Tampilkan postingan dengan label seloko. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label seloko. Tampilkan semua postingan

21 Oktober 2024

opini musri nauli : Sungai Nibung - Jejak Melayu di Kalbar

 


Ketika melihat nama Sungai Nibung, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat maka kemudian teringat nama tempat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. 


Ya. Nama Nibung Putih dikenal sebagai nama Desa didalam Kecamatan Muara Sabak Barat, Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. 


Nibung sebagai nama flora sebagai tanda-tanda flora yang tumbuh (Biodiversity) yang dikenal di daerah gambut dan Mangrove. Fungsinya sebagai cukup banyak. Menurut masyarakat yang mengenal nibung maka batangnya dapat digunakan untuk membuat atap. Belum lagi sebagai bahan bangunan untuk tiang yang terbukti handal dari air Pasang yang sering mengandung garam. 

15 Juli 2024

opini musri nauli : Tindih Galang

 


Didalam percakapan sehari-hari, saya tertarik dengan sebuah istilah. Tindih Galang. 


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata tindih diartikan dengan impit. Sedangkan arti kata galang adalah barang yang dipasang melintang (seperti bantal, penyangga, ganjal, landasan dari kayu, balok). Arti galang dapat diartikan sebuah kayu yang digunakan sebagai  penunjang atau penopang supaya tinggi atau supaya tidak rebah. Kata galang dapat juga dipadankan dengan arti kalang”. Yang kemudian dapat diartikan sebagai halang. 


Sehingga kata galang adalah sebuah kayu yang digunakan untuk penunjang/penopang. Galang juga dapat diartikan sebagai halang yang berasal dari kayu. 

06 Juli 2024

opini musri nauli : Cara pandang Isu Tambang

 


Akhir-akhir ini tema tambang  menarik perhatian publik. Pemerintahan Jokowi-Makruf kemudian mengagendakan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan. Kemudian dikenal IUP Tambang. 


Sikap ini kemudian dilakukan dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


Diskusi kemudian memantik polemik. Berbagai alasan kemudian diantaranya eksploitasi itu telah menyebabkan kerusakan lingkungan hingga pemanasan bumi yang tak terbendung dan harus diatasi, mendorong mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai prinsip berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup dan memiliki keterbatasan dalam pengelolaan IUP. 

13 Juni 2024

opini musri nauli : Kamu, Kami dan Kita

 

Kamu, Kami dan Kita

Musri Nauli 


Menurut kamus besar bahasa Indonesia (online), kata kamu dapat diartikan sebagai orang yang diajak bicara. Dapat juga diartikan yang disapa dalam ragam akrab. Diletakkan didalam konteks orang sebaya atau dibawahnya. Dan dimaknai lebih dari satu orang. Perbandingan untuk satu orang yang dikenal “kau”. Dari kata dasar “engkau”. 


Kata Kami dapat diartikan yang berbicara bersama dengan orang lain. Dapat juga dimaknai tidak termasuk yang diajak berbicara. Dan yang ditujukan lebih satu orang. Sebagai sandingan kata “saya”. 


Sedangkan kata kita diletakkan sebagai kata jamak yang diajak berbicara Bersama dengan orang lain. Dan juga diletakkan yang kemudian digabungkan menjadi bersama-sama. 


Demikianlah esensi dari makna kata kamu, kami dan kita didalam Kamus besar bahasa Indonesia. 


Lalu bagaimana penggunaan kata “kamu”, “kami” dan kita didalam pembicaraan sehari-hari masyarakat Melayu Jambi. 


Penggunakan kata “kamu” adalah tuturan yang paling sopan ditujukan kepada orang yang dihormati, orang yang berusia diatasnya ataupun orang yang terpandang.


Justru kata “kamu’ menunjukkan derajat penghormatan dari penutur kepada lawan bicara. Sehingga didalam forum-forum resmi sekalipun, penggunaan kata kamu menunjukkan rasa hormat dari sang penutur. 


Tentu saja apabila orang yang tidak memahami penggunaan kata kamu didalam pembicaraan sehar-hari masyarakat Melayu Jambi justru menunjukkan kehebohan. 


