02 Januari 2017

opini musri nauli : Jambi dan Peradaban Dunia



Sebagai bagian dari Sumatera, Sriwijaya, Melayu, tentu saja Jambi dipengaruhi berbagai pengaruh dari luar Jambi. Baik dipengaruhi berkaitan dengan kepentingan dagang, pengaruh agama maupun pengaruh sistem pemerintahan dan sistem social dari berbagai penjuru dunia.

Dalam berbagai catatan, ornament, perjalanan, ungkapan masyarakat, Seloko, Tambo dan berbagai aspek kehidupan melengkapi cataan tentang pengaruh berbagai agam da kebudayaan dunia.

Sebagai bagian dari Sumatera, pengaruh Melayu tidak dapat dielakkan di Jambi.  Secara geografis kawasan Malayu-Jambi mencakup daerah aliran sungai Batang Hari beserta dengan anak sungai seperti Merangin, Tabir, Tebo, dan Tembesi, dan daerah pegunungan seperti Kerinci dan Sumatra Barat.

Catatan mengenai Jambi mudah ditelusuri dalam catatan perjalanan “petualang dunia”.

Didalam kertagama dan prastasi, pada tahun 664-665 “Mo-lo-jeu” telah mengirim utusan ke negeri Cina. Tahun 853 dan 871 “Champi” (Jambi) mengirim armada dagang. Kota yang dianggap penting oleh pedagang Arab antara lain “Zabag” (Muara Sabak). Istilah “tauke” sebagai “pengumpul barang” masih dikenal di tengah masyarakat.

Dalam seloko di tengah masyarakat di daerah hulu Sungai Batanghari dikenal seloko “Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja ke Pagaruyung.

Menurut Ulu Kozok didalam bukunya “Kitab Undang-undang Tanjung Tanah ”Jambi tetap menjadi pelabuhan tempat armada perdagangan Malayu berpangkal, tetapi Malayu tidak lagi menguasai Selat Malaka dan hanya menjadi salah satu dari berbagai pemain dalam perdagangan antarpulau dan antarbangsa.

Di sisi yang lain De Casparis tentu benar bila ia menolak bahwa Malayu takluk pada
Jawa. “Mungkin sekali Adityawarman mengakui kewibawaan negara Madjapahit, tetapi hal itu tidak ternyata dari prasastinya, yang tidak pernah menyebutkan ketergantungan Adityawarman dari Majapahit: nama pulau Jawa pun belum ditemukan dalam prasastiprasasti raja itu” .

Ketika runtuh Sriwijaya dan Majapahit, Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional menarik perhatian kerajaan kecil di sepanjang pesisir Timur Sumatera.

Dalam berbagai literature disebutkan, Jambi kemudian ditempatkan dan menjadi bahan kajian sejarah. Penamaan Kata-kata seperti Midden Sumatera (Sumatera Tengah) sering diulas oleh P.J. Veth dalam karya berserinya seperti Aardrijksundige Beschrijving, Reisverhaal, Naturlijke historie, Volkbeschrijving, atau von Alfred Maab menuliskan istilah “Durch Zentral-Sumatra” dalam catatan koleksi Etnografi ataupun  oostkust van Sumatera” sebagaimana sering dituliskan berbagai sarjana Belanda seperti A. F. Van Blommestein, dan“East Coast of Sumatera” dapat kita temukan dalam karya A. V. ROS membuat posisi strategis Selat Malaka dan menempatkan Jambi.

Sementara kerajaan Malaka menjadi kerajaan besar dengan didukung hubungan baik dengan Kerajaan Samudra pasai pada abad XV. Menurut Barbara Watson Andaya, kebesaran Malaka, yaitu adanya undang-undang yang cukup rapi dan administrasi sebagai rencana lama pelayaran, keadilan Raja Malaka yang lebih suka di Malaka daripada berburu sehingga dapat menyelesaikan persoalan pelayaran,

Bahkan didalam Buku Meilink-Roelofsz “Asian Trade and Europan Influence – 1500 – 1630 “ disebutkan “Kerajaan kecil di pedalaman seperti di Tungkal juga mengadakan hubungan dagang dengan membawa hasil pertanian dan membeli barang bernilai tinggi.  Malaka kemudian ditaklukan Portugis tahun 1511 M.

Menurut Fachruddin Saudagar “Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, telah membawah dampak kemerosotan dan merubah pelabuhan Malaka menjadi bandar yang ditinggalkan pedagangnya. Jatuhnya Malaka telah membawa perubahan mendasar terhadap konstelasi politik dan perdagangan di kawasan perairan selat Malaka.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, maka Johor muncul sebagai bandar penting di selat Malaka. Pada awal abad 17 antara Jambi dan Johor terjadi persaingan hegemoni menguasai jalan perdagangan di laut. Dalam kondisi persaingan ini maka pihak Inggris, Belanda, dan Portugis mulai ingin ikut campur tangan dalam urusan politik.
Perang tidak dapat dihindarkan yaitu perang terbuka antara Jambi dengan Johor berlangsung lebih kurang 14 tahun lamanya sejak tahun 1667 – 1681 M (4 kali perang). Perang Jambi-Johor ke IV tahun 1680 – 1681 M.
Dalam perang terakhir, Jambi yang dibantu Belanda dengan berbagai macam perlengkapan militer dan dana kemudian menghadapi perlawanan Johor dibantu Palembang dan Daeng Mangika menyerang Jambi. Johor berhasil dikalahkan. Belanda kemudian semakin menanjabkan kukunya di Jambi.
Jambi selain dipengaruhi perdagangan dalam alur Selat Malaka, bergantiannya sistem pemerintahan juga dipengaruhi agama. Sebelum kedatangan Islam (banyak versi. Ada menyebut kedatangan Islam abad XII. Namun ada yang menyebutkan abad XVII), pengaruh Budha dan Hindu mendominasi kehidupan masyarakat.

