pemetaan terhadap berbagai kebutuhan untuk mengisi Wakil Tuhan di MA.

Sebelum melakukan pemetaan terhadap kebutuhan hakim agung di komposisi di MA, maka dilihat dulu berbagai ketentuan yang mengatur tentang kewenangan MA dan Hakim agung.

Didalam konstitusi, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang tidak bisa diintervensi oleh kekuasaan manapun17. Dengan kekuasaan yang diberikan konstitusi maka peradilan dapat menjalankan tugasnya baik perkara di tingkat kasasi/PK, judicial review peraturan dibawah UU. Perkara di tingkat kasasi/PK lebih sering disebut sebagai “judix jurist”.

Sedangkan mekanisme perekrutan hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY) kepada DPR dan ditetapkan oleh Presiden18. Konstitusi hanya menyebutkan persyaratan untuk menjadi hakim agung dengan indicator “Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum19. Dengan demikian, maka KY melakukan pendaftaran calon hakim agung, menetapkan calon hakim agung dan mengajukan calon hakim agung ke DPR.

UU MA kemudian mendefinisikan hakim agung berasal karir dan non karir20. KY kemudian melakukan verifikasi kebutuhan hakim agung untuk mengisi di MA.

Selain itu MA menerapkan sistem kamar21. Dengan menerapkan sistem kamar, maka Hakim agung memeriksa perkara berdasarkan keahlian dan latar belakang ilmu pendidikannya. Dengan menerapkan sistem kamar, maka diharapkan tidak lagi terjadi perkara-perkara di tingkat kasasi dalam perkara pidana kemudian diperiksa oleh hakim agung yang berlatar belakang militer atau berlatar belakang tata usaha Negara ataupun berlatar belakang agama. Sehingga fungsi MA sebagai “judic jurist” dapat terpenuhi.

Namun sejak berlakunya sistem kamar tahun 2011, hakim agung malah “tersita” untuk menyelesaikan tunggakan perkara. Sebagai contoh. Jumlah perkara yang masuk tahun 2014 sejumlah 12.511 dengan sisa perkara tahun 2013 sejumlah 6.415 perkara. Dengan beban perkara 18.926 perkara tahun 2014, maka MA menyelesaikan 14.501 dan kemudian menyisakan perkara 4425 perkara. Pencapaian hingga 76 % perkara membuat Hakim Agung kemudian “tersita” untuk menyelesaikan tunggakan perkara.

Dengan melakukan pemetaan kebutuhan hakim agung terhadap sistem kamar, maka dilakukan tracking latar belakang pendidikan hakim sehingga didapatkan hasil yang kemudian diukur kualitas dengan memperhatikan putusan-putusannya di MA. Putusan yang diutamakan adalah putusan MA yang menarik perhatian masyarakat, putusan yang direkomendasikan untuk menjadi bahan pelajaran dan putusan-putusan terpilih (landmark decision). Dengan demikian, maka hasil yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hakim untuk menjalankan tugasnya sebagai “judix jurist”.

Untuk memulainya, pemetaan dilakukan dengna memperhatikan komposisi hakim agung didalam sistem kamar dan beban perkaranya.

Didalam laporan Tahun 2011, Hakim Agung berjumlah 42 orang dengan beban perkara 21.414 perkara (merupakan akulumasi perkara sisa tahun 2010 sebanyak 8.424 dan perkara yang masuk tahun 2011 sebanyak 12.990)22. Kenaikan perkara terus menjulang tinggi sejak tahun 2005 (7.468), 2006 (7825), 2007 (11.338), 20

Padahal tahun 2011 MA kehilangan hakim agung Moegihardjo dan Hakim Agung Prof. Muchsin. Tahun 2011 telah diterapkan sistem kamar.

Di tahun 201223, MA menerima perkara 13.412 perkara sehingga perkara di tahun 2012 menjadi 21.107 perkara. Jumlah Perkara yang sulit dipenuhi dengan 44 orang hakim agung. Setelah sebelumnya MA “memecat” hakim agung. Belum lagi pensiun24 dan meninggal.