Berbagai interaksi maupun didalam berbagai pertemuan, seringkali “seseorang” membisikkan kepada saya, ketika sang penutur mengucapkan kata “kamu” kepada saya. Padahal sang penutur usianya jauh dibawah saya. 


“Apakah tidak sopan mengucapkan kata kamu ?“, sang penanya heran. Sekaligus menunjukkan protes dan ketidaksukaan. 


Sayapun kemudian tersenyum. “Justru ketika dia menyebutkan saya dengan ujaran “kamu” menunjukkan rasa penghormatan kepada saya. 


Tentu saja penggunaan kata “kamu” akan menimbulkan problema budaya di masyarakat yang belum memahami pembicaraan sehari-hari masyarakat Melayu Jambi. 


Sedangkan kata “kami” adalah pengungkapan kata “aku” atau “saya”. Namun menunjukkan sang penutur mengucapkan dengan kata sopan. 


Kata kami sebagai pengganti kata “aku” atau “saya” menempatkan rasa hormat dari sang penutur dihadapan lawan bicaranya. 


Sehingga kata “kami” bukan menunjukkan lebih satu orang. Sebagaimana makna didalam bahasa Indonesia. 


Saya teringat ketika seorang mahasiswa didepan penguji Skripsi yang menggunakan kata “kami” sebagai kata Ganti “aku” dan “saya” yang kemudian diprotes oleh sang penguji. 


“Kok Kami. Bilang saja saya !!!”. Bukankah yang mempresentasikan hanya satu orang. Tanya sang penguji heran. Sekaligus menunjukkan penggunaan kata Ganti yang tidak tepat. 


Saya kemudian memahami sang penguji justru tidak paham. Penggunaan kata “kami” dari sang mahasiswa yang sedang presentasi, menunjukkan rasa hormat didalam forum. 


Begitu juga penggunaan kata “kita” dari sang penutur. Kata “kita” sama sekali tidak dapat mewakili seluruh lawan bicara. Namun justru menunjukkan “kebersamaan” didalam masyarakat Melayu Jambi. 


Penggunaan kata “kita” justru bertujuan agar sang penutur kemudian mengajak seluruh yang terlibat pembicaraan agar menjadi bagian dari pembicaraan. 


Dengan demikian maka kata “kamu”, kata “kami” dan kata “kita harus diletakkan dari cara berfikir masyarakat Melayu Jambi didalam bertutur. 


Kata “kamu”, kata “kami” dan kata “kita tidak dapat dimaknai (harfiah/letterlijk) menurut kamus Besar Bahasa Indonesia. 


Bukankah seloko Jambi sering menyebutkan “lain ladang lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya”. 




07 Januari 2024

opini musri nauli : Kepak Rambai hulubalang

 


Ketika mendapatkan tugas untuk memfasilitasi Pertemuan Tim Restorasi Gambut Kabupaten Pulang Pisau (TRG Kab Pulang Pisau), seketika saya kemudian teringat model pengelolaan gambut oleh masyarakat Dayak. 


Sebelumnya disebutkan nama kabupaten sebagai Pulang Pisau menarik perhatian. Sempat terpikir dan salah menyebutkan nama dengan Pulau Pisang. Sedikit mengganggu Namun justru itulah keunikan. 


Menurut cerita ditengah masyarakat, disebutkan sebagai Pulang Pisau berasal dari kata Pisau. Nah, gagang Pisau biasa dikenal sebagai pulang. Sehingga kata Pulang Pisau dapat diartikan sebagai gagang dari pisau. 


Menurut data dari berbagai sumber disebutkan, di Kalimantan Tengah terdapat empat suku besar. Seperti suku Dayak yaitu suku Dayak Ngaju, Dayak Ma’anyan, Dayak Lawangan dan Dayak Dusun. Sisanya, ada banyak suku-suku kecil. 

