Ketika OTT KPK di Jambi dilakukan
akhir bulan November, public kemudian menunggu langkah dan peristiwa yang akan
terjadi. Setelah penetapan anggota DPRD dan pemimpin elite Pemerintahan
Provinsi Jambi sebagai tersangka, “radar” kemudian diarahkan kepada “siapa
pemberi dana” dan “siapa yang menjadi scenario utama (master minds)”. Berbagai
asumsi termasuk berbagai perkiraan kemudian menjadi daya degup masyarakat
Jambi.
Terlepas dari scenario “sebelum”
tertangkapnya pelaku dari peristiwa OTT KPK, berbagai peristiwa selanjutnya
menarik untuk ditelisik. Dengan melihat berbagai rangkaian kegiatan maka
konstruksi hokum hendak disusun sehingga dapat mengetahui alur peristiwa itu
terjadi.
Dalam kesempatan ini maka saya
kemudian akan membuat simulasi arah OTT KPK dan “menangkap” master minds dari
peristiwa tersebut.
Pertama. Sebagai lembaga yang
mempunyai kemampuan handal didalam membongkar kasus-kasus korupsi, prestasi KPK
dapatlah disejajarkan dalam kisah-kisah film Hollywood. Dengan mengantungi
bukti-bukti yang tidak terbantahkan, KPK menyisir dan membongkar tanpa tersangka
bisa mengelak.
Masih ingat ketika seorang hakim
MK bersumpah menyebut nama Tuhan ketika ditangkap dalam operasi handal KPK.
Publik kemudian “dibuat bingung” oleh desain canggih dari pelaku sehingga public
kemudian dihadapkan pemberitaan untuk mendukung sang hakim. Namun pelan tapi
pasti, fakta-fakta persidangan kemudian dengan gamblang menyebutkan “upaya
aktif” dari hakim MK didalam peristiwa menerima suap.
Atau masih ingat dari peristiwa
tertangkapnya AF yang kemudian menyeret tokoh partai agama. Desain canggih
hingga ancaman menggunakan kekuatan parlemen untuk “mempersoalkan” KPK kemudian
buyar ketika sang tokoh partai dijatuhi hukuman penjara belasan tahun.
Membaca rangkaian peristiwa maka
didalam mengungkapkan korupsi, KPK mengantongi bukti-bukti yang kuat sebelum
memulai operasi OTT. Persis lihat film Hollywood. Mengantongi bukti-bukti yang
kemudian membuat sang tersangka lemas tidak berdaya. “Terseler’ istlah Jambi.
Kedua. Dengan mengantongi bukti,
maka KPK kemudian bicara berdasarkan fakta-fakta hokum. KPK tidak dibenarkan
membangun asumsi, perkiraan ataupun scenario untuk menangkap orang tertentu.
Ketaatan KPK didalam menjaga marwah ini selain “kuatnya bukti” sekaligus dapat
memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat. Bagaimana pola korupsi yang didesain
semakin canggih sehingga public dapat belajar.
Masih ingat dengan istlah “apel
malang atau apel Washington” untuk istilah pengganti suap berupa rupiah untuk
apel malang dan dollar untuk apel Washington. Dalam istilah digunakan OTT KPK
di Jambi menggunakan istilah “undangan’.
Ketiga. Membongkar kasus korupsi
memerlukan stamina yang besar. Berbagai pengungkapan kasus tidak dapat
dilepaskan dari dimensi politik. Selain tokoh-tokoh yang terlibat merupakan
tokoh kunci di partai atau di pemerintahan, dimensi politik begitu kental
digunakan didalam menghadapi pengungkapan kasus korupsi.
Masih ingat dengan pengungkapan
OTT Ketua MK yang kemudian menyeret Gubernur Banten. Dengan melihat pola dan scenario
maka sebelum dilakukan OTT KPK, KPK sudah mengantongi nama-nama “big fish” yang
hendak diungkapkan. Sehingga setelah OTT KPK, tidak lama kemudian ditetapkan
Gubernur Banten yang kemudian dijadikan tersangka.
Dengan melihat berbagai peristiwa
OTT KPK Maka didalam OTT KPK di Jambi dapat dibangun simulasi sehingga kita
dapat membaca kasus ini lebih utuh.
Pertama. KPK tidak mungkin
menghentikan penyidikan apabila ditemukan fakta-fakta baru didalam membongkar
kasus korupsi. Strategi penyidikan dengan istilah “makan bubur panas” sering
kali menjadi mantra ampuh hingga mencapai “big fish”.
Membongkar kasus mencapai “big
fish” merupakan mandate yang diberikan oleh UU KPK. Dengan peralatan canggih,
standar tinggi hingga dapat mengungkapkan dan mampu dipertahankan dimuka
persidangan.
Entah beberapa kali para
tersangka yang mungkir kemudian terbantahkan dengan rekaman ataupun teknik
penyadapan yang membuat tersangka tidak mampu mengelak.
Kedua. KPK tidak akan menyeret
siapapun yang disebut-sebut public apabila tidak didukung oleh bukti. Cara
elegan ini selain dapat menjaga kemandirian KPK dari berbagai intervensi
politik apapun juga menjaga marwah hokum dapat ditegakkan. Sehingga KPK tetap
menjalankan fungsinya tanpa khawatir terhadap tekanan apapun dan pesanan dari
siapapun.
Dalam peristiwa RS Sumber Waras,
KPK tidak terpengaruh desakan ataupun intervensi untuk mengejar target Gubernur
Jakarta. Sehingga kemandirian KPK tetap terjaga tanpa terpengaruh dari kehendak
public yang “mengejar” target-target tertentu.
Kemandirian KPK tentu saja akan
menyebabkan dukungan kepada KPK akan melemah. Namun menjaga kemandirian, KPK
tetap didukung public dan tetap berjarak dari kekuasaan apapun.
Kelihaian KPK didalam menjaga
kemandirian, membuat KPK tetap menjadi primadona di tengah masyarakat.
Ketiga. KPK memprioritas
kasus-kasus yang bersinggungan dengan pemerintahan, aparat penegak hokum dan kasus-kasus
yang menarik perhatian masyarakat (Termasuk nilainya diatas 1 milyar rupiah).
Dengan memprioritas kasus-kasus, maka fungsi KPK sebagai “supervise” dan
membangun jejaringan untuk memperkuat berbagai kelembagaan untuk mendukung
pemerintahan bersih.
Dengan membaca simulasi diatas,
maka terlalu “cepat’ kita kemudian menghendaki arah OTT KPK di Jambi. Biarlah
KPK menyelesaikan arah OTT KPK di Jambi.
Menyebut nama-nama tertentu
ataupun upaya-upaya menghentikan untuk mengaitkan dengan nama-nama tertentu
akan menyebabkan OTT KPK di Jambi kehilangan focus.
Tidak terlibatnya nama-nama
tertentu ataupun terlibatnya nama-nama tertentu menjadi bagian dari focus pembongkaran
kasus OTT KPK di Jambi. Dan tentu saja KPK berdasarkan bukti. Bukan asumsi.
Apalagi ilusi.
Mari kita tunggu dengan dada
berdegup kencang kemana arah akhir dari OTT KPK di Jambi.