Tahun 2013, MA memutuskan perkara 16.034 (akumulasi perkara yang masuk 12.360 perkara) dengan meninggalkan jumlah perkara 6.415 perkara.

Sedangkan tahun 2014, MA memeriksa 18.926 perkara (akumulasi perkara sisa tahun 2013 6.415 perkara dan perkara yang masuk 12.511 perkara). MA kemudian memutuskan 14.501 perkara dan menyisakan 4.425 perkara. Tahun 2014, MA menerima kedatangan 4 hakim agung dari kebutuhan 10 orang hakim agung. Mereka yang terdiri dari 2 orang di kamar agama, satu kamar perdata dan satu di kamar TUN25. Padahal akhir tahun 2014, 3 orang hakim agung pensiun26.

KY sendiri juga mengakui kesulitan mendapatkan hakim agung untuk mengisi di MA. Dengan hanya mendapatkan 4 orang hakim agung dari 10 hakim agung tahun 2014 dan pensiunnya 4 orang hakim agung tahun 2015 menyebabkan kebutuhan hakim agung tahun 2015 menjadi 10 orang hakim agung.

Sehingga dengan 51 orang hakim agung belum mampu memenuhi jumlah ideal 60 orang di MA27. Sebuah kebutuhan hakim agung untuk memeriksa perkara rata-rata 12-13 ribu perkara pertahun. Atau setiap orang hakim agung harus memutuskan 250 perkara/tahun.

Belum lagi mekanisme sistem kamar yang membuat ketimpangan jumlah perkara antara satu kamar dengan kamar yang lain.

Di tahun 2012, ketimpangan itu semakin kelihatan. Untuk perkara perdata bisa mencapai 3.165 perkara disusul pidana khusus (2.658 perkara), pidana (2.310 perkara) dibandingkan dengan perdata khusus (853 perkara), perdata agama (670 perkara), TUN (422 perkara) dan militer cuma 258 perkara28.

Upaya mengurangi perkara yang diajukan ke MA, telah dilakukan oleh MA. Peraturan MA No. 2 Tahun 2012 untuk perkara remeh temeh29 dan mengeluarkan Surat Edaran No. 6 Tahun 2012 untuk keterlambatan pencatatan kelahiran batas satu tahun. Upaya ini diharapkan agar perkara yang “berujung” ke MA dapat ditekan.

Namun upaya ini kurang dapat “menekan” perkara yang diajukan ke MA. Tahun 2013 perkara terus masuk dan naik di tahun 2014.

Dengan melihat beban pemeriksaan perkara oleh hakim agung dengan memeriksa perkara rata-rata 250 perkara/tahun menjadi salah satu faktor, hakim agung kurang menjalankan fungsinya sebagai judex jurist. Perkara-perkara yang diputuskan di tingkat kasasi kering akan makna. Hakim agung tidak mau terlibat perdebatan panjang untuk menggali “keadilan” di tengah masyarakat. Bahkan masih banyak putusan yang masih menempatkan “kekeliruan’ yang berangkat dari paradigm pemikiran legisme. Yang menganggap UU adalah sebagai pijakan. Sebuah otokritik yang sering disampaikan oleh Sudiksno30. KY sendiripun mengakui terhadap putusan MA masih standar31.

Melihat putusan-putusan terpilih (landmark decision) sejak tahun 2011, maka “kelihatan” sedikit sekali Hakim agung yang berkonsentrasi terhadap putusannya. Hakim-hakim yang memutuskan perkara dan putusannya kemudian dijadikan putusan-putusan terpilih (landmark decision) merupakan hakim-hakim agung yang “menguraikan” pertimbangannya secara mendalam.

Nama-nama seperti Harifin A. Tumpa32, Paulus Effendi Lotulung33, Artijdo Alkostar34, Salman Luthan, Komariah E. Sapardjaya, Gayus Lumbuun merupakan nama-nama yang dikenal publik sebagai orang yang dapat “mewarnai’ MA.

Namum upaya itu tidak cukup. Dengan beban perkara 250 perkara/tahun dan sedikit sekali hakim agung yang dapat memberikan “pertimbangan hukum” untuk menjalankan fungsi sebagai “judex jurist”, maka mekanisme perekrutan yang dilakukan oleh KY harus dilakukan dengan cara-cara luar biasa.

