Usai sudah menempuh perjalanan panjang Al Haris-Sani sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Jambi 2021-2024. Perjalanan panjang yang melelahkan, menyita energi berbalut emosi, kegalauan ditambah optimis menempuh perjalanan politik.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Usai sudah menempuh perjalanan panjang Al Haris-Sani sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Jambi 2021-2024. Perjalanan panjang yang melelahkan, menyita energi berbalut emosi, kegalauan ditambah optimis menempuh perjalanan politik.
Ditengah keraguan, pesimistis, ketidakpercayaan hingga “hal mustahil”, akhirnya Al Haris-Sani berhasil merebut hati rakyat Jambi. Mendulang suara 597 ribu (38,1 %). Jauh meninggalkan pesaing terdekatnya yang mendapatkan suara 585 ribu (37,2 %).
Ketika Al Haris didalam perjalanan politiknya (roadshow) ke Marga Batin Pengambang, menyusuri dusun-dusun yang termasuk ke Marga Batin Pengambang seperti Dusun seperti Dusun Muara Talang, Dusun Batin Pengambang, Dusun Muara Air Dua, Dusun Sekeladi, tiba-tiba saya kemudian tersentak. Ini perjalanan betuah.
Apalagi dilanjutkan ke Tanah Kerinci, Marga Bukit Bulan, Marga Serampas, Marga Peratin Tuo, Marga Sungai Tenang. Sekedar menyebutkan beberapa nama yang saya kenal adalah “negeri betuah”.
Tidak dapat dipungkiri, perjalanan politik (roadshow) Al Haris dan Abdullah Sani beririsan dengan istilah Marga dan Batin.
Istilah Marga kemudian digunakan sebagai sistem pemerintahan sebelum lahirnya UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa. Di tengah masyarakat, istilah Marga (margo) menjadi identitas yang khas sebagai perwujudan persekutuan masyarakat adat (rechtsgemeenshap).
Berbagai nama tempat yang telah dijalani oleh Al Haris-Sani dalam perjalanan politik (roadshow) adalah nama-nama tempat yang telah terpatri dalam Kerajaan Jambi Darussalam.
Menurut S Budhisantoso, dkk di dalam bukunya “Kajian dan Analisa Undang-undang Piagam dan Kisah Negeri Jamb, disebutkan Cerita rakyat yang bernilai sejarah yang berisi asal-usul keturunan kalbu atau Kerajaan Yang Dua Belas Bangsa. Keturunan tersebut diungkapkan lengkap dengan nama perisai (Kerajaan atau Kalbu), keturunan, gelar, jabatan, tugas dan lokasi wilayahnya.
Didalam tembo selalu disebutkan “dari durian ditakuk rajo lepas kesialang belantak besi melayang ke Tanjung Simalidu menepih beringin nan sebatang, Beringin gedang nan sekali dalam, mendaki bukit kelarik nan besibak meniti pematang panjang, menepat ke Singkil Tujuh Balarik ke sepisak pisau hilang mendaki bukit Alam Babi meniti pematang panjang menepat ke bukit cindaku laju ke ulu Parit Sembilan menuju ke Sungai Reteh dan Sungai Enggang Marem Tanjung Labuh terjun ke laut nan mendidih menempuh ombak nan berdebur merapat ke Pulau nan tigo, sebelah laut Pulau Berhalo naik ke sekatak Air Hitam menuju ke Bukit Seguntang – guntang mendaki bukit tuo lepas sungai Bayung Lincir laju ke hulu Sungai Singkut dikurung bergandeng bukit tigo mendaki ke serintik hujan panas meniti Bukit Barisan turun ke Renah Sungai Buntal menuju ke Sungai Air Dikit, menerpa ke Hulu sungai Ketaun mendaki bukit malin dewa laju ke sungai Ipuh mendaki Bukit Sitinjau Laut, sayup – sayup laut lepas menuju gunung berapi di situ tegak Gunung Kerinci menepat ke Muaro Bento menempuh Bukit Kaco meniti Pematang Lesung terus menuju Batu Anggit dan Batu Kangkung, Teratak Tanjung Pisang, Siangkak – Siangkang Hilir pulo ke durian di takuk rajo di situ mulai bejalan balik pulo ketempat lamo bejalan meniti batas.
Itulah batas yang kini menjadi Wilayah Provinsi Jambi sebagaimana dimaksud UU Nomor 61 Tahun 1958.
