Qui
prior et tempore, potior est in jure
orang
yang pertama datang
adalah
orang yang paling pertama mendapat hak
Kalimat
status ini dipergunakan oleh temanku, Andiko yang mengikrarkan di
Facebook dengan Andiko Sutan Mancayo tanggal 19 Desember 2012.
Kalimat “Qui prior et tempore, potior est in jure” adalah asas
yang memperkuat landasan keberadaan hak milik atas tanah. Asas ini
mengenyampingkan pengakuan hak oleh negara dalam konsep Hak menguasai
negara (domein verklaring).
Dalam
ilmu hukum, konsep ini apabila dihubungkan dengan hukum kebendaan
terutama benda tidak bergerak, mempunyai akibat hukum terhadap
kepemilikan. Secara sederhana rumusan ini memberikan identitas
kepemilikan sebagai hak milik kebendaan (terutama benda tidak
bergerak). Asas ini kemudian menjadi landasan dan pegangan didalam
melihat kepemilikan atas benda tidak bergerak.
Asas
ini kemudian mengenyampingkan “salah tafsir” konsep Hak Menguasai
negara (domein verklaring).
Secara
prinsip, pasal 33 ayat (3) UUD 1945 berbunyi ” Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Makna ”dikuasai oleh negara”
(Hak Menguasai Negara/HMN) sangat berbeda dengan prinsip domein
verklaring dalam Agrarische
Wet. Dalam implementasinya, MK
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam
Nomor 012/PUU-I/2003 kemudian merumuskan (1) mengadakan
kebijakan (beleid), (2) tindakan pengurusan (bestuursdaad), (3)
pengaturan (regelendaad), (4)
pengelolaan (beheersdaad) dan (5)
pengawasan (toezichthoudensdaad). Begitu
hakikinya makna ”dikuasai oleh negara”
yang telah dirumuskan oleh MK, maka pasal 33 ayat (3) 1945 merupakan
”roh” dan identitas khas dari konstitusi Indonesia. M. Hatta
merumuskan sebagai ”sosialisme Indonesia”.
Dan itu yang membedakan konstitusi Indonesia dengan negara-negara
liberalisme.
Dengan
asas “Qui prior et tempore, potior est in jure”,
maka hak kepemilikan atas benda tidak bergerak dapat mengenyampingkan
hak menguasai negara.
Namun,
asas ini tidak dapat diterapkan serta merta. Ujaran kearifan lokal di
sebagian daerah dapat mengenyampingkannya. Didalam sebagian besar
masyarakat adat di Jambi, asas “Qui prior et tempore,
potior est in jure” yang
menetapkan kepemilikan atas benda tidak bergerak tidak dapat
diterapkan apabila dibandingkan dengan ujaran seperti “sesap
jerami, tanaman tumbuh”.
Secara
sederhana “sesap jerami”
adalah membuka tanah namun hanya ditanami dengan tanaman muda.
Misalnya palawija, padi, sayur-sayuran. “Sesap jerami”
didefinisikan sebagai “jerami”
yang mudah dibakar, sehingga ketika jerami yang telah dibakar dan
kemudian meninggalkan semak belukar dan sempat rimbun hutan, maka
kepemilikan atas tanah kemudian tidak diakui lagi.
Bahkan
untuk mempertegas, “sesap
jerami”
tidak dapat menjadi hak kepemilikan atas tanah, maka ujaran seperti
“Harta berat ditinggal,
harta ringan dibawa pergi”.
Apabila pemilik tanah pergi meninggalkan Desa dan
mencari kehidupan diluar Desa, maka tanah berasal dari Rimbo yang
telah dibuka maka menjadi hak milik. Sedangkan sesap jerami kembali
ke penghulu,
Dalam
berbagai praktek yang sudah mentradisi di berbagai desa di sebagian
besar di Jambi, praktek ini sudah menjadi pengetahuan tradisional
yang tidak memerlukan pembuktian rumit.
Asas
“Qui prior et tempore,
potior est in jure” dapat
dipergunakan sebagai kepemilikan atas kebendaan tidak bergerak
apabila dihubungkan dengan “dimana tembilang tecacak, disano
tanaman tumbuh”. Makna “dimana tembilang tecacak”, artinya
terhadap kepemilikan terhadap tanah dibuktikan tanah yang telah
dibuka kemudian “ditanami (terutama tanaman tua seperti Kelapa,
karet, kopi) dan ditandai dengan simbol-simbol seperti tanaman
tertentu yang dikenal dengan istilah seperti “Hilang
celak dengan mentaro”,
“Cacak Tanam, Jambu
Kleko”, “LAMBAS”. Tanah yang telah dibuka diberi tanda dengan
menanam pohon seperti jeluang atau cara
membuat pagar bambu
Sehingga
asas “Qui
prior et tempore, potior est in jure” dapat
dihubungkan dengan “dimano tembilang tecacak, disano tanaman
tumbuh”. Sedangkan A“Qui
prior et tempore, potior est in jure” tidak
dapat berlaku untuk ujaran “sesap jerami'.
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 29 Desember 2012
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 29 Desember 2012
Dapat juga dilihat di "Tinta Emas untuk Jambi, Pelanta, 2014