Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan

12 Oktober 2025

opini musri nauli : Potensi yang Tersembunyi: Esensi Sejati Seorang Pemimpin

 


Setiap insan adalah harta karun. Jauh di dalam diri kita, terpendam mutiara potensi yang menunggu untuk ditemukan dan diasah. Seringkali, harta karun ini tersembunyi di balik rasa minder, ketidakpastian, atau bahkan ketidaksadaran akan kemampuan diri sendiri. Begitu banyak orang yang hidup dengan "rem tangan" terpasang, tanpa menyadari kekuatan luar biasa yang mereka miliki.


Di sinilah peran sejati seorang pemimpin hadir. Seorang pemimpin bukanlah sekadar figur yang memimpin sebuah tim atau organisasi, melainkan seorang pemburu potensi. Dengan mata yang tajam dan hati yang peka, ia mampu melihat kilau yang tersembunyi dalam diri setiap anggota timnya. Ia melihat bukan hanya apa yang ada, tetapi juga apa yang bisa mereka capai.


Seorang pemimpin sejati tidak akan membiarkan potensi itu terkubur. Ia akan menciptakan lingkungan yang subur untuk pertumbuhan. Ia memberikan kesempatan, bukan sebagai hadiah, melainkan sebagai lahan uji coba. Ia memberikan waktu untuk bereksperimen, gagal, dan bangkit kembali. Ia menguji batasan, mendorong setiap individu untuk melampaui zona nyaman mereka, dan menemukan kekuatan yang tidak pernah mereka bayangkan.

23 September 2025

opini musri nauli : Zenzi Yang Kukenal (4)


Akupun sendiri kurang ingat kapan aku mulai mengenal Zenzi Suhadi (Zenzi). Namun kebetulan ada dokumen yang mengingatkanku. Waktu menghadiri KNLH 2007. Kebetulan aku masih Dewan Daerah Walhi Jambi. Sedangkan Zenzi menjadi Direktur Walhi Bengkulu. 



Kamipun mendemo KPK. Dan langsung diterima 5 Komisioner. Sebuah pertemuan yang sangat jarang ditemui seluruh komisioner. 


Namun yang mendekatkanku justru ketika dua orang staf Walhi Bengkulu ditangkap. Bersama-sama dengan masyarakat yang menolak Sawit. 


Kuingat betul.  “Bang, ke Bengkulu, yo.. Kawan-kawan ditangkap”, kata suara di ujung telephone. 

18 September 2025

opini musri nauli : Negara Telik Sandi

 


Akhir-akhir ini berbagai kegiatan negara seperti pemantauan rekening pasif (rekening nganggur), tanah nganggur (tanah pasif) dan royalti benar-benar membuat resah rakyat Indonesia. Berbagai kegiatan negara dengan “memata-matai” rakyat benar-benar diluar nalar. 


Berbagai regulasi memang memberikan ruang untuk pemantauan rekening pasif.  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki kebijakan untuk menghentikan sementara transaksi pada rekening pasif (dormant). Rekening ini adalah rekening yang tidak aktif selama jangka waktu tertentu. biasanya 3-12 bulan

opini musri nauli : Reformasi yang Dibajak: Saat Janji Tumbuh, Korupsi Berbuah

 

Kita adalah saksi sejarah. Generasi yang melihat bagaimana semangat reformasi membakar jalanan, mengikis tembok otoritarianisme, dan menjatuhkan rezim yang telah berkuasa puluhan tahun. 

Di bawah terik matahari 1998, kita berteriak menuntut keadilan, demokrasi, dan pemberantasan KKN—korupsi, kolusi, dan nepotisme. Janji itu begitu megah, begitu suci, seolah fajar baru akan terbit bagi bangsa ini.

Lebih dari dua dekade berlalu, fajar itu belum juga terbit sepenuhnya. Mungkin, fajar itu justru dibajak di tengah jalan.

Jika kita melihat data, ada yang bisa dibanggakan. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, yang sempat menyentuh angka terendah 17 pada tahun 1999, perlahan merangkak naik dan mencapai puncaknya di angka 40 pada tahun 2019. Meskipun sempat turun, IPK kembali naik menjadi 37 pada tahun 2024. 