Setelah mendatangi Mandian dan Pauh, Al Haris didalam perjalanan politik (roadshow) kemudian mampir dan bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat di Desa Sungai Abang, Sarolangun.
Sebagai Raja Jambi yang kemudian meninggalkan jejak kerajaaan Jambi Darussalam, Datuk Paduko Berhalo begitu hidup di alam pemikiran rakyat Jambi (alam cosmopolitan).
Sebagai ingatan kolektif yang melekat dalam pemikiran rakyat Jambi, Datuk Paduko Berhalo meninggalkan jejak yang sampai sekarang menjadi pengetahuan dan hukum di Jambi.
Didalam Kitab Undang-undang Piagam negeri Jambi, disebutkan Pasal yang pertama menyatakan keturunan Orang Kerajaan Jambi
Membicarakan Karang Mendapo menarik perhatian. Namun istilah mendapo juga mengingatkan struktur Pemerintahan Adat di Kerinci. Ulu Rozok “Kitab Tanjung Tanah” menyebutkan “Konfederasi kampong yang disebut mendapo yang pada umumnya terdiri atas sejumlah kampung yang berasal dari satu kampung induk masih tetap menjadi kesatuan pemerintahan yang terbesar di Kerinci.
Dalam Laporannya “Bijdragen tot de Taal, Kerintji Documents”, disebutkan “Mendapo Limo Dusun (Datuk Tjaja Depati Kodrat, Depati Singarapi Sulah, Datuk Singarapi Gogok, Rio Mangku Bumi, Depati Singarapi Putih).
Membicarakan Desa Karang Mendapo dalam perjalanan politik Al Haris (roadshow) di Sarolangun tidak dapat dipisahkan dari Marga Simpang Tigo Pauh. Ada juga menyebutkan Marga Pauh atau Marga Simpang Tigo.
Marga Simpang Tiga yang berpusat di Pauh kurang dikenal didalam document maupun literature. Nama Marga Simpang Tiga kemudian tenggelam dan lebih dikenal sebagai Pauh.
Simpang Tiga dengan artinya sama juga dikenal di Marga Pangkalan Jambu. Marga Pangkalan Jambu mengenal Simpang tiga dengan istilah “Tiga jalur’. Menunjukkan 3 orang Rio yang menguasai Marga Pangkalan Jambu. Yaitu Rio Niti, Rio Gumalo dan Rio Menang.
Perjalanan Politik (roadshow) Al Haris ke Kabupaten Sarolangun kemudian mampir ke Desa Guruh Baru dan Desa Jati Baru Mudo, Kecamatan Mandiangin Kabupaten Sarolangun.
Membicarakan Mandiangin melekat sebagai Batin VI Mandiangin. Perjalanan dari Sarolangun menjelang masuk batas dengan Kabupaten Batanghari di Batin XXIV.
Menurut tutur ditengah masyarakat, Disebut Batin VI Mandiangin terdiri dari 6 Dusun Asal. Dusun Muara Ketalo, Dusun Kertopati, Dusun Mandiangin, Dusun Rangkiling, Dusun Gurun Tuo Dan Dusun Gurun Mudo. Batin VI Mandiangin berpusat di Mandiangin. Setiap Dusun dipimpin oleh Seorang pemangku Dusun yang disebut Depati. Di bawah Depati adalah Punggawa.
Kata Mandiangan juga terdapat di Musi Rawas. Kabupaten yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Sarolangun.
Setelah menempuh perjalanan jauh hingga ke ujung negeri Jambi, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur, yang langsung berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, Al Haris kemudian mendatangi tempat-tempat didaerah yang mengelilingi Kota Jambi. Tempat-tempat seperti Bajubang, Panerokan, Desa Mekar Jaya Bajubang dan Desa Pompa Air.
Nama Bajubang dikenal didalam Marga Pemayung Ulu. Menurut tutur ditengah masyarakat, Dahulu Marga Pemayung Ulu berpusat di Bajubang dan kemudian pindah Muara Bulian. Selain Muara Bulian dikenal juga nama tempat seperti Betung, Mengkanding, Bajubang dan Sungai Baung.
Istilah Pemayung Dusun Bajubang Laut, Pemayung adalah “pelayan Raja”. Dusun Tuonya dikenal “Dusun Gedang”.
Nama Datuk Paduko Berhalo menjadi ingatan kolektif dan cerita dan tutur ditengah masyarakat Melayu Jambi.
Sebagai Raja yang dihormati oleh masyarakat Melayu Jambi dikenal didalam seloko seperti “Raja Sedaulat, Penghulu seandiko”.
