13 Juni 2018

opini musri nauli : PUASA – IBADAH ATAU RITUAL


Diibaratkan pertandingan marathon, menjelang akhir Ramadhan dan memasuki suasana mudik, maka dipastikan Puasa akan berakhir. Dan suasana Mudik dan menyambut Idul Fitri semakin terasa.
Lalu apakah makna Puasa bagi diri yang menjalani ? Apakah karena puasa untuk merasakan derita kaum yang kurang berpunya akan mudah dirasakan. Lalu apakah dengna puasa akan merasakan derita kaum yang kelaparan yang tidak makan seharian ? Lalu apakah tujuan yang hendak diraih kemudian tercapai ?

Lalu mengapa ketika puasa ditujukan hendak merasakan yang diderita kaum yang kurang berpunya kemudian ketika berbuka puasa kemudian langsung melahap makanan. Persis merasakan tidak makan setahun.

Lalu dengan enteng tidak lupa posting makanan dan terkesan hendak pamer (riya’) ? Apakah dengan memamerkan berbuka puasa dengan memposting makanan didunia maya kemudian hendak mengabarkan “dirinya berpuasa”. Dan orang lain lain kemudian harus mengetahuai dirinya berpuasa ?
Lagi-lagi riya’ yang hendak dikabarkan.

Derita apa yang hendak dirasakan ? Apakah dengan memposting makanan setelah berbuka puasa kemudian tercapai tujuan puasa ? Apakah dengan memposting makanan justru hendak mengabarkan dirinya yang berpuasa dan memerlukan pengakuan dari orang lain ?

Mengapa cara ini dilakukan terus menerus ? Apakah puasa cuma bagian dari ritual yang rutin yang dilakukan setiap tahun ? Apakah puasa cuma bagia dari rutinitas ibadah yang kering makna.

Sampai kapan cara berpuasa yang hendak dilakukan tanpa memahami hakekat berpuasa. Sampai kapan kemudian berpuasa mampu membangkitkan empati dan merasakan derita kaum yang kurang berpunya ?.

Ah. Akupun terbangun dari tidur. Segera kusadari. Puasa cuma milik kaum berpunya. Merekalah yang hendak menentukan kemana arah berpuasa.  

Segera aku bangkit dari tempat tidur. Sembari mencuci muka kusadari. Masih jauh hakekat beragama hendak kusandarkan kepada mereka.