Peningkatan ini menunjukkan adanya upaya pemberantasan korupsi yang membuahkan hasil. Setidaknya di atas kertas.

15 September 2025

opini musri nauli : Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas:

 

Pada 11 September 2025, terjadi insiden di mana jurnalis dihalangi saat meliput kunjungan kerja (kunker) Komisi III DPR RI di Polda Jambi. 


Insiden ini terjadi saat para jurnalis berusaha merekam wawancara antara anggota DPR RI dan Kapolda Jambi. Anggota polisi tersebut secara paksa mendorong dan memblokir kamera mereka. 


Menanggapi insiden ini, Kapolda Jambi, Irjen Pol. Albertus Rachmad Wibowo, meminta maaf dan berjanji akan menindaklanjuti kejadian tersebut. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara Polri dan media serta akan mengedukasi anggotanya tentang peran media massa.


Didalam konstitusi UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan, hak mendapatkan informasi adalah esensi yang termasuk kedalam Hak Asasi Manusia. Dan dijamin oleh konstitusi. 


Didalam  Pasal 28F UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Hak ini mencakup kebebasan untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.


Hak atas informasi tidak berdiri sendiri; ia menjadi pendukung utama bagi pelaksanaan hak-hak lain, seperti kebebasan berpendapat dan partisipasi publik. Pendapat yang berkualitas dan kritis hanya bisa dibentuk jika seseorang memiliki akses terhadap informasi yang valid. 


Warga negara tidak dapat berpartisipasi secara efektif dalam proses pemerintahan, seperti pengawasan kebijakan atau pemilihan umum, tanpa adanya informasi yang transparan dari pemerintah. Pers berfungsi sebagai jembatan utama untuk menyalurkan informasi ini kepada publik.


Tindakan menghalangi jurnalis saat meliput merupakan pelanggaran serius terhadap

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 


Pasal 4 UU Pers secara eksplisit menjamin kebebasan pers sebagai hak asasi warga negara, dan menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugasnya dapat dijerat dengan hukuman pidana. 


Kejadian ini juga menunjukkan adanya ketidakpahaman atau kurangnya edukasi di kalangan aparat kepolisian mengenai peran media. Jurnalis bertugas untuk menyampaikan informasi kepada publik, dan liputan mengenai kunker DPR RI adalah bagian dari fungsi kontrol sosial yang diemban oleh media.


Sudah saatnya menempatkan pers sebagai pilar demokrasi dengan menghormati pers menjalankan tugasnya harus dilekatkan didalam praktek di Tengah lapangan. 


Untuk kedepan maka diperlukan berbagai upaya . 1. Edukasi dan Pelatihan Rutin: Pihak kepolisian perlu mengadakan edukasi dan pelatihan rutin bagi anggotanya mengenai peran penting media dan hak-hak jurnalis sesuai dengan UUD 1945 dan UU Pers.


2. Peningkatan Sinergi dan Komunikasi: Sinergi antara Polri dan media sangatlah krusial. Peningkatan komunikasi dan pemahaman bersama antara kedua pihak dapat mencegah kejadian serupa di masa depan dan membangun kepercayaan publik.


3. Standar Operasional Prosedur (SOP) yang Jelas: Dibutuhkan SOP yang jelas dan mudah dipahami mengenai interaksi antara aparat keamanan dan jurnalis, terutama saat meliput acara publik untuk menghindari salah paham dan insiden di lapangan


4. Sanksi Tegas: Komitmen pimpinan Polri harus dibarengi dengan tindakan nyata seperti pemberian sanksi tegas bagi anggota yang melanggar hak-hak jurnalis untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas di masa depan.





09 September 2025

opini musri nauli : Korupsi dan Orang Baik

 


Kasus korupsi yang melibatkan "orang baik" sering kali menimbulkan keterkejutan publik karena fenomena ini melibatkan berbagai bias kognitif dan sesat pikir. Dokumen "Sesat Pikir Kasus Korupsi" menganalisis fenomena ini dan bentuk-bentuk penyangkalan korupsi yang umum terjadi.