Sebagai Raja yang memerintah di Kerajaan Jambi Darussalam, Datuk Paduko Berhalo adalah Raja yang menjadi ingatan ditengah masyarakat.
Kisah Datuk Paduka Berhalo tidak dapat dipisahkan dari Putri Selaro Pinang Masak. Ditengah masyarakat Jambi juga dikenal dengan nama Putri Pinang Masak. Nama yang sering diabadikan di berbagai tempat.
Ada juga menyebutkan Putri Selaro Pinang Masak.
Membicarakan nama tempat Betung Bedarah dalam perjalanan politik Al Haris tidak dapat dipisahkan dari Paninjauan, Dusun Tuo, Dusun Teluk Rendah, Dusun Aro, Dusun Betung Bedarah. Dusun-dusun ini kemudian dikenal Dusun Luak Petajin.
Tempat-tempat ini kemudian dikenal sebagai daerah wilayah Perisai Petajin. Perisai Petajin merupakan keturunan Orang Kayo Pedataran. Salah satu saudara dari Orang Kayo Hitam. Putra dari Datuk paduko Berhalo dan Putri Selaras Pinang Masak (Putri Selaro Pinang Masak/Putri Pinang Masak).
Dipimpin Pesirah Setia Guna. Berpusat di Penapalan dan Sungai Keruh.
Wilayah Perisai Petajin kemudian dikenal Marga Petajin Ulu dan Marga Petajin Ilir. Marga Petajin Ulu berpusat di Sungai Keruh. Sedangkan Marga Petajin Ilir berpusat Sungai Bengkal.
Membicarakan Kecamatan Sadu tidak dapat dipisahkan dari tradisi Mandi Safar. Tradisi mandi Safar di Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) adalah prosesi special. Dilaksanakan rutin setiap tahun.
Siapapun dari warga yang ingin mengikuti prosesi mandi safar diberi daun sawang yang diikat di kepala dan pinggang. Daun ini diyakini sebagai daun sacral yang digunakan untuk memercik air pada saat upacara sakral. Prosesi ini diyakini dapat menolak balak.
Sebelum digunakan untuk prosesi mandi safar, daun kemudian diberi rapalan doa. Baik dari para sesepuh alim ulama maupun tokoh agama.
Ditengah masyarakat, pemakaian daun sawang diharapkan dapat menjaga keselamatannya. Baik dari gangguan binatang buas maupun dari makhluk gaib.
Tradisi mandi safar dilakukan setiap rabu terakhir di Bulan safar atau bulan kedua Hijriah. Tradisi ini bahkan sudah menjadi ikon Kabupaten Tanjabtim.
Selain itu, dikenal juga pantai cemara. Pantai ini dikenal migrasi burung yang rutin setiap tahun. Jutaan burung air hidup dan singgah ke pantai ini.
Hari Sabtu, Al Haris kandidat Gubernur Jambi 2020-2024 didalam perjalanan politik (roadshow) ke berbagai tempat. Seperti ke Desa Pematang Jering, Desa Muhajirin, Desa Danau Sarang Elang dan Pijoan. Sedangkan Abdullah Sani (Yai Sani) mengunjungi Desa Teluk Rendah Ilir.
Desa-desa seperti Desa Pematang Jering, Desa Danau Sarang Elang, Desa Muhajirin dan Kelurahan Pijoan termasuk kedalam Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muara Jambi.
Sedangkan Desa Teluk Rendah Ilir termasuk kedalam Kecamatan Tebo Ilir, Kabupaten Tebo.
Membicarakan Pijoan, Pematangn Jering tidak dapat dipisahkan dari wilayah adat Marga Mestong.
Sekedar gambaran, Mestong kemudian dikenal dengan Nama Periai “Mestong Serdadu”. Keturunan dari Kiyai Patih bin Panembahan Bawah Sawo. Bergelar Ngebi SIngo Patih Tambi Yudo. Dengan jabatan Penghulu/Pemangku. Tugasnya memelihara persenjataan.
Marga Mestong terdiri dari Lubuk Kuari, Pematang Jering, Muara Pijoan, Dusun Sarang Burung, Dusun Sembubuk, Dusun Senaung, Dusun Penyengat Olak, Dusun Rengas Bandung, Dusun Mendalo, Dusun Bertam, Dusun, Pondok Meja, Dusun Penyengat Rendah, Dusun Kenali Besar. Berpusat di Dusun Sungai Duren.
