12 Januari 2020

MELANCONG




Yang saya kagumi dari tempat-tempat melancong adalah kreasi dan daya cipta untuk menjadi tempat yang dikunjungi.

Terlepas dari “proposal” dari sang Bungsu, tempat-tempat yang dikunjungi adalah “buah” dari “konsep” yang dari alam pemikiran, perenungan, desain konsep yang kemudian diwujudkan dalam sebuah karya seni. Karya yang mengagumkan.

Yang paling dikagumi, justru dari bahan-bahan yang ada disekitarnya, bahan yang luput dari pemantauan, bahan yang mudah didapatkan, murah namun menghasilkan karya seni yang begitu memukau.

Teringat dari cerita sang sahabat. Hanya bangsa yang maju yang bisa menghasilkan karya-karya seni yang bermutu. Karya yang memukau. Karya yang kemudian menyentak dan menyadarkan kita. Ternyata manusia adalah makhluk yang diberi “Seni keindahan” dari sang pencipta

Bangsa yang besar justru yang tidak “silau” dengan identitas semata. Bangsa yang sudah selesai “urusan perut”. Bangsa yang tidak lagi memikirkan dirinya sendiri.

Persia, Mesir, Tiongkok, India dan Indonesia adalah “daya Tarik” dari bangsa-bangsa dunia untuk mengagumi keindahan karya-karya seninya.

Namun hanya di Indonesialah, semua peradaban dunia lengkap dihadirkan. Meminjam istilah teman saya arkeologi muda yang “sambleng”, nekat, gila kemudian memantapkan saya.   Jambi adalah “ornament” pusat peradaban dunia. Dari zaman megalitikum yang ditandai di Kerinci, Serampas, Sungai Tenang dan Dusun Tuo hingga pusat peradaban Islam.

Saya kemudian memilih Jambi untuk “dahaga intelektual” saya”, katanya sembari menghirup kopi disudut depan kampus UNJA Mendalo.

Oya, selain mengunjungi tempat-tempat yang disebutkan didalam “proposal” si Bungsu, “bonus” yang saya terima adalah kegembiraan si bungsu.

Baru kali ini Dedek senang”, yah”, katanya sembari mengirimkan photo.

Strategi cara “Melayu Jambi” mengucapkan terima kasih. 
-->