20
tahun yang lalu, saya menyelesaikan “kuliah” mahasiswa paling lama dengan
mengikuti ujian akhir. Mengikuti sidang Skripsi. Sebuah tugas akhir yang
dilakukan mahasiswa akhir angkatan 90 Fakultas Hukum UNJA.
Sebagai
mahasiswa paling akhir angkatan 90, ujian Skripsi “lebih terkesan” mengusir
mahasiswa sebelum jatah kuliah habis. Atau bisa “diusir” dan gagal menjadi
alumni.
Sebagai
mahasiswa paling akhir, saya termasuk rombongan yang dua kali “dipanggil” Dekan
Fakultas Hukum, Prof Rozali Abdullah (Prof Rozali) dan dikumpulkan di aula
Fakultas Hukum UNJA di Mendalo.
Satu
persatu kami kemudian ditanyakan “mengenai penyebab” belum selesainya skripsi
sekalian juga mengetahui hambatan belum bisa mengikuti ujian Skripsi.
Dengan
polos saya menyampaikan, sejak semester 10, mata kuliah sudah habis. Tinggal
melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi.
Namun
suasana “heroic” menjelang kejatuhan Soeharto, saya lebih “suka” mengikuti
demonstrasi di berbagai kota dan datang ke kampus hanya untuk “membayar SPP”.
Waktu
itu SPP masih Rp 105.000,-. Uang kuliah yang sejak semester 10 mampu penulis
bayar sendiri dengna gaji Rp 300.000,-
Dengan
gaji Rp 300.000,- dibandingkan dengan keadaan sekarang berkisar Rp 3 juta – Rp
4 juta, sebuah kemewahan dengan status sebagai mahasiswa.
Praktis,
tidak ada “kemauan kuat” untuk menyelesaikan kuliah setelah “menikmati” sebagai
“demonstran” yang kritis dengan orde baru dan mulai menikmati “kenyaman”
menikmati gaji.
Namun
menjelang semester 13, malam hari, saya dipanggil almarhum ayahanda untuk
menyelesaikan kuliah. Dengan suara lirih, ayahanda cuma berpesan. “Usahakan
kasih ijazah kepada ayah. Selanjutnya terserah, ananda”.
Saya
kemudian mengikuti saran ayahanda dan mengebut menyelesaikan skripsi. Selama 2
bulan dengan penelitian di lapangan, Skripsi kemudian berhasil “diajukan”
kepada ujian Skripsi.
Dengan
penguji utama Prof Rozali, hanya butuh 15 menit menjawab pertanyaan Prof.
Rozali. Dengan “membuat skripsi” sendiri ditambah dengan interaksi berbagai pertemuan,
saya kemudian berhasil menjelaskan judul skripsi, latar belakang, penggunaan
metodologi penelitian dan hasil penelitian.
Skripsi
yang berlatar belakang penelitian lapangan dengan responden 200 orang membuat
skripsi mampu dipertahankan. Hampir praktis selama 15 menit, saya menjelaskan
dengan runut.
Tanpa
disangka, Prof Rozali menutup pertanyaan dengan jawaban “Ternyata mahasiswa lama ada juga yang pintar”.
Saya
kemudian terharu dan mendapatkan kehormatan dari pernyataan seorang guru besar
yang dihormati di Fakultas Hukum.
Kesaksian
ini pernah saya tuliskan di Bunga Rampai buku penghormatan 70 tahun Prof Rozali
yang kemudian dijadikan buku purna tugas. Kesaksian sama ketika diminta menjadi
“kesaksian” dalam acara peluncuran buku.
Sebagai
Guru Besar, keteladanan dari Prof Rozali menjadi inspirasi penulis. Dalam
keadaan apapun, Prof Rozali tidak pernah meninggalkan tugas pokok. Sebagai
pengajar dan pendidik sejati.
“Daya
lecut’ menggerakkan dan mengikuti Prof. Rozali untuk menulis. Hingga kini,
menulis merupakan salah satu “energy” untuk menumpahkan “kekesalan” terhadap
ketidakadilan di sekitar. Ditambah sebagai praktisi hukum, rasa gelisah terus
disuarakan sebagai “benteng terakhir’ melihat masyarakat yang terpinggirkan.
Tidak
sadar kemudian, entah memang kebetulan atau memang “diingatkan”, satu buku
kemudian “memenuhi dahaga” sebagai penulis.
Dengan
menyerahkan buku kepada Prof. Rozali, saya kemudian terkenang 20 tahun yang
lalu. Mengikuti tugas akhir mengikuti ujian Skripsi.
Membutuhkan
20 tahun untuk menghasilkan satu buku adalah waktu terlalu lama. Selama 20
tahun “berkeliaran” di jagat belantara cuma menghasilkan satu buku juga
“terlalu malas”.
Namun
20 tahun kemudian saya mengantarkan satu buku adalah “penebus dosa”. Mahasiswa
paling lama menyelesaikan kuliah juga mahasiswa “memerlukan waktu” 20 tahun
untuk mengantarkan buku.
Namun
buku yang saya hadiahkan kepada Prof. Rozali dapatlah dianggap sebagai kado.
Kado dari saya. Mahasiswa paling lama menyelesaikan kuliahnya.
Terima
kasih Prof. Rozali. Daya lecut akan senantiasa menjadi “ingatan” saya menatap
masa depan.
Terima kasih, Prof. Rozali atas komentarnya tentang buku ini.
Baca : Catatan Purna Tugas
Dimuat di Jambipos-online, 9 Agustus 2017.
http://www.jambipos-online.com/2017/08/hadiah-20-tahun.html
http://www.jambipos-online.com/2017/08/hadiah-20-tahun.html