Mekanisme ini bisa dilakukan dengan melihat kiprah hakim-hakim karir dan calon hakim non karir. Perpaduan mekanisme dengan melihat kiprah hakim karir dan calon hakim non karir merupakan salah satu mekanisme yang ditempuh untuk mencari calon hakim yang baik.

KY bisa memulai dengna memotret terhadap perjalanan karir hakim-hakim yang ditempatkan daerah-daerah utama seperti Pengadilan Tinggi Sumut, Pengadilan Tinggi Sumsel, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Pengadilan Tinggi Jawa Timur, Pengadilan Tinggi Kalsel, Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan.

Dengan telah ditempuhnya perjalanan karir hakim yang telah melewati pengadilan tinggi utamanya sudah memberikan “tiket” kepada calon hakim agung yang memenuhi kualifikasi. Cara ini pernah ditempuh dalam proses pengangkatan hakim pada masa-masa sebelum orde baru. Terlepas daripada kelemahan seperti masa lalu, mekanisme ini bisa ditempuh sebagai bahan bagi KY mencari “mutiara” yang terserak di Pengadilan Tinggi. Nama-nama seperti Paulus Effendi Lotulung, Yahya Harahap, Benyamin Mangkudilaga, Bismar Siregar adalah sebagian kecil nama-nama yang ditemukan dari hakim karir yang menapaki karir dari bawah dan kemudian cemerlang di Mahkamah Agung. Menggunakan mekanisme ini secara sekilas diceritakan oleh Daniel S. Lev35 dan cukup lengkap oleh Sebastian Pompe36.

Nama-nama seperti Yahya Harahap, Paulus Effendi Lotung adalah nama-nama yang berasal dari hakim karir namun begitu produksi menghasilkan berbagai karya dibidang hukum. Produktif menulis buku dapat disejajarkan dengan Wirjono Prodikoro yang literaturnya masih digunakan dalam berbagai mata kuliah di Fakultas Hukum di Indonesia.

Selain itu KY bisa memantau berbagai putusan yang melakukan “terobosan” hukum didalam putusannya. Teroboson hukum seperti gugatan CLS, memberikan makna unsur didalam pasal-pasal pidana seperti pasal 362 KUHP yang remeh temeh namun kemudian membuat lahirnya Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 ataupun putusan-putusan yang mengutamakan keadilan substansif atau Putusan hakim yang memberikan pemaknaan baru untuk melihat unsur-unsur di KUHP dan hakim yang mempunyai proyeksi kedepan (perspektif) merupakan “mutiara” yang bisa dijadikan “nurani” kebenaran di MA.

Begitu juga, KY mendatangi lembaga-lembaga hukum yang mempunyai praktisi hukum yang integritasnya sudah diketahui publik dan tidak diragukan lagi. Lembaga-lembaga hukum seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pembinaan Hukum Nasional, KPK, KOMNAS HAM, LPSK, dan lembaga-lembaga Negara lain telah menyediakan nama-nama yang bisa disodorkan menjadi hakim agung.

Cara selanjutnya KY mendatangi kampus-kampus untuk berdiskusi dengan berbagai ahli, meminta ahli hukum untuk menjadi hakim agung merupakan salah satu pilihan mengatasi berbagai “putusan yang menjemukan” dari putusan kasasi MA.

Lihatlah berbagai putusan di tingkat kasasi. Didalam berbagai pertimbangan dalam perkara di tingkat kasasi, Hakim tingkat kasasi tidak pernah mempertimbangkan dalil-dalil yang disampaikan para pemohon kasasi. Tidak ada argumentasi yang muncul. Namun kemudian langsung menyatakan dengan kalimat, bahwa dalil-dalil pemohon tidak dapat dibenarkan. Sehingga Hakim tingkat kasasi menolak permohonan para pemohon kasasi.

Dengan mendatangi kampus-kampus, bertemu dengan berbagai pihak untuk menemukan ahli hukum menjadi hakim agung merupakan salah satu pintu mempersiapkan hakim agung yang diharapkan dapat berperan sebagai “judex jurist”.

