30 November 2012

opini musri nauli : MEMBACA AL QUR'AN DARI PERSPEKTIF HUKUM



Entah apa yang menjadi pikiran didalam benak Pemerintah di sebuah Kabupaten Propinsi Jambi. Usulan seperti “Bisa baca Al-qur'an” menjadi wacana untuk dimasukkan menjadi syarat untuk memasuki sekolah Menegah.


Membicarakan Peraturan diberbagai daerah yang berkaitan dengan pembacaan Al- Qur'an memang mengingatkan penulis dengan persoalan yang sama di berbagai daerah. Misalnya Perda Kab. Pesisir Selartan No. 8/2004 tentang Pandai Baca Tilis Al-Qur'an, Perda No. 1 Tahun 2002. Isinya nebyebutkan tentang: (1) Kewajiban membaca Alquran (ngaji) bagi PNS yang akan mengambil SK/Kenaikan pangkat, SK BUpati Dompu Kd.19./HM.00/527/2004, tanggal 8 Mei 2004 tentang Kewajiban Membaca Al-Qur'an oleh seluruh PNS dan Tamu yang menemui Bupati, Perda Kab. Dompu No. 11/2004 tentang Tata Cara Pemilihan Kades (materi muatannya mengatur keharusan calon dan keluarganya bisa membaca Al-Qur'an yang dibuktikan dengan rekomendasi KUA), Perda Kab. Agam No. 5/2005 tentang Pandai baca Tulis Al-Qur'an, Perda Prov. Sumatra barat No. 7/2005 tentang Pandai baca Tulis Al-Qur'an, Perda Kab. Maros No.15/2005 tentang Gerakan Buta Aksara dan pandai Baca Al-Qur'an dalam Wilayah Kabupaten Maros, Perda Prov. Gorontalo No. 22/2005 tentang Wajib Baca Tulis Al-Quran bagi siswa yang beragama Islam, SK Bupati Dompu No. 140/2005 tanggal 25 Juni 2005 tentang Kewajiban Membaca Al-Qur'an bagi PNS Muslim, Perda Kab. Polewali Mandar no. 14/2006 tentang Gerakan Masyarakat Islam Baca Al-Qur'an.

Tanpa mengurangi semangat Pemerintah di berbagai daerah yang prihatin terhadap kemampuan membaca Al-Qur'an dan upaya peningkatan kualitas penduduknya agar bisa membaca Al-Qur'an, pikiran ini sungguh tidak tepat. Secara harfiah harus disadari ada ruang-ruang publik yang menjadi tanggung jawab negara dan ada ruang privat yang menjadi urusan penduduk yang tidak tepat dibebankan oleh Negara.

Didalam ilmu hukum, kita mengenal Kebiasaan, hukum adat, hukum agama dan hukum negara. Kebiasaan hanya berlaku dalam suatu komunitas tertentu. Hukum adat selain berlaku dalam suatu daerah tertentu sudah mempunyai sanksi. Sedangkan hukum agama mengatur tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dalam suatu agama tertentu. Kesemuanya hanya berlaku terhadap komunitas tertentu. Tidak dapat berlaku diluar daripada komunitas yang bersangkutan.

Bandingkan dengan hukum negara yang berlaku tanpa melihat latar belakang seseorang. Hukum negara berlaku secara umum yang telah digariskan melalui berbagai ketentuan negara (seperti UU, maupun peraturan lainnya). Oleh karena itu, maka hukum negara berlaku (ius constitutum).

Sebagai urusan publik, maka negara mengatur berbagai peraturan selain melindungi warga negara, mengurusi berbagai hak-hak yang mendasar seperti pendidikan dan kesehatan dan hak-hak publik lain seperti fasilitas umum, infrastruktur, negara juga harus menjamin berbagai hak-hak yang telah diatur oleh konstitusi. Hak-hak ini harus dijamin sehingga negara menjadi tertib dan rakyat merasakan arti bernegara.

Didalam rumusan konstitusi telah tegas dinyatakan, negara Indonesia bukanlah negara agama. Tapi bukanlah juga negara sekuler. Sehingga dengan melihat rumusan itu, maka negara harus berdiri di atas semua golongan, agama. Negara harus menjamin kebebasan beragama bagi pemeluk agama apapun sehingga dapat menjalankan ibadah dengan baik.

Dengan melihat rumusan itu, maka tidak ada satupun wewenang atau dasar hukum yang dapat memberikan wewenang kepada Negara untuk mengatur kehidupan beragama bagi penduduknya. Tidak ada satupun kekuasaan yang dapat mengatur apalagi memberikan sanksi kepada penduduknya yang berkaitan dengan kebebasan beragama.

Dan merujuk kepada ilmu hukum, maka ketentuan agama yang berlaku dalam suatu komunitas tertentu tidak dapat diterapkan oleh negara. Negara kemudian berpihak kepada suatu agama tertentu yang tentu saja melanggar prinsip bernegara.

Dari sudut pandang inilah, kemudian penulis meyakini bahwa Pemerintah daerah telah “kebablasan” didalam mengurusi urusan privat yang tidak boleh “diintervensi” oleh negara. Selain menyesatkan justru akan kontraproduktif dengan fungsi negara yang bertugas melindungi rakyatnya dan berdiri diatas semua lapisan termasuk agama.