Mengapa Publik Terkejut Ketika "Orang Baik" Korupsi?


Keterkejutan publik saat figur yang dikenal sebagai "orang baik" terjerat korupsi adalah fenomena kompleks yang berakar pada disonansi kognitif dan sesat pikir. Publik terkejut karena sudah memiliki stigma positif terhadap individu tersebut, sehingga fakta bahwa mereka melakukan tindakan amoral seperti korupsi sangat bertentangan dengan pandangan yang sudah terbentuk. Stigma "orang baik" ini biasanya melekat pada individu yang memiliki integritas, rekam jejak bersih, dan citra publik yang positif, seperti aktivis atau pemimpin agama.


Keterkejutan ini dapat dianalisis melalui beberapa sudut pandang seperti  Disonansi Kognitif, Persepsi dan Stigma,  Sistem Kepercayaan dan Fundamental Attribution Error

04 September 2025

Demonstrasi: Hak dan Waktu


Demonstrasi atau unjuk rasa adalah salah satu bentuk ekspresi kebebasan berpendapat yang fundamental dalam negara demokrasi. 

Di Indonesia hak ini dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Namun pelaksanaannya diatur oleh undang-undang untuk menjaga ketertiban dan keamanan publik. 

Demonstrasi adalah Hak yang Dijamin Konstitusi

Demonstrasi adalah hak konstitusional setiap warga negara. Hak ini secara eksplisit dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Ketentuan ini menegaskan kebebasan berekspresi termasuk melalui unjuk rasa, adalah hak asasi yang tak dapat dicabut.

Jaminan konstitusional ini berfungsi sebagai landasan hukum utama yang memastikan negara tidak dapat secara sewenang-wenang melarang atau membatasi unjuk rasa. 

Tujuan dari jaminan ini adalah untuk membuka ruang bagi masyarakat sipil untuk mengkritik kebijakan pemerintah, menyuarakan aspirasi, dan berpartisipasi dalam proses politik.

Cara Membaca Protes: Ketika Negara Gagal Memahami Suara Rakyat


Akhir-akhir ini berbagai demonstrasi di Indonesia sering kali berakhir dengan kericuhan. Pemandangan ini seolah menjadi bukti negara gagal memahami esensi dari sebuah protes. 


Alih-alih mendengarkan suara yang disampaikan, protes-protes tersebut justru sering kali berakhir dengan tuduhan, tindakan represif, dan bahkan kekerasan. 


Kejengkelan yang Telah Lama Terpendam 


Kericuhan yang terjadi bukanlah fenomena instan, melainkan akumulasi dari kejengkelan rakyat yang telah lama terpendam.


Pemicunya beragam, terutama yang berkaitan dengan beban ekonomi dan kesejahteraan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan realitas yang sulit bagi masyarakat. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia, misalnya, masih menjadi isu besar. Pada Februari 2024, BPS mencatat jumlah pengangguran terbuka mencapai sekitar 7.200.000 orang. Angka ini menggambarkan betapa sulitnya mencari pekerjaan, sementara peluang kerja terasa semakin sempit, terutama bagi angkatan muda. 


Sikap Elit yang Jauh dari Empati 


Di tengah kesulitan ini, masyarakat berharap adanya empati dan simpati dari para petinggi negara. Namun, respons yang ditunjukkan justru sering kali sebaliknya. 


Banyak pejabat yang justru menunjukkan sikap angkuh, seolah tidak tersentuh oleh penderitaan rakyat. 


Pernyataan-pernyataan yang meremehkan, bahkan menyalahkan, menambah luka di hati masyarakat. Alih-alih menjadi pelayan publik, mereka justru terlihat sebagai penguasa yang sibuk menjaga citra dan kekuasaan. 


Sikap abai ini semakin diperparah dengan berbagai kebijakan atau tindakan yang justru dianggap "meneror" rakyat kecil. Contoh yang paling nyata adalah praktik "dipalak" dengan dalih royalti musik, di mana seniman atau musisi jalanan diancam atau diminta membayar sejumlah uang secara sepihak. 