Nama-nama seperti Bagir Manan, Artijdo Alkostar, Komariah E. Sapardjaya, Gayus Lumbuun Rehngena Purba, merupakan nama-nama yang dikenal publik sebagai orang yang berasal dari kampus dengan keilmuwan yang tidak diragukan lagi.

Selain itu juga, KY bisa memantau nama-nama ahli hukum yang sering menjadi saksi ahli di persidangan.

Selanjutnya dengan mendatangi berbagai perkumpulan organisasi hukum untuk menemukan praktisi hukum yang sudah teruji dengan perjalanan waktu yang panjang. Organisasi seperti IKAHI, LBH, PERADI merupakan “kawah candradimuka” yang menyediakan calon-calon hakim agung yang bisa didorong ke MA. Artijdo Alkostar adalah potret hakim agung yang telah lama bergumul praktisi hukum dari LBH.

Sebelum menjadi hakim agung, Artidjo aktif sebagai dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan advokat. Pernah Direktur LBH Yogyakarta pada 1983-1989. Sebagai seorang advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting, di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili, Timor Timur tahun 1992 dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin).

Artidjo dikenal “public” sebagai hakim agung yang terkenal galak kepada korupsi. Artidjo justru memperberat hukuman terhadap Angelina Patricia Pingkan Sondakh (Anggie dari 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara sertai denda Rp 500 juta dan uang pengganti Rp 12,58 miliar dan USD 2,35 juta). Tommy Hindratno (pegawai pajak pada Kantor Pajak Sidoarjo semula 3 tahun 6 bulan penjara menjadi 10 tahun penjara), Umar Zen (15 tahun dari 3 tahun kurungan), Anggodo Widjojo (10 tahun penjara dari 5 tahun kurungan). Tentu saja kita tidak lupa dengan kasus Anas Urbaningrum (diganjar dengan 14 tahun penjara, denda Rp 5 miliar dan membayar uang pengganti Rp 57 miliar)37

Polemik terhadap Artidjo mulai dipersoalkan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva (HZ), mendukung dilakukannya eksaminasi terhadap 17 putusan sidang kasasi yang dipimpin oleh hakim agung Artidjo Alkostar. Kajian diperlukan untuk melihat dari sisi akademik, terhadap putusan yang dibuat telah memenuhi syarat atau tidak38.

Kajian
akademik mengenai putusan hakim Artidjo dilakukan oleh Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI). Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution mengatakan, PMHI menilai ada kejanggalan dalam putusan Artidjo terhadap permohonan kasasi yang diajukan beberapa terpidana kasus korupsi. Artidjo dinilai melakukan kekeliruan dalam memutus sidang kasasi. Ia dianggap menggunakan kompetensi MA dalam kasasi untuk menghukum terdakwa dengan menambah jumlah hukuman, bukan memberikan keadilan bagi orang yang melakukan upaya hukum

Mantan Menteri Kehakiman, Yusril Ihza Mahendra (YIM), menyesal dulu mengajukan Artidjo Alkostar sebagai calon Hakim Agung ke DPR RI. Alasan YIM menyesalkan terhadap Artidjo karena Artidjo memutuskan perkara dengan latar belakang benci terhadap koruptor. YIM berpendapat, kebencian terhadap sesuatu maka menyebabkan seseorang untuk berbuat tidak adil39.

Namun mengutip pendapat dari Bagir Manan, jabatan hakim adalah jabatan diam, jabatan yang tidak membicarakan pekerjaannya di depan publik, termasuk memberi komentar terhadap putusannya maupun putusan orang lain di depan publik.
Yang diperbolehkan adalah membuat catatan-catatan akademis mengenai hal tertentu sepanjang sebagai akademisi
40.

Pendapat ini merupakan “peringatan” kepada Artidjo terhadap pernyataan di publik tentang korupsi dan Andi Samsan Nganro ketika proses seleksi hakim agung di DPR41.

Dalam teori membuat putusan, van Apel Doorn mengatakan, bahwa hukum itu a logis, tetapi penggarapannya logis. Mengapa a logis karena hukum itu normatif dan mengandung nilai, karena mengandung nilai maka sarat dengan emosi42.

