Ayah,
Mengapa kami tidak boleh main diluar rumah !!!
Kalimat
rengekan sekaligus protes disampaikan putraku yang masih duduk di SD.
Dengan sikap muka cemberut dan kesal, dia ogah menerima penjelasanku
tentang asap. Selain bahasa yang harus kugunakan sesederhana mungkin
juga disebabkan “rumitnya” dipahami anak-anak seumur dia untuk
menerima keadaan.
Sikap
protes bisa dipahami. Dia menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik.
Tidak nakal dan “berharap” hari minggu dapat bebas bermain sepeda
atau bermain sepakbola di dekat rumah. Tidak saja “himbauan” dari
ibu agar bermain diluar rumah mengenakan masker. Namun seruan itu
dianggap aneh.