01 September 2025

opini musri nauli : Kritik terhadap Prioritas Negara

 



Slogan "hapus live tiktok bisa. Tapi hapus situs judol tidak bisa" adalah bentuk kritik sosial yang tajam, bukan sekadar perbandingan sederhana.


Slogan ini menggunakan sarkasme untuk menyoroti apa yang dianggap sebagai ketidakmampuan atau ketidakseriusan pemerintah dalam menangani masalah yang lebih besar dan merusak.


Pemberantasan yang mudah: "Hapus live TikTok bisa" mengacu pada cepatnya respons terhadap isu-isu yang dianggap sebagai masalah moral atau sosial yang relatif kecil dan mudah dijangkau, seperti konten di platform media sosial.


Pemberantasan yang sulit: "Tapi hapus situs judol tidak bisa" menyoroti kegagalan atau lambatnya penanganan terhadap kejahatan terorganisir yang jauh lebih merusak secara finansial dan sosial, yaitu judi online.

30 Agustus 2025

opini musri nauli : Amok Massa

 


Aksi massa, yang seringkali dipicu oleh kemarahan dan ketidakpuasan, dapat dianalisis menggunakan teori amok massa.


Konsep ini, yang secara etimologis berasal dari bahasa Melayu "amok", menggambarkan fenomena dimana individu atau kelompok tiba-tiba kehilangan kendali diri dan melakukan tindakan kekerasan secara acak.


Dalam konteks sosial yang lebih luas, amok massa dapat dipahami sebagai ledakan kemarahan kolektif yang dipicu oleh akumulasi frustrasi dan ketidakadilan.


Aspek Teori Amok Massa

21 Agustus 2025

opini musri nauli : Korupsi di Pilar Moral Bangsa

 


Ironi di Sektor Pendidikan dan Agama Korupsi di Indonesia telah menjadi masalah yang mengakar dan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 


Yang lebih memilukan, fenomena ini kini merambah ke dua sektor yang seharusnya menjadi penjaga moral dan etika bangsa: pendidikan dan agama. 


Kedua sektor ini seharusnya menjadi benteng terakhir yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keadilan, namun sayangnya, juga tak luput dari praktik-praktik tercela. 

Sebuah ironi yang memilukan. 


Pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter generasi muda, serta agama, yang seharusnya menjadi pedoman moral dan spiritual, justru menjadi ladang subur bagi tindak pidana korupsi. 

19 Agustus 2025

opini musri nauli : Zakat vs. Pajak




Akhir-akhir ini tema Zakat dan Pajak menghiasi wacana publik. Wacana ini kemudian memantik polemik. 


Seorang tokoh nasional yang mempunyai jabatan strategis entah mengapa mempunyai pemikiran menyamakan zakat dan pajak. 


Wacana ini kemudian menarik. Mari kita telusuri untuk melihat esensi dari zakat dan pajak. 


Meskipun sama-sama merupakan pungutan wajib yang bertujuan untuk kesejahteraan, zakat dan pajak memiliki perbedaan mendasar yang signifikan. Zakat adalah perintah agama.  Sementara pajak adalah kewajiban sipil. Memahami perbedaan keduanya penting untuk melihat peran masing-masing dalam kehidupan sosial dan ekonomi.


Istilah zakat dikenal di kalangan umat islam. Zakat bersumber dari wahyu Ilahi (Al-Qur'an dan As-Sunnah), menjadikannya sebuah ibadah yang memiliki dimensi spiritual. Kewajiban zakat bersifat tetap, abadi dan tidak bisa diubah oleh otoritas manusia. Dengan demikian maka zakat tidak diwajibkan diluar dari penduduk beragama Islam. 

16 Agustus 2025

opini musri nauli : Malam Kemerdekaan: Api dan Logika di Jalan Pegangsaan Timur

 

15 Agustus 1945. Di sebuah ruangan di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, nyala lampu minyak yang berkedip-kedip menyoroti wajah-wajah tegang para tokoh bangsa. Malam itu, berita menyerahnya Jepang telah menyebar, menciptakan kekosongan kekuasaan yang terasa mencekik. Pertanyaan krusial itu mengambang di udara: kapan dan bagaimana kita merdeka?