Dengan cara mendatangi organisasi hukum, maka KY mendapatkan “data” saringan” yang telah teruji dan hasil seleksi yang matang di tengah masyarakat.

Mekanisme lain yang bisa ditempuh oleh KY dengan mendengarkan “suara publik” terhadap peristiwa yang terjadi. Berbagai pendapat ahli yang disampaikan dimuka persidangan, tulisan di media massa yang berangkat dari pendekatan keadilan merupakan mutiara-mutiara yang terpendam namun terus bersuara. Mereka adalah para punggawa keadilan yang terus bersuara ditengah apatis publik terhadap hukum. Mereka adalah pemikir mencari jalan keluar dari berbagai kebuntuan peraturan perundang-undangan.

Di tangan mereka, dengan mengeluarkan pendapat baik di persidangan maupun di media massa, pergumulan pemikiran dan solusi terbaru menghadapi persoalan masyarakat dapat dipecahkan. Pendekatan yang digunakan baik dari filsafat, norma, asas hukum, nilai, prinsip bahkan solusi praktis yang mudah ditangkap oleh publik

Berbagai peristiwa yang menarik perhatian masyarakat dan berbagai peristiwa kontroversi kemudian dijadikan bahan analisis untuk melihat argumentasi yang telah disampaikan para ahli.

Disampaikan Konferensi Nasional II PUSAKO, Padang, 12 September 2015






DAFTAR PUSTAKA



BUKU

Daniel S Lev. Dalam bukunya “Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan Perubahan, Pustaka LP3ES, 1990

Sebastiaan Pompe, The Indonesian Supreme Court: A Study of Institutional Collapse, Southeast Asia Program Cornell University, 2005.

Sudikno, Filsafat Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita.


JURNAL

Jurnal Konstitusi, Jurnal MK kerjasama dengan Pusat Konstitusi dan Kajian Publik, Fakultas Hukum Universitas Jambi, Nomor 3 November 2010.

Majalah Komisi Yudisial, Edisi September – Oktober 2013


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945

UU No. 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 Komisi Yudisial

UU No. 3 Tahun 2009 TENTANG Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung,

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011

Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2012 tanggal 28 Juni 2012


PUTUSAN

Putusan MA No. 2399 K/Pid.Sus/2010

Putusan MA. No. 1600 K/Pid/2009

Putusan MA No. 0004 K/Pdt/2009

Putusan MA No. 1542 K/Pid.sus/2008


LAPORAN

Laporan Tahun MA 2011.

Laporan Tahunan MA 2012

Laporan Tahunan MA 2013

Laporan Tahunan MA 2014


MEDIA MASSA

cnn, 8 Oktober 2014
Antara, 21 Oktober 2014
Tempo 31 Desember 1983
hukumonline, 27 September 2011
Jambi Ekspress, 5 Oktober 2012
gresnews, 22 Oktober 2014
KOMPAS, 13 Juni 2015.
Harian Fajar 12 Juni 2015





