06 September 2018

opini musri nauli : KEBEBASAN DAN KETERATURAN




“Terserah aku-lah. Ini musikku. Ini rumahku. Terserah akulah mau ngapain”.

“Ya. Memang itu rumahmu. Silahkan hidupkan music keras-keras. Tapi ini rumahku. Musikmu mengganggu istirahatku”.

Dua dialog kemudian menempatkan “kebebasan”. Lalu apakah “kebebasan” kemudian mengganggu hak orang lain ?

Sebagai pemilik rumah, dia perlu istirahat setelah seharian kerja keras. Suara music dari tetangga mengganggu istirahatnya. Dia perlu istirahat dan tidak mau terganggu.

Lalu bagaimana cara menyelesaikannya.

Nah. Disanalah kemudian hukum berperan. Hukum kemudian mengatur. Maka sang pendengar music diharapkan untuk mengatur volumenya tidak mengganggu waktu istirahat. Atau memutar music jangan keras-keras pada jam istirahat tetangga sebelah.

Bukankah begitu “etika” dan aturan main bertetangga dalam lapangan social.

Lalu bagaimana sang pemutar music tidak mau “diatur”. Apakah tetangga kemudian “melabrak” tetangga untuk menegurnya.

Sebagai tetangga yang baik maka sang tetangga dapat menemui secara baik-baik tetangga sebelahnya. Bisa dimulai dengan “silahturahmi”, entah mengantarkan makanan (kisah dari teman FB) atau sembari bergurau.

Lalu bagaimana apabila sang tetangga kemudian ditegur ternyata sama sekali tidak mau mendengarkan. Namun lalu ngotot berkata “terserah aku-lah. Ini rumahku”. Tentu saja pertengkaran tidak dapat dihindarkan.

Maka tetangga dapat saja melaporkan kepada Ketua RT agar dapat diselesaikan.

Lalu bagaimana apabila sudah ditegur ketua RT namun sang tetangga kemudian tidak mau juga diatur.

Selain sanksi social, sang ketua RT dapat melaporkan kepada pihak kepolisian. Pasal 503 KUHP sudah mengatur “membuat ingkar atau gaduh diantara orang-orang tetangga (rumoer of buren gerucht) yang mengakibatkan dapat terganggunya ketentraman malam (nachrust)” adalah pelanggaran. Dapat dijatuhi kurungan penjara.

Turun tangannya ketua RT adalah “bentuk” pengaturan dalam struktur social. Selain itu “Campur tangan” Ketua RT dan kemudian melaporkan kepada pihak keamanan adalah bentuk “hukum” bekerja. Jadi “turun tangan” Ketua RT dan pihak keamanan adalah “hukum” yang mengatur untuk menyelesaikannya.

Hukum kemudian “mengatur” antara dua kepentingan atas nama “kebebasan’. Hukum kemudian bekerja untuk mengembalikan “ketidakteraturan (onregelmatigheid)” menjadi “keteraturan (rust end orde)”.

Demikianlah materi dasar dalam ilmu hukum. Materi yang diajarkan pada awal kuliah dalam ilmu hukum. Sebagai gambaran pentingnya hukum bekerja ditengah masyarakat. Pentingnya hukum untuk membantu keteraturan dan mengatur hak masing-masing warga negara dalam satu komunitas.

Contoh yang dipaparkan yang menghadapkan pertentangan antara satu hak warganegara dengan hak orang lain. Dengan menggambarkan contoh maka suatu hak kemudian harus dibatasi untuk menghormati hak orang lain. Hak yang menempatkan sebagai “kewajiban” untuk menghargai hak orang lain. Hak untuk menikmati music dengan suara speaker yang keras-keras diwaktu malam kemudian menimbulkan kewajiban untuk menghargai hak orang lain untuk istirahat setelah seharian bekerja.

Dengan menggambarkan hak yang kemudian juga menempatkan kewajiban untuk menghargai hak orang lain itulah kemudian dikenal “berfungsinya” hukum didalam menyelesaikan persoalan-persoalan ditengah masyarakat.

Jadi hak bukanlah “menggunakan hak” sesuka hati sehingga menimbulkan hak orang lain. Hak menikmati music tidak menghilangkan hak orang lain untuk istirahat.

Dengan berfungsinya hukum maka dapat tercipta “keteraturan (rust end orde)”. Sehingga hukum bekerja untuk melindungi hak orang lain. Demikianlah hukum bekerja ditengah masyarakat.

Demikianlah berbagai contoh yang dapat menginspirasi berbagai perdebatan antara hak disatu sisi dengna kewajiban disisi lain. Contoh-contoh ini juga dapat menggambarkan bagaimana hukum dapat bekerja untuk menyelesaikan.

Semoga membantu untuk meluruskan dan menjernihkan.

Salam.