Sutan Sjahrir, seorang idealis muda dengan pandangan tajam, berdiri. Matanya memancarkan api revolusi. 

"Bung Karno, Bung Hatta! Kita tidak punya waktu! Jepang sudah menyerah. Kekuasaan itu kosong! Jika kita tidak segera mengisi kekosongan ini dengan proklamasi, Sekutu akan datang dan kemerdekaan kita akan dianggap sebagai hadiah dari mereka! Sejarah tidak akan mengampuni kita jika kita menyia-nyiakan momen ini!" suaranya bergetar penuh semangat.

Agus Salim, dengan janggut putihnya yang agung, menjawab dengan tenang. Ia mewakili kearifan yang mendalam. 

"Sjahrir, keberanian memang penting, tetapi kita tidak boleh gegabah. Kemerdekaan ini harus diakui dunia. Jika kita terburu-buru, kita akan terlihat seperti anak kecil yang mencuri mainan. Kita harus menggunakan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai alat diplomasi, sebagai jembatan untuk pengakuan internasional. Tanpa itu, kita hanya akan memancing perlawanan dari Sekutu yang lebih besar."

Kemudian, Tan Malaka bangkit. Ia adalah perwakilan dari golongan radikal. Dengan pandangan mata yang tajam dan sikap yang militan, ia menatap langsung ke arah Soekarno. 

opini musri nauli : Melindungi Data Pribadi di Era Digital


Di tengah berbagai isu yang meresahkan masyarakat mulai dari pemblokiran rekening, kenaikan pajak yang memberatkan, hingga sengketa tanah dengan negara satu topik lain muncul ke permukaan dan memicu kekhawatiran.  Privasi dan kedaulatan data pribadi penduduk Indonesia. 


Ditengah gencarnya digitalisasi, ada pertanyaan besar yang menggantung di benak banyak orang. Apakah data pribadi kita bisa diserahkan begitu saja kepada negara lain?


Entah dengan dalih kerja sama perdagangan atau alasan strategis lainnya, isu transfer data pribadi ini sangat sensitif. Data pribadi bukan lagi sekadar nama atau alamat.  ia adalah representasi digital dari identitas, kebiasaan, dan bahkan aset finansial kita. 

15 Agustus 2025

opini musri nauli : Sesat Pikir Negara "Tanah Milik" dan Warisan Kolonial Belanda


Akhir-akhir ini, pernyataan pejabat penting yang dengan entengnya menyebutkan "Emang mbahmu bisa bikin tanah?". Pernyataan ini muncul saat ia menjelaskan negara memiliki hak untuk mengambil alih tanah yang tidak dimanfaatkan.


Cara pandang ini sekaligus menempatkan “semua tanah adalah milik negara”. Konsep yang masih hinggap di Kepala para pengambil keputusan di negara ini. 


Konsep bahwa "semua tanah adalah milik negara" merupakan sebuah kesesatan berpikir (logical fallacy) yang masih sering ditemui di Indonesia. Pemikiran ini sering kali berasal dari warisan kolonial Belanda, terutama doktrin Domeinverklaring.


Domeinverklaring (Pernyataan Domein) adalah sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Intinya doktrin ini menyatakan semua tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya oleh pihak lain (baik individu maupun badan hukum) dianggap sebagai "tanah domein" atau milik negara. 

14 Agustus 2025

opini musri nauli : Kekuatan Rakyat - "Vox Populi, Vox Dei" di Rembang, Rempang dan Pati”

Pekikan "Vox populi, vox dei"—suara rakyat adalah suara Tuhan—bukanlah sekadar ungkapan kosong. Di Indonesia ungkapan ini menjadi landasan kuat dalam demokrasi. Menunjukkan aspirasi dan kehendak rakyat memiliki bobot moral dan politik yang tak terbantahkan. 


Namun dalam praktiknya ungkapan ini sering kali diuji dan ditantang. Tiga kasus di berbagai daerah—Rembang, Rempang dan Pati—menjadi contoh nyata bagaimana kekuatan rakyat berhadapan dengan kebijakan pemerintah dan kepentingan korporasi.


Rembang -  Pertarungan Keadilan Lingkungan