Tidak dapat dipungkiri, Didalam
setiap rumusan pasal-pasal KUHP maupun tindak pidana, unsur (bestitelen) “barang siapa” merupakan
sebuah kata yang penting didalam melihat kesalahan dan pertanggungjawaban
pidana. Sebagai sebuah kata “barang siapa” maka memerlukan kajian yang cukup
serius dalam asas kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dalam upaya
pembuktian.
Sebagai
contoh pasal 362 KUHP tindak pidana pencurian, adanya kata-kata “barang siapa…”. Sedangkan tindak pidana
diluar KUHP dikenal istilah “setiap
orang…”. Kedua istilah ini baik “barang
siapa” maupun “setiap orang”
mempunyai konotasi yang sama didalam melihat kesalahan dan pertanggungjawaban.
Artinya langsung menunjuk kepada perseorangan seseorang dalam konotasi biologis.
Atau dengan kata lain adalah pertanggungjawaban manusia sebagai person (naturalijk persoon).
Namun
dalam upaya pembuktian, unsur “barang
siapa/setiap orang” tidak serta merta langsung menunjuk kepada perseorangan
(naturalijk persoon). Apabila meninjau
pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang dianggap sebagai
subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang
alami (naturlijkee person). Selain itu, KUHP juga masih menganut asas “sociates
delinquere non potest” dimana badan hukum atau korporasi dianggap tidak
dapat melakukan tindak pidana (walaupun diluar KUHP sudah mengatur tentang
pertanggungjawaban korporasi dan pertanggungjawaban komando)
Menurut teori kesalahan menurut van ECK “Men kan het daderschap uit de
delictsomschrving aflezen “. Artinya “orang
dapat memastikan siapa yang harus dipandang sebagai seorang pelaku dengan
membaca suatu rumusan delik”
Untuk memastikan siapa yang harus
dipandang sebagai seorang dader pada delik material (materiele delicten,
materieel omschreven delicten), sebelumnya orang harus telah dapat
memastikan apakah suatu tindakan itu dapat dipandang sebagai suatu penyebab dan suatu akibat yang
timbul ataupun tidak.
untuk membuktikan apakah terdakwa telah
melakukan perbuatan sebagaimana didalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, maka
harus melihat teori pemidanaan, pertanggungjawaban dan kesalahan dan pembuktian
dimuka persidangan.
Menurut Lamintang, untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke
dalam unsure-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan
sesuatu tindakan manusia, maka dengan tindakan itu seseorang telah melakukan
sesuatu tindakan yang terlarang oleh UU.
Menurut ilmu pengetahuan hokum pidana,
sesuatu tindakan itu dapat merupakan “een doen” atau “een niet doen” atau
dapat merupakan “hal melakukan sesuatu” ataupun “hal tidak melakukan
sesuatu”.
Menurut Prof. SIMONS, “strafbaar
feit” harus dirumuskan karena :
- untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa disitu harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh UU, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;
- agar suatu tindakan itu dapat dihukum maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsure dari delik seperti yang dirumuskan didalam UU;
- setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut UU itu pada hakekatnya merupakan suatu tindakan melawan hokum atau merupakan suatu “onrechtmatige handeling”
Syarat-syarat
pokok dari sesuatu delik itu adalah :
- dipenuhinya semua unsure dari delik seperti yang terdapat didalam rumusan delik;
- dapat dipertanggungjawabkannya si pelaku atas perbuatannya;
- tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja atau tidak disengaja;
- pelaku tersebut dapat dihukum.
Semua
syarat-syarat tersebut oleh Lamintang, disebut “begeleidende omstandigheden”
atau “ vergezellende omstandigheden” atau “keadaan-keadaan penyerta atau keadaan yang menyertai sesuatu tindakan.
Tindak
pidana atau strafbaar feit merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur “perbuatan
atau tindakan yang dapat dipidanakan” dan unsur “pertanggungjawaban
pidana kepada pelakunya”. Sehingga dalam syarat hukuman pidana terhadap
seseorang secara ringkas dapat dikatakan bahwa tidak akan ada hukuman pidana
terhadap seseorang tanpa adanya hal-hal yang secara jelas dapat dianggap
memenuhi syarat atas kedua unsur itu.
Pertanggungjawaban
pidana adalah konsep pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana sebagai
subjek hukum pidana dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya yang memenuhi
syarat-syarat pertanggungjawaban pidana (asas
kesalahan) karena melanggar pasal-pasal tertentu dari aturan pidana yang
mengancam sanksi pidana bagi yang melanggarnya.
Dengan
demikian, maka kita dapat memperhatikan tentang konsep dasar didalam lapangan
hukum pidana, maka ada 3 masalah pokok yaitu perbuatan bagaimanakah yang
dikategorikan sebagai tindak pidana, kesalahan apa yang dapat
dipertanggungjawabkan secara umum, sanksi pidana apa yang pantas dikenakan
kepada terdakwa
Dengna demikian maka unsure “barang siapa/setiap orang” ialah orang yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi
unsure tindak pidana yang dituduhkan terhadap terdakwa. Unsure “barang siapa/setiap orang” tidak dapat ditujukan
kepada diri terdakwa karena menentukan unsure ini tidak cukup dengan
menghubungkan terdakwa sebagai perseorangan sebagaimana manusia pribadi atau
subyek hukum yang diajukan sebagai terdakwa dalam perkara ini, akan tetapi yang
dimaksud setiap orang dalam undang-undang adalah orang yang perbuatannya secara
sah dan meyakinkan terbukti memenuhi semua unsure dari tindak pidana. Jadi
untuk membuktikan unsure “barang siapa/setiap
orang” harus dibuktikan dulu unsure lainnya.
Karenanya unsure “barang siapa/setiap orang” masih tergantung pada
unsure lainnya. Apabila unsure itu telah terpenuhi maka unsure “barang siapa/setiap orang” menunjuk kepada terdakwa,
tetapi sebaliknya apabila unsure-unsur yang lain tidak terpenuhi maka unsure “barang
siapa/setiap orang” tidak terpenuhi
pula.
Dengan demikian dalam praktek yang sering
terjadi dimana unsure “barang siapa/setiap
orang” sebagaimana sering
didalam surat tuntutan maupun dalam putusan hakim langsung menunjuk kepada
terdakwa tanpa melihat teori yang telah disampaikan memang menimbulkan
persoalan hukum.
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 27 Juli 2012
http://www.jambiekspres.co.id/opini/22094-unsur-barang-siapa-dalam-tindak-pidana.html
Advokat, tinggal di
Jambi