13 Desember 2023

opini musri nauli : Belajar dari Masyarakat Gambut

 


Lega rasanya ketika teman-teman Tenaga teknis (fasilitator Desa) BRGM Jambi telah menyelesaikan Peraturan Desa dan Peraturan Adat. Salah satu mandat yang dibebankan kepada Fasdes. Walaupun kelurahan yang tidak berwenang untuk mengatur Peraturan Desa dan membuat peraturan Desa, namun dengan adanya Peraturan Adat merupakan salah satu keunikkan sekaligus daya kreativitas Fasdes untuk mengisi kekosongan hukum. 


Diantaranya Peraturan Desa Sungai Aur (Muara Jambi), Peraturan Desa Marga Rukun (Tanjabbar) dan Peraturan Adat Kelurahan Teluk Dawan (Tanjabtim). Ketiganya mewakili kabupaten yang termasuk kedalam wilayah ilir Jambi yang dikenal sebagai daerah gambut. 

07 Desember 2023

opini musri nauli : Datuk Gedang

 

Nama datuk juga sering juga dilekatkan untuk panggilan hewan seperti Harimau  dan Gajah. Panggilan Harimau sangat ditabukan. Sehingga harimau lebih sering dipanggil dengan “Datuk belang”. Dan untuk Gajah sering disebutkan “datuk Gedang”. 


Istilah Datuk Gedang juga ditemukan didalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 8 Tahun 2022  Tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Hidupan Liar Datuk Gedang Di Bentang Alam Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo (Pergub No 8 Tahun 2022). 


Pasal 1 angka 7 Pergub No 8 Tahun 2022 menyebutkan Datuk Gedang adalah penyebutan nama berdasarkan kearifan lokal masyarakat setempat terhadap Gajah. 


Pasal 2 ayat ((1) Peraturan Gubernur ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman Pemerintah Daerah dalam:  a. penyelenggaraan Pengelolaan KEE Datuk Gedang secara sistematis dan terpadu; dan  b. meningkatkan upaya perlindungan Bentang Alam yang memiliki arti penting dalam pelestarian fungsi flora dan fauna serta nilai sejarah dan budaya. 


Sedangkan Ayat (2) Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk menjadi panduan dalam Pengelolaan KEE Datuk Gedang yang dilaksanakan oleh Para Pihak secara terpadu. Pasal 9 kemudian Gubernur menetapkan Kawasan Ekosistem Esensial Datuk Gedang. 

30 November 2023

PANDANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAMBI DIDALAM MENCEGAH KEBAKARAN - (Studi Komparasi Pengetahuan Masyarakat – Political Will)

 Akibat kebakaran, kami yang paling merasokan 

(M. Dong, Kepala Desa Pematang Rahim, 4 Oktober 2023)


Demikian pernyataan sekaligus refleksi dari Kepala Desa Pematang Rahim, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi ketika penulis melihat bagaimana pandangan masyarakat setelah tahun ini tidak terjadi lagi kebakaran yang massif. 


Masih segar didalam ingatan. Selama tiga bulan ditutupi asap. Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra satelit, terdapat sebaran kebakaran 52.985 hektar di Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar. Indeks mutu lingkungan hidup kemudian tinggal 27%. Instrumen untuk mengukur mutu lingkungan Hidup dilihat dari “daya dukung” dan “daya tampung”, Instrumen Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, penggunaan “scientific” dan pengetahuan local masyarakat memandang lingkungan hidup.


Kebakaran kemudian menyebabkan asap pekat. Menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) terutama CO2, N2O, dan CH4 yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. NASA memperkirakan 600 juta ton gas rumah kaca telah dilepas akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun ini. Jumlah itu kurang lebih setara dengan emisi tahunan gas yang dilepas Jerman.


25,6 juta orang terpapar asap dan mengakibatkan 324.152 jiwa yang menderita ISPA dan pernafasan lain akibat asap. Indeks standar pencemaran udara (ISPU) melampaui batas berbahaya. Bahkan hingga enam kali lipat seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. 12 orang anak-anak meninggal dunia akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan. 4 balita di Kalteng, 3 orang di Jambi, 1 orang di Kalbar, 3 di Riau dan 1 orang di Sumsel.