Sedangkan dikenal Pijoan adalah “tempat” tinggal Rajo Pijoan. Pijoan yang kemudian dikenal sebagai Muara Pijoan dulu dikenal Dusun Lubuk Kuari. Sekarang menjadi Kelurahan Pijoan. Sedangkan Muara Pijoan adalah salah satu desa yang termasuk kedalam Kecamatan Jambi Luar Kota.
Disebut sebagai “Pematang Jering” karena diatas pematang dikenal sebagai banyak pohon jering. Pohon jering adalah pohon jengkol. Tanaman tua yang dikenal masyarakat.
Marga Mestong kemudian menjadi Kecamatan Mestong dan Kecamatan Jambi Luar Kota tahun 2001.
Ketika Al Haris mendatangi Lubuk Mandarsyah kemudian disusul oleh Abdullah Sani didalam perjalanan politik (roadshow) maka tempat ini menjadi begitu bermakna.
Menyebut kata “Lubuk Mandarsyah” tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Masyarakat Hukum Adat di dalam Margo Petadjin Ilir (baca Petajin Ilir).
Desa Lubuk Mandarsyah adalah desa tua. Diperkirakan sudah ada sejak tahun 1406 yang ditandai dengan kehidupan di wilayah ini. Dahulu kala, lokasi ini dikenal dengan nama-nama “pengambiran’, kemudian dusun “Sabun” hingga “Pelayang Tebat”.
Mengenal Lubuk Mandarsyah dapat dilekatkan didalam Marga Petajin Ilir. Marga Petajin Ilir terdiri dari Dusun Lubuk Mandarsyah, Dusun Muara Kilis, Dusun Mangupeh, Dusun Rantau Api, Dusun Kunangan. Masing-masing dipimpin oleh seorang Mangku.
Dusun-dusun disekitar Sungai Bengkal yaitu Dusun Sungai Bengkal, Dusun Muara Ketalo, Dusun Teluk Rendah, Dusun Tuo, Dusun Peninjauan, Dusun Kembang Seri. Masing-masing dusun dipimpin seorang Ngebi.
Melihat begitu intens dan aktifnya perjalanan politik (roadshow) Al Haris ke Kecamatan VII Koto dan Kecamatan VII Ilir maka harus dilihat dari begitu pentingnya daerah ini.
Sebagaimana telah disampaikan, sebelum pemekaran Kecamatan VII Koto dan Kecamatan VII Ilir maka wilayah ini dikenal sebagai Marga VII Koto.
Cerita dan tutur Marga VII Koto dikenal di Marga Pemayung Ulu. Menurut tutur dan cerita masyarakat, Puyang masyarakat Marga Pemayung ulu berasal dari Marga VII Koto.
Untuk mematangkan persiapan perjalanan Al Haris, Al Haris kemudian menyempati mampir di Desa Balai Rajo dan Desa Pasir Mayang.
Ditengah masyarakat, nama tempat Balai Rajo dan Pasir Mayang begitu melekat. Sebagai nama tempat dalam ingatan (memorial collective), nama Pasir Mayang dan Balai Raja tidak terpisahkan masyarakat di daerah Tebo (Dulu dikenal sebagai Tebo Ulu).
Menurut penuturan ditengah masyarakat, Pasir Mayang atau Balai Rajo (dalam dialek sehari-hari sering disebut Bale Rajo) dikenal didalam wilayah Adat Marga VII Koto. Marga VII Koto dikenal sebagai tempat berkumpulnya “Debalang Rajo. Tempat untuk berkumpulnya dan menentukan rapat. Berpusat di Sungai Abang.
Membicarakan perjalanan politik (roadshow) Al Haris ke Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari tidak dapat dipungkiri sejarah panjang.
Ditengah masyarakat, istilah Pemayung tidak dapat dilepaskan dari Marga Pemayung ulu dan Marga pemayung Ilir.
Menurut tutur dan cerita ditengah masyarakat, Pemayung adalah “orang yang memayung. Payung digunakan untuk kedatangan Raja dari Jambi ketika mendatangi dusun-dusun yang dilewati Raja. Setiap dusun kemudian mengantarkan Raja dari satu dusun ke dusun lain.
Di Marga Pemayung Ilir kemudian dikenal kata Pemayung berasal “payung” Raja yang dikenal sebagai Pangeran Prabo. “Pemayung” adalah Pemayung rajo. Pusat Marga Pemayung Ilir di Dusun Lubuk Ruso. Lubuk Ruso adalah tempat “guru sembah”.