08 Desember 2017

opini musri nauli : Simulasi OTT KPK




Ketika OTT KPK di Jambi dilakukan akhir bulan November, public kemudian menunggu langkah dan peristiwa yang akan terjadi. Setelah penetapan anggota DPRD dan pemimpin elite Pemerintahan Provinsi Jambi sebagai tersangka, “radar” kemudian diarahkan kepada “siapa pemberi dana” dan “siapa yang menjadi scenario utama (master minds)”. Berbagai asumsi termasuk berbagai perkiraan kemudian menjadi daya degup masyarakat Jambi.

Terlepas dari scenario “sebelum” tertangkapnya pelaku dari peristiwa OTT KPK, berbagai peristiwa selanjutnya menarik untuk ditelisik. Dengan melihat berbagai rangkaian kegiatan maka konstruksi hokum hendak disusun sehingga dapat mengetahui alur peristiwa itu terjadi.

Dalam kesempatan ini maka saya kemudian akan membuat simulasi arah OTT KPK dan “menangkap” master minds dari peristiwa tersebut.

Pertama. Sebagai lembaga yang mempunyai kemampuan handal didalam membongkar kasus-kasus korupsi, prestasi KPK dapatlah disejajarkan dalam kisah-kisah film Hollywood. Dengan mengantungi bukti-bukti yang tidak terbantahkan, KPK menyisir dan membongkar tanpa tersangka bisa mengelak.

Masih ingat ketika seorang hakim MK bersumpah menyebut nama Tuhan ketika ditangkap dalam operasi handal KPK. Publik kemudian “dibuat bingung” oleh desain canggih dari pelaku sehingga public kemudian dihadapkan pemberitaan untuk mendukung sang hakim. Namun pelan tapi pasti, fakta-fakta persidangan kemudian dengan gamblang menyebutkan “upaya aktif” dari hakim MK didalam peristiwa menerima suap.

Atau masih ingat dari peristiwa tertangkapnya AF yang kemudian menyeret tokoh partai agama. Desain canggih hingga ancaman menggunakan kekuatan parlemen untuk “mempersoalkan” KPK kemudian buyar ketika sang tokoh partai dijatuhi hukuman penjara belasan tahun.

Membaca rangkaian peristiwa maka didalam mengungkapkan korupsi, KPK mengantongi bukti-bukti yang kuat sebelum memulai operasi OTT. Persis lihat film Hollywood. Mengantongi bukti-bukti yang kemudian membuat sang tersangka lemas tidak berdaya. “Terseler’ istlah Jambi.

Kedua. Dengan mengantongi bukti, maka KPK kemudian bicara berdasarkan fakta-fakta hokum. KPK tidak dibenarkan membangun asumsi, perkiraan ataupun scenario untuk menangkap orang tertentu. Ketaatan KPK didalam menjaga marwah ini selain “kuatnya bukti” sekaligus dapat memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat. Bagaimana pola korupsi yang didesain semakin canggih sehingga public dapat belajar.

Masih ingat dengan istlah “apel malang atau apel Washington” untuk istilah pengganti suap berupa rupiah untuk apel malang dan dollar untuk apel Washington. Dalam istilah digunakan OTT KPK di Jambi menggunakan istilah “undangan’.

Ketiga. Membongkar kasus korupsi memerlukan stamina yang besar. Berbagai pengungkapan kasus tidak dapat dilepaskan dari dimensi politik. Selain tokoh-tokoh yang terlibat merupakan tokoh kunci di partai atau di pemerintahan, dimensi politik begitu kental digunakan didalam menghadapi pengungkapan kasus korupsi.

Masih ingat dengan pengungkapan OTT Ketua MK yang kemudian menyeret Gubernur Banten. Dengan melihat pola dan scenario maka sebelum dilakukan OTT KPK, KPK sudah mengantongi nama-nama “big fish” yang hendak diungkapkan. Sehingga setelah OTT KPK, tidak lama kemudian ditetapkan Gubernur Banten yang kemudian dijadikan tersangka.

Dengan melihat berbagai peristiwa OTT KPK Maka didalam OTT KPK di Jambi dapat dibangun simulasi sehingga kita dapat membaca kasus ini lebih utuh.

Pertama. KPK tidak mungkin menghentikan penyidikan apabila ditemukan fakta-fakta baru didalam membongkar kasus korupsi. Strategi penyidikan dengan istilah “makan bubur panas” sering kali menjadi mantra ampuh hingga mencapai “big fish”.

Membongkar kasus mencapai “big fish” merupakan mandate yang diberikan oleh UU KPK. Dengan peralatan canggih, standar tinggi hingga dapat mengungkapkan dan mampu dipertahankan dimuka persidangan.

Entah beberapa kali para tersangka yang mungkir kemudian terbantahkan dengan rekaman ataupun teknik penyadapan yang membuat tersangka tidak mampu mengelak.

Kedua. KPK tidak akan menyeret siapapun yang disebut-sebut public apabila tidak didukung oleh bukti. Cara elegan ini selain dapat menjaga kemandirian KPK dari berbagai intervensi politik apapun juga menjaga marwah hokum dapat ditegakkan. Sehingga KPK tetap menjalankan fungsinya tanpa khawatir terhadap tekanan apapun dan pesanan dari siapapun.

Dalam peristiwa RS Sumber Waras, KPK tidak terpengaruh desakan ataupun intervensi untuk mengejar target Gubernur Jakarta. Sehingga kemandirian KPK tetap terjaga tanpa terpengaruh dari kehendak public yang “mengejar” target-target tertentu.

Kemandirian KPK tentu saja akan menyebabkan dukungan kepada KPK akan melemah. Namun menjaga kemandirian, KPK tetap didukung public dan tetap berjarak dari kekuasaan apapun.

Kelihaian KPK didalam menjaga kemandirian, membuat KPK tetap menjadi primadona di tengah masyarakat.

Ketiga. KPK memprioritas kasus-kasus yang bersinggungan dengan pemerintahan, aparat penegak hokum dan kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat (Termasuk nilainya diatas 1 milyar rupiah). Dengan memprioritas kasus-kasus, maka fungsi KPK sebagai “supervise” dan membangun jejaringan untuk memperkuat berbagai kelembagaan untuk mendukung pemerintahan bersih.

Dengan membaca simulasi diatas, maka terlalu “cepat’ kita kemudian menghendaki arah OTT KPK di Jambi. Biarlah KPK menyelesaikan arah OTT KPK di Jambi.

Menyebut nama-nama tertentu ataupun upaya-upaya menghentikan untuk mengaitkan dengan nama-nama tertentu akan menyebabkan OTT KPK di Jambi kehilangan focus.

Tidak terlibatnya nama-nama tertentu ataupun terlibatnya nama-nama tertentu menjadi bagian dari focus pembongkaran kasus OTT KPK di Jambi. Dan tentu saja KPK berdasarkan bukti. Bukan asumsi. Apalagi ilusi.


Mari kita tunggu dengan dada berdegup kencang kemana arah akhir dari OTT KPK di Jambi.