28 November 2023

opini musri nauli : Nasi putih air jernih

 


Ditengah-tengah masyarakat Melayu Jambi dikenal Seloko “nasi putih. Air Jernih”. Ada juga yang menyebutkan “nasi putih. Air Putih”. 


Secara sekilas kata dan makna “nasi putih” dan “Air putih” menggambarkan nasi putih didalam tradisi “mutih”. Tradisi yang hanya makan nasi putih. Menghindarkan pantangan makanan selain nasi. 


Lalu apa arti kata dan makna “air putih” atau “air Jernih” ? Apakah hanya sekedar “Air putih” atau “air Jernih” yang hanya boleh diminum semata-mata adanya pantangan minum air selain air putih. 


Sebagai seloko, kadangkala kebenaran tidak dapat ditafsirkan semata-mata hanya bersandarkan kepada arti kata dan makna semata dengan hanya berusaha menafsirkan arti kata dan makna bersandarkan “nasi putih. Air Jernih”. 


Apabila hanya berusaha untuk menafsirkan arti dan makna “nasi putih. Air Jernih” maka justru sama sekali tidak mendapatkan gambaran utuh. 


Begitu agungnya Seloko maka kebenaran yang terkandung didalam “nasi putih. Air Jernih” adalah memahami kebenaran dibalik simbol. Seloko tidak bisa menafsirkan bait per bait (tafsiran letterlijk) dengan memahami semata dari kata “nasi putih. Air Jernih”. 

30 Oktober 2023

opini musri nauli : Khianat Menurut Masyarakat Melayu Jambi

 


Ditengah-tengah masyarakat Melayu Jambi, sikap khianat terhadap kebersamaan sering diungkapkan didalam Seloko. 


Seperti “Janganlah Telunjuk lurus, kelingking bekait” artinya janganlah lain di kata lain di hati, “Jangan menggunting kain dalam lipatan”, “menohok kawan seiring” artinya jangan menghianati kawan sendiri. “Hendaknyo tibo nampak muko, balik nampak punggung” artinya hendaknya datang secara baik-baik, pergi juga secara baik-baik

27 Oktober 2023

opini musri nauli : Cara Membaca Gibran menjadi Cawapres 2024

 


Ditengah-tengah gegap gempita polemik majunya Cawapres 2024 cukup menarik untuk ditelusuri. Ditengah polemik maupun berbagai nuansa demokrasi yang “seakan-akan” setback hingga 20 tahun lalu kemudian menemukan momentum ketika “Putra Presiden” kemudian didorong menjadi Cawapres 2024. Mendampingi Prabowo sebagai Capres 2024. 


Namun yang menarik adalah ketika berbagai pernyataan enteng baik Presiden maupun Walikota Solo itu sendiri. 


Presiden Jokowi dengan enteng menjawab “Mereka sudah dewasa. Orang tua hanya merestui”. Sedangkan Walikota Solo sendiri juga Enteng menjawab “saya membawa diri saya sendiri. Tidak mewakili siapapun”. 

26 Oktober 2023

opini musri nauli : Pemimpin ditengah Masyarakat Melayu

 


Akhir-akhir ini tema Pemilihan Presiden/Wakil Presiden (Pilpres 2024) menarik perhatian publik. Tema ini sengaja dibenturkan dengan kepemimpinan anak muda. 


Sebagian kalangan kemudian menyoroti Putusan MK No 90/2024 yang memberikan “karpet Merah” kepada seorang Anak muda, Walikota Solo yang Masih berusia dibawah 40 tahun (UU Pemilu). Namun kemudian MK membolehkan dengan cara menambahkan klausula Anak kalimat “kecuali” pernah atau sedang menjabat kepala Daerah. 

05 Oktober 2023

opini musri nauli : Persepsi dan Narasi

 

Akhir-akhir ini, pengembaraan pemikiran membaca berbagai literatur baik yang dituliskan didalam buku, makalah ataupun berbagai jurnal, tidak dapat dipungkiri, persepsi didalam melihat obyek penelitian seringkali mengganggu penulis. 


