05 September 2016

opini musri nauli : Jailolo yang Mulai Bersolek



Nama Jailolo “mulai dipinggirkan” dan tenggelam dengan “gemerlap” nama Halmahera,  Propinsi Maluku Utara. Sebuah kepuluan besar di Seberang Pulau Ternate dan Tidoro. Bahkan nama “Jailolo” mulai tenggelam setelah “Sofifi” kemudian ditetapkan sebagai ibukota Propinsi Maluku Utara.

Menyebut kata “Jailolo” ditemukan di Soa Fora Madiahi di Ternate dan Soa Kalaodi Tidore.. “Soa” dipimpin seorang “mohimo” atau orang yang dituakan. Di Soa Kalaodi”, istilah “Mohimo” dikenal dengan sebutan “Himo-himo”. Soa adalah pemerintahan setingkat Desa dan kemudian diseragamkan berdasarkan UU No. 5 Tahun 1979.

Dalam tutur, Moloku berarti “persatuan. Moloku diartikan sebagai Moi Moi Moloku Yang mengatur di Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Jailolo dipimpim Jiko Makelano. Bacan dipimpin oleh Dehe Makolano. Tidore dipimpin Kei Makolano dan Ternate dipimpin oleh Alam Makolano. Penjelasan ini sedikit berbeda yang disampaikan di “Soa” Fora Madiahi yang menyebutkan “Jiko Makolano untuk Jailolo. Sedangkan di Jailolo disebutkan “Gak Makolano. Begitu juga Bacan dipimpin oleh Dehe Makolano sedangkan di Jailolo disebutkan “Jiko Makolano”.

Jailolo diartikan sebagai “laki-laki menjaga perbatasan”. Sebagai wilayah bagian dari Kerajaan Tidore, maka Jailolo diharapkan dapat “menjaga” wilayah Jailolo dari serangan dari luar.

Untuk menjaga perbatasan, maka Kerajaan Tidore kemudian “mempersiapkan” pasukan” dari Weda, Pattani dan Mafa”. Keempat wilayah kemudian “menyumbangkan prajurit terbaik dan menjadi pasukan yang handal. Keempat wilayah terbukti kemudian menjadi pasukan yang kokoh “mempertahankan” wilayah Halmahera dari serangan luar.

Sofifi berasal dari kata “Sofi” yang berarti “Pertengahan’. Secara geografi Dengan melihat Maluku Utara, maka “Sofi” terletak dan menjadi pertengahan dari kerajaan Tidore. Kata “sofi” kemudian dimudahkan pengucapan menjadi Sofifi dan ditetapkan menjadi Ibukota Propinsi Maluku Utara.

Sedangkan “Halmahera” berasal dari kata “Hale Yora” yang berarti “lapisan tanah yang paling bawah. Terletak di Bukit Tidore.

Tidore berasal dari kata “Toharore” yang berarti “saya telah tiba atau saya telah sampai”.

Cerita “Puyang” orang Jailolo berbagai versi. Versi pertama menyebutkan “ketika kedatangan dan penyebaran Islam dari Timur Tengah”, mereka kaget ketika mendengar suara azan di Jailolo setelah dari Ternate dan Tidore. Merekalah yang kemudian “diyakini” sebagai orang Jailolo.

Versi kedua menyebutkan “adanya putri turun dari kahyangan. Salah seorang putri kemudian menikah dengan Jaffar Sidiq”. Mereka “diyakini” sebagai “puyang” dari orang Jailolo. Cerita ini begitu hidup.

Didalam menyelesaikan perselisihan antara pemuda maupun pemudi, apabila Pemuda “melarikan” putri ke Jailolo atau Tidore, maka “sebagai orang” yang diwariskan sama, maka orang tua di Jailolo dan Tidore dapat bertindak sebagai “Pewali”. Dengan demikian maka dapat bertindak sebagai “Wali nikah”.

Hal yang berbeda dengan keluarga dari Ternate dimana “orang tua perempuan” dari Ternate harus didatangkan untuk menyaksikan perkawinan.

Didalam struktur pemerintahan, Soa kemudian dibawahi oleh Sangaji. Sangaji ditunjuk oleh Sultan. Kepemimpinan Sangaji diwariskan.

Masyarakat mengenal tempat-tempat yang dihormati dan dilarang untuk diganggu. Tempat  itu adalah “daerah bertuan”, “Moputuso”, Sibu, Jiri, Aha Kulano, Pohon Soki, Bala khusus kano-kano, Ake Kulano dan Jere Kulano.

Daerah bertuan adalah tempat yang terletak di Teluk dan terdapat batu besar. Dalam cerita rakyat, “daerah bertuan” adalah tempat yang ditetapkan oleh Sultan Tidore sebagai tempat yang ditunjuk sebagai tempat yang ditandai Sultan Tidore. Tempat ini masih sering didatangi oleh masyarakat dan meminta perlindungan. Sehingga tidak salah kemudian tempat itu kemudian dihormati masyarakat.

Moputuso  adalah tempat yang ditandai Sultan Tidore dengan menancapkan tongkatnya. Sibu adalah kuburan para wali dan orang dihormati di tengah masyarakat. Jiri adalah “tempat yang disukai oleh Sultan Tidore.

Aha Kulano adalah tempat pohon sagu untuk makanan Sultan Tidore dan masyarakat. Pohon Soki adalah mangrove yang tidak boleh dibuka. Sedangkan Bala Khusus Kano-kano adalah makam di  tengah masyarakat. Ake Kulano adalah air tempat pemandian Sultan Tidore. Jere Kulano adalah nama tempat yang tidak boleh dibuka.

Tempat-tempat itu dilarang untuk diganggu dan tidak dibenarkan dibuka.

Jailolo merupakan kepulauan yang kemudian dikenal sebagai Kepulauan Halmahera. Di Kepulauan Halmahera kemudian terdapat Tobeulo, Sofifi, Weda, Pattani dan Mafa.

Jailolo adalah sebuah “identitas” khas dan Kerajaan besar bersama dengan Bacan sejajar dengan Kerajaan Ternate dan Tidore. Jailolo sebagai Kerajaan tertua di Maluku Utara kemudian tenggelam sebagai Kerajaan setelah diserbu oleh Portugis tahun 1551 m[1].

Jailolo kemudian menjadi Kepulauan Halmahera. Pulau Halmahera kemudian ditetapkan sebagai pusat Pemerintahan Propinsi Maluku Utara. Dan Sofifi ditetapkan sebagai pusat Ibukota Propinsi.

Namun keindahan alam Timur Indonesia merupakan surga yang tengah bersolek. Dengan “surga” alam yang masih terawat, tradisi panjang menjaga peradaban, kemolekan alam Kepulauan Maluku merupakan “anugrah” Illahi melihat nusantara dari Timur Indonesia. Keindahan yang harus dirawat agar dapat disaksikan oleh generasi selanjutnya.



[1] M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku, Penerbit Komunitas Bambu, Depok, 2009, Hal. 29