21 April 2021

opini musri nauli : Gundah Gulana Pemimpin Padepokan

Syahdan. Terlihat gundah gulana Pemimpin padepokan di Seberang Istana astinapura. 


Sama sekali terlihat kegelisahan. Wajahnya terlihat gusar. Dadanya sesak. Seakan-akan menambah beban yang tiada terkira. 


Para pendekar yang mengeliling Pemimpin padepokan tidak ada satupun yang berani bertanya. Mengapa begitu gundah gulana Pemimpin padepokan. 


Hampir seperempat malam berlalu. Sang Pemimpin padepokan belum juga menunjukan ketenangannya. Sementara para pendekar semakin gelisah tidak karuan. 


Menjelang dini hari, tiba-tiba suara memecah kesunyian. Terdengar suara berat dari Pemimpin padepokan. 


“Wahai, para pendekar Pemimpin padepokan. Hamba hingga kini tidak mengerti. Mengapa Ajian dan mantra dari kitab padepokan tidak mempunyai kesaktian lagi. 


Apakah ajian dan mantra tidak mampu lagi mengatasi serangan dari negara api “, terdengar suara dari Pemimpin padepokan. Pertanyaan yang hingga kini belum ditemukan jawabannya. 


“Apakah kalian tidak lihat. Para pendekar muda mulai berdatangan. Menunjukkan kesaktian di alun-alun Istana astinapura. 


Kesaktian mereka sakti mandraguna. Hingga kini hamba tidak mengerti. Mengapa para pendekar muda yang kelihatan di alun-alun Istana mampu mempunyai kesaktian mandraguna ?”, tanya sang Pemimpin padepokan. 


“Tuanku Pemimpin padepokan. Hamba juga melihat kesaktian pendekar muda yang bertarung di alun-alun Istana. Hingga kini hamba juga belum mengerti. Ajian dan mantra apa yang mereka miliki hingga mereka mempunyai kesaktian mandraguna”, kata sang pendekar. Menunjukkan keheranan. 


“Wahai, para pendekar. Bergegaslah kalian mencari kabar angin. Dimanakah para pendekar muda yang mempunyai kesaktian mandraguna kemudian mengasah ilmu kanuragannya. 


“Di padepokan manakah mereka mengasah ilmu kanuragan. Mantra apa yang mereka pelajari. Bergegaslah kalian, para pendekar”, titah sang Pemimpin padepokan. 


“Baiklah Pemimpin padepokan. Titah tuanku, hamba laksanakan”, kata sang pendekar segera bergegas. Meninggalkan pasebanan padepokan. 


Sang Pemimpin padepokan melanjutkan tapa brata. Sembari mengharapkan wangsit yang diberikan para dewata agung. 


Semoga para dewata agung dapat menjawab kegundahaan hati sang Pemimpin padepokan. 


Padepokanpun kemudian kembali sunyi. Tidak terdengar suara apapun.