Selama berabad-abad ibukota Malayu terletak di Muara Jambi, sebuah kompleks ritual-politik dengan jumlah penduduk yang lumayan besar. Schnittger  “menyebutkan “sebuah kota yang besar, barangkali lebih besar dari Palembang”

Bahkan  McKinnon menambahkan bahwa “situs Muara Jambi barangkali merupakan situs yang terbesar dan paling penting di Sumatra”. Selain itu juga terdapat Pelabuhan di Muara Sabak/koto Kandis yang ramai dari abad XII – XIV  (Atmodjo, 1997)

F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, menyebutkan “Masyarakat hukum yang bermukim di Jambi Hulu, yaitu Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi. mengenal Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung Bedewo  atau Rimbo sunyi yang dikenal dengan seloko “Tempat siamang beruang putih, Tempat ungko berebut tangis, rimba keramat, rimbo puyang, rimbo ganuh.
Pengaruh periode terakhir datangnya agama Islam. Tidak ada kesepakatan di antara para sejarawan tentang kapan sebenarnya Islam mulai masuk dan menyebar di dunia Melayu. Teori yang ada bisa dibagi ke dalam dua kategori. Ada yang mengatakan kedatangan Islam adalah awal abad Pertama Hijriah (abad 7). Teori kedua mengatakan kedatangan Islam dimulai di abad 13. Teori pertama didasarkan pada catatan Tionghoa dari Dinasti T’ang yang menyebutkan sejumlah orang dari Ta-shih yang membatalkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling di bawah rezim Ratu Sima (674 M).

Kedatangan Islam sejak abad ke 7 dan ke 8 dipicu perkembangan dagang laut antara bagian timur dan barat Asia. Terutama setelah kemunculan dan perkembangan tiga dinasti kuat, yaitu Kekhalifahan Umayah (660-749 M), Dinasti T’ang (618-907 M), dan kerajaan Sriwijaya (7-14M).

Teori kedua tentang kedatangan Islam pertama kali ke Indonesia pada awal 13 disampaikan oleh Snouck Hurgronje dengan menghubungkan penyerangan dan pendudukan Baghdad oleh Raja Mongol, Hulagu pada tahun 1258 m.

Sejak itu proses islamisasi terjadi. Hingga berdiri Kerajaan Muslim pada abad 13, Samudra Pasai. Pertumbuhan kerajaan Muslim dimulai di Malaka pada awal abad 15. Perkembangan ini kemudian hingga ke Jawa, Maluku hingga ke Patani (bagian utara Malaysia) dan bagian Selatan Thailand.

Proses Islamisasi terjadi lewat jaringan yang beragam yang menguntungkan masing-masing pihak. Baik bagi orang Muslim yang datang menyebarkan Islam ke berbagai tempat di dunia Melayu dan bagi orang yang menerima atau beralih ke Islam di daerahnya. Proses ini dilakukan melalui jalur yang beragam. Seperti perdagangan, birokrasi, pendidikan, sufisme, seni, perkawinan.

Dengan demikian, maka kedatangan islam ke beberapa pantai di dunia Melayu mengikuti rute pelayaran dan perdagangan dari Arab-Persia-India-dunia Melayu-Tiongkok.

Ornamen masuknya Islam di Jambi dimulai dari pesisir Timur. Cerita Datuk Paduka Berhalo dan Rangkayo Hitam masih hidup dan dianggap sebagai Raja yang menganut agama Islam. Datuk Paduka Berhala dan Rangkayo Hitam merupakan Raja yang berkuasa di jalur perdagangan Selat Malaka. Posisi Jambi, Muara Zabag dan Pulau Berhala dalam lintasan selat Malaka membuat posisi keduanya begitu penting (abad 12-18 M).(catatan kecil didalam Sejarah Indonesia III)

Posisi pelabuhan di selat Malaka menyebabkan adanya pembagian kekuasaan. Pemerintahan di kota Bandar diserahkan kepada putra-putra Sultan yang berkedudukan sebagai Tumenggung atau Adipati. Kota ini menghasilkan seperti lada, kapur barus, gaharu, madu, lilin, pinang, emas dan kemudian diekspor. Sedangkan komoditas impor seperti, kain berwarna putih seperti belacu, drill, dan keramik dari Tiongkok.

Kesultanan di Selat Malaka mempunyai posisi penting dalam jalur perdagangan internasional dari berbagai bangsa lain seperti Tiongkok, India, Jepang dan Eropa.
Masih banyak catatan yang masih tercecer dan tidak sempat saya kutip seluruhnya.
Dengan melihat  bagaimana peradaban dunia mempengaruhi Jambi, sehingga Jambi tidak dapat dipisahkan dari peradaban dunia. Budaya Tiongkok, India dan Arab kemudian menjadi warna kebudayaan di Jambi sehari-hari.

Peradaban dunia seperti Budha, Hindu, Islam, Tiongkok, India, Arab memperkaya budaya Jambi. Sehingga Jambi tidak bisa memisahkan atau mengklaim satu budaya tertentu sebagai identitas Jambi.