Misalnya penulis yang berlatar belakang dunia hukum yang tertib dan tunduk dengan asas-asas positivisme, hukum tertulis, pembagian hukum perdata/pidana, asas demokrasi kemudian Melihat obyek pengamatan kemudian “dikungkung” oleh pengetahuan dasar. 


Sebagai disiplin ilmu memang tidak salah. Namun ketika latarbelakang pendidikan yang kemudian menjadikan sudut pandang kemudian menilai obyek pengamatan justru terjebak. 


Maka ketika asas demokrasi yang keukeuh Pemimpin harus dipilih kemudian bertentangan dengan paradigma yang kuat ditengah masyarakat yang menganggap pemimpin seperti “Pohon Beringin. Pohon Gedang ditengah dusun. Akarnya kuat tempat besilo. Dahannya kuat tempat begayut”

20 September 2023

opini musri nauli : Ketemu Ruas

 


Ditengah percakapan disela-sela kegiaan mendampingi masyarakat yang tengah behadapan dengan proses hukum di Pengadilah, tiba-tiba mengeluarkan sebuah istilah “ketemu ruas”. 


Seketika sayapun tertawa mendengarkan ucapannya. 


Sebelumnya ketika belum gugatan didaftarkan, sang penyerobot dengan gagah berani mendatangi masyarakat. Sembari menunjukkan keangkuhan dan menyodorkan sehelai surat yang harus ditandatangani. 


Dengan congkak sambil berkata. “Itu tanahku. Kamu tanda tangani saja. Biar saya ganti kerugian tanaman yang tumbuh”. 


Mereka percaya akan dapat menguasai tanah yang akan dimiliki


Namun ketika kemudian gugatan didaftarkan, sang penyerobot yang semula hanya mau mengganti tanaman tumbuh sekarang menawarkan solusi baru. Dia mau membeli seluruh tanah. Tentu saja dengan harga jauh dibawah pasaran. Namun yang pasti sudah jauh dari harga semula. 


Ketika berbagai perkembangan saya sampaikan, maka kemudian keluarlah istilah. “Baru ketemu ruasnya”. Kamipun tertawa. 


Secara sekilas, tentu saja akan sulit memahami bait peristiwa itu dengan hanya mengeluarkan istilah “ketemu ruas”. 


Didalam Kamus besar Bahasa Indonesia, kata ruas diartikan bagian antara buku dan buku atau antara sendi dan sendi pada Jari. Ruas dapat juga diartikan sebagai “bambu” atau tebo. Dalam arti yang lain, ruas dapat juga diartikan bagian antara satu tempat (kota) dan tempat (kota) yang lain (tentang jalan)

19 September 2023

opini musri nauli : Kerajaan Jambi yang Otonom

 


Didalam pengembaraan membaca berbagai dokumen - entah literatur, karya ilmiah, jurnal bahkan makalah-makalah, penulis menemukan penerapan Hukum Adat di Jambi juga  Hukum Adat yang berlaku di Minangkabau. Dengan tentu saja beberapa perubahan, perbedaan dan penyesuaian. 


Bahan ini penulis temukan. Entah berapa banyak yang menuliskannya. Penulis bahkan menemukan hingga 20 tulisan. Bahkan didalam sebuah pertemuan, tanpa ragu-ragu sang pemateri meyakini peserta forum untuk menerima argumentasinya. Sehingga paradigma menempatkan Kerajaan Jambi dibawah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung begitu kuat. 

12 September 2023

opini musri nauli : Bangsa Petarung

 


Akhir-akhir ini, tema Melayu menarik perhatian publik ketika tanah Melayu yang Sudah lama didiami kemudian dicaplok dengan alasan investasi. 


Terlepas dari bagaimana negara memandang investasi, namun membicarakan Melayu tidak dapat dipisahkan dengan sejarah panjang peradaban yang mesti harus dilihat utuh. 


Secara fenomologis, Melayu merupakan sebuah entitas kultural (Malay/Malayness sebagai cultural termn/terminologi kebudayaan). Masyarakat Melayu pada dasarnya dapat dilihat (a) Melayu pra-tradisional, (b) Melayu tradisional, (c) Melayu Modern.