03 April 2017

opini musri nauli : John Anderson - Sang Pencatat Pantai Timur Sumatera



Ketika saya didatangi jurnalis dari Inggeris pertengahan tahun lalu ingin menapaki jejak di Pantai Timur Sumatra, saya kemudian kaget ketika tahun 1823, daerah pantai Timur di Jambi telah didatangi oleh “petualang” dunia. Dengan menyebutkan nama John Anderson, jurnalis ingin melihat tapak pantai Timur Sumatra dalam keadaan sekarang.


Saya kemudian penasaran apa yang disampaikan oleh John Anderson tentang pantai timur Sumatra pada masa itu. Dan kekagetan saya kemudian memuncak ketika John Anderson mampu mencatat setiap detail perjalanan menyusuri pantai timur Sumatra.


Sebagaimana didalam bukunya “Mission to the East Coast Of Sumatra”, John Anderson cukup detail menggambarkan keadaan Sumatra Timur pada periode 1823.


Baik dimulai dari tanggal 30 Desember 1822 untuk mendiskusikan dengan Gubernur Jenderal Inggeris di Pinang (Penang) wilayah Negara Malaysia hingga datang ke Belawan (7 Januari 1823), ujong Langkat Tuah (14 Januari), Langkat (23 Januari), Kullumpang (25 Januari), Langkat (16 Februari), Kampong Mungkuang (2 Maret), Kampong Kesaran  dan Kampong Passir Putih (3 Maret), The Tubba (7 Maret), Tanjong Balei (8 Maret), Siack (10 Maret), Bukit Batu (17 Maret).


John Anderson diantaranya juga menceritakan tentang Sultan Deli dan Sultan Siak termasuk tanah dan pertanian, karet, Pemerintahan, pendapatan, batas wilayah, jarak, kota dan desa, sungai, perdagangan kapal, eksport –import, timah, manufactur


Buku John Anderson kemudian melampirkan peta Sungai  Jambi dan surat dari S.C. Crooke (Crooker) , Asisten dan Survey missi.


Dengan panjang lebar menerangkan tentang Kerajaan Jambi, perjalanan dan rute dari Jambi ke berbagai daerah seperti Kwalla Saddoo (Kuala Sadu), Kwalla Nior (Kuala Niur). Atau Desa-desa di seberang Jambi seperti Koonangan (Kunangan), Talandooka (Talang Duku), Muara Jambi, Kampong MoodaSungei Bulu (Sungai Buluh), Ookam (Rukam), Bali Mata (Manis Mata), Lindrong (Londrang).


Atau rute dari Bencoolen (Bengkulu) seperti Korinchi (Kerinci) selama 4 hari, Pakalan Jambu (Pangkalan Jambu) selama 6 hari, Sungei Batang Assei (Batang Asai) selama 7 hari, Nibong (Nibung) selama 10 hari, Tiga dusun selama 13 hari dan ke Kota Jambi selama 24 hari.


Sedangkan dari Kota Jambi ke Sungei Tijuan (Sungai Pijoan) selama 1 hari, Tompeno (Tempino) selama 2 hari, Punerokau (Penerokan) selama 4 hari, Sungei Lalang selama 5 hari, Bunuossin (Banyuasin) selama 6 hari dan Benteng.


Sungai yang dapat dilalui dihuni penduduk dan navigasi dapat membantu perjalanan.


Dengan perjalanan panjang baik 15 hari hingga 30 tergantung dari perahu, maka perjalanan ke Tanjong (Desa Tanjung di Kecamatan Kumpeh Ilir) membutuhkan waktu hingga 10 hari.


Sedangkan ke Sumei (Sumay Kecamatan Sumay, Tebo) dapat ditempuh 15 hari. Melewati Sungei Sumei (batang Sumay) maka kemudian dapat menyusuri ke hulu. Di sebelah kiri akan ditemui Sungei Tuboh (Batang Tebo), Sungei Tabir (batang Tabir) dan Sungei Tembesi. Sungei Tembesi adalah sungai yang ditemui dan cukup besar. Mengikuti Sungei Tembesi maka dapat ditemukan Sungei Assei (Batang Asai), Batang Merangin dan Ayer Etam (Air Hitam) dari sebelah kiri.


Melengkapi catatan John Anderson maka pada tahun 1823, penduduk di Pantai Timur sudah beragama Islam yang ditandai dengan kalimat “rajin beribadah” dan “pintar berdagang”.


Sebuah catatan penting untuk menggambarkan kemajuan peradaban pada awal abad 18-an.


Dengan demikian mengikuti periode catatan Barbara, maka catatan John Anderson merupakan catatan untuk meneruskan catatan Barbara yang menuliskan pada periode abad XVII – XVIII.


Berbeda dengan catatan William Marsden di hulu Jambi maka catatan John Anderson membicarakan masyarakat di Pantai Timur Sumatra. Termasuk wilayah pesisir Jambi dengan rentang waktu yang sama.


Puzzle sedang disusun kemudian untuk membingkai sejarah panjang Jambi menjelang Kerajaan Jambi dipimpin oleh Sultan Thaha Saefuddin.