1 Advokat, tinggal di Jambi
2 Mahkamah Agung kemudian mendefinisikan sebagai “judex jurist”.
3 Pasal 24 A ayat (2) Konstitusi
4 Di Negara yang menganut sistem hokum Anglo saxon disebut The binding force of precedent atau preseden yang mengikat. Sedangkan di negara yang menganut sistem hokum Eropa Kontinental disebut yurisprudensi.
5 Tempo 31 Desember 1983
6 Hakim di tingkat kasasi kemudian membuat putusan dalam kasus Kedung Ombo. Kasus tersebut, dalam tingkat pertama, ganti rugi yang dituntut hanya Rp. 1000,- (seribu rupiah). Namun dalam tingkat kasasi, Asikin memutuskan jumlah ganti rugi menjadi berlipat-lipat dari tuntutan pada tingkat pertama, sehingga jumlahnya menjadi berpuluh-puluh ribu. Beliau menerobos larangan ‘ultra petitum petita’. Putusan ini dibangun atas pertimbangan beliau bahwa rentang waktu antara sidang pada tingkat pertama dengan sidang pada tingkat kasasi sangat lama, sehingga nilai seribu pada waktu sidang tingkat pertama nilainya menjadi berpuluh-puluh ribu pada waktu sidang tingkat kasasi.
7 Istilah Keadilan procedural (procedural justice) atau Asas kepastian hukum (rechtmatigheid)” dan keadilan substantif (substansif justice) atau keadilan hukum (gerectigheit) merupakan ranah penting di MA. MA tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (procedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice). Atau dengan kata lain, M tidak boleh mengutamakan Keadilan atau kepastian yang lahir dan hakim adalah keadilan atau kepastian yang dibangun atas dasar dan menurut hukum. Jurnal Konstitusi, Jurnal MK kerjasama dengan Pusat Konstitusi dan Kajian Publik, Fakultas Hukum Universitas Jambi, Nomor 3 NOvember 2010.
8 Diskursus mengenai tentang keadilan substansi (substantive justice), dengan keadilan prosedural (procedural justice) juga disampaikan Gustav Radbruh. Menurut Gustav Radbruh, Hukum harus mengandung tiga nilai identitas.(1). Asas kepastian hukum atau rechtmatigheid. Asas ini meninjau dan sudut yuridis. (2). Asas keadilan hukum (gerectigheit), asas ini meninjau dan sudut filosofis.(3). Asas Kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility . Asas ini meninjau dari sosiologis. Sedangkan didalam Putusan MA No. 2399 K/Pid.Sus/2010, dijelaskan “Mahkamah Agung dalam penerapan hokum diselaraskan dengan tuntutan keadilan masyarakat. Putusan MA No. 2399 K/Pid.Sus/2010 termasuk kedalam putusan yang dipilih oleh MA sebagai putusan penting (landmark decision) tahun 2011
9 Yahya Harahap pernah menyatakan, sebagai wakil Tuhan, maka putusan hakim adalah putusan yang pertimbangannya dianggap sama dengan pertimbangan Tuhan, Diskusi Hukum oleh Ditjen Badan Peradilan Agama MA RI tanggal 30 April 2013 sebagaimana dikutip oleh Achmad Fauzi, Pengkhianatan Hakim Tuna Integritas, Majalah Komisi Yudisial, Edisi September – Oktober 2013
10 Jabatan Hakim adalah jabatan diam. Jabatan yang tidak membicarakan pekerjaannya di depan public. Para hakim juga tidak diperbolehkan memberi komentar terhadap putusannya maupun putusan orang lain di muka public. jabatan diam merupakan tradisi para hakim dimanapun yang harus dihormati. Bahkan Bagir menegaskan “Hakim dimanapun saja sangat tidak layak mengomentari pekerjaan instansi lain atau lembaga lain. Tidak boleh, tidak wajar, tidak layak. Hakim harus independent. Pelantikan enam hakim agung di Gedung MA, Jakarta, 15 Agustus 2008.
11 Calon Hakim Agung Pamerkan putusannya jadi rujukan, hukumonline, 27 September 2011
12 Musri Nauli, Hukuman Mati dari Sudut Pandang Hakim, Jambi Ekspress, 5 Oktober 2012
13 Padahal menurut pasal 10 KUHP, hakim di tingkat PK bisa menjatuhkan straftmaacht hukuman seumur hidup atau hukuman penjara selama 20 tahun. Menjatuhkan pidana penjara 15 tidak relevan dengan penolakan hukuman mati.
14 Sekedar gambaran, 3 Desember 2004, Majelis Kasasi Mahkamah Agung yang dipimpin Bagir Manan memvonis Sudjiono 15 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti Rp 369 miliar. Saat hendak dieksekusi pada Selasa 7 Desember 2004 dia melarikan diri. Sudjiono Timan termasuk dalam 14 koruptor yang menjadi buronan Jaksa Agung. PK kemudian diajukan oleh ahli waris. MA membuat Surat Edaran No 1 Tahun 2012 tanggal 28 Juni 2012 (SEMA) yang menegaskan bahwa permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana tanpa dihadiri oleh terpidana harus ditolak dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke MA.
15 Walaupun MA hampir setiap tahun mengeluarkan landmark decisions (putusan terpilih). namun masih sedikit sekali fungsi MA sebagai “judex jurist’ menjawab persoalan hokum di tengah masyarakat.
16 Pasal 13, pasal 18 ayat (1) dan ayat (4) UU No. 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 Komisi Yudisial
17 Pasal 24 ayat konstitusi.
18 Pasal 24 A ayat (3) konstitusi vide pasal 13 huruf a UU No. 18 Tahun 2011
19 Pasal 24 A ayat (2) konstitusi
20 Pasal 6 UU No. 3 Tahun 2009 TENTANG Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung,
21 Berdasarkan Surat keputusan ketua Mahkamah Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011, Mahkamah Agung kemudian secara resmi menerapkan sistem kamar. Tujuan penerapan sistem kamar tersebut adalah untuk menjaga konsistensi putusan, meningkatkan profesionalisme hakim agung dan mempercepat proses penanganan perkara di MA Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2011
22 Laporan Tahun MA 2011. Perkara yang telah diupload di situs MA hingga akhir 2011 berjumlah 144.995 putusan dan 122.708 diupload tahun 2012. Sedangkan perkara di MA tahun 2011 berjumlah 12.189 putusan. Naik dari 5.819 (109%).
23 Laporan Tahunan MA 2012
24 Harifin A. Tumpa, H. Atja Sondjaja, Mieke komar, Imam Haryadi, Dirwoto, Mansyur Kertayasa, Amhad Sukardja, Rehngena Purba, Achmad Yamanie, Muhammad Taufik, Djoko Sarwoko.
25 Inilah nama Hakim Agung Baru di MA, antara, 21 Oktober 2014
26 KY Siapkan Enam Calon Hakim MA, cnn, 8 Oktober 2014
27 Ridwan Mansyur, Biror Hukum dan Humas MA, Dapat Tambahan Empat Hakim Agung, Formasi MA belum Ideal, gresnews, 22 Oktober 2014
28 Laporan Tahunan Mahkamah Agung tahun 2012
29 Nilai kerugian hanya 2,5 juta rupiah sebagaimana diatur didalam pasal 364, pasal 373, pasal 379, pasal 384, pasal 407, pasal 482 KUHP
30 Masih banyak anggapan dari ahli hokum bahwa hokum sebagai sesuatu yang telah tersedia yang tinggal mempergunakan saja. mereka yang menyamakan hokum dengan UU. Menurut mereka hokum adalah apa yang diatur oleh UU. Sudiksno, Filsafat Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, Hal. 7
31 Majalah Komisi Yudisial, Edisi September – Oktober 2013
32 Dalam menyelesaikan suatu perkara pidana apabila hakim menemukan suatu penyelesaian yang efektif berdasarkan asas keseimbanga, rasa keadilan, pemaafan dan manfaat jauh lebih besar apabila perkara dihentikan. Putusan MA. No. 1600 K/Pid/2009
33 Majelis hakimnya termasuk Harifin Tumpak. MA tidak dapat melakukan koreksi atau menguji suatu putusan lembaga yudikatif lain seperti MK. Putusan MA No. 0004 K/Pdt/2009
34 MA berwenang menilai putusan bebas murni demi kepentingan hokum dan keadilan. Putusan MA No. 1542 K/Pid.sus/2008
35 Daniel S Lev. Dalam bukunya “Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan Perubahan, Penerbit: Pustaka LP3ES, 1990, Hal. 15
36 Sebastiaan Pompe, The Indonesian Supreme Court: A Study of Institutional Collapse, Southeast Asia Program Cornell University, 2005, Hal. 40
37 Data dari berbagai sumber
38 Hamdan Zoelva sebagai narasumber dalam publik yang digelar Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Jakarta, 12 Juni 2015. KOMPAS, 13 Juni 2015.
39 Harian Fajar 12 Juni 2015
40 Disampaikan pada Pelantikan enam hakim agung di Gedung MA, Jakarta, 15 Agustus 2008.
41 Calon Hakim Agung Pamerkan putusannya jadi rujukan, hukumonline, 27 September 2011
42 PENGKHIANATAN HAKIM TUNA INTEGRITAS, Achmad Fauzi, Majalah Komisi Yudisial, September-Oktober 2013, Jakarta