27 Desember 2012

opini musri nauli : Yang Terakhir dan yang duluan



Qui prior et tempore, potior est in jure
orang yang pertama datang
adalah orang yang paling pertama mendapat hak

Kalimat status ini dipergunakan oleh temanku, Andiko yang mengikrarkan di Facebook dengan Andiko Sutan Mancayo tanggal 19 Desember 2012. Kalimat “Qui prior et tempore, potior est in jure” adalah asas yang memperkuat landasan keberadaan hak milik atas tanah. Asas ini mengenyampingkan pengakuan hak oleh negara dalam konsep Hak menguasai negara (domein verklaring).
Dalam ilmu hukum, konsep ini apabila dihubungkan dengan hukum kebendaan terutama benda tidak bergerak, mempunyai akibat hukum terhadap kepemilikan. Secara sederhana rumusan ini memberikan identitas kepemilikan sebagai hak milik kebendaan (terutama benda tidak bergerak). Asas ini kemudian menjadi landasan dan pegangan didalam melihat kepemilikan atas benda tidak bergerak.

Asas ini kemudian mengenyampingkan “salah tafsir” konsep Hak Menguasai negara (domein verklaring).

Secara prinsip, pasal 33 ayat (3) UUD 1945 berbunyi ” Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Makna ”dikuasai oleh negara” (Hak Menguasai Negara/HMN) sangat berbeda dengan prinsip domein verklaring dalam Agrarische Wet. Dalam implementasinya, MK berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Nomor 012/PUU-I/2003 kemudian merumuskan (1) mengadakan kebijakan (beleid), (2) tindakan pengurusan (bestuursdaad), (3) pengaturan (regelendaad), (4) pengelolaan (beheersdaad) dan (5) pengawasan (toezichthoudensdaad). Begitu hakikinya makna ”dikuasai oleh negara” yang telah dirumuskan oleh MK, maka pasal 33 ayat (3) 1945 merupakan ”roh” dan identitas khas dari konstitusi Indonesia. M. Hatta merumuskan sebagai ”sosialisme Indonesia”. Dan itu yang membedakan konstitusi Indonesia dengan negara-negara liberalisme.

Dengan asas “Qui prior et tempore, potior est in jure”, maka hak kepemilikan atas benda tidak bergerak dapat mengenyampingkan hak menguasai negara.

Namun, asas ini tidak dapat diterapkan serta merta. Ujaran kearifan lokal di sebagian daerah dapat mengenyampingkannya. Didalam sebagian besar masyarakat adat di Jambi, asas “Qui prior et tempore, potior est in jure” yang menetapkan kepemilikan atas benda tidak bergerak tidak dapat diterapkan apabila dibandingkan dengan ujaran seperti “sesap jerami, tanaman tumbuh”.

Secara sederhana “sesap jerami” adalah membuka tanah namun hanya ditanami dengan tanaman muda. Misalnya palawija, padi, sayur-sayuran. “Sesap jerami” didefinisikan sebagai “jerami” yang mudah dibakar, sehingga ketika jerami yang telah dibakar dan kemudian meninggalkan semak belukar dan sempat rimbun hutan, maka kepemilikan atas tanah kemudian tidak diakui lagi.

Bahkan untuk mempertegas, “sesap jerami” tidak dapat menjadi hak kepemilikan atas tanah, maka ujaran seperti “Harta berat ditinggal, harta ringan dibawa pergi”. Apabila pemilik tanah pergi meninggalkan Desa dan mencari kehidupan diluar Desa, maka tanah berasal dari Rimbo yang telah dibuka maka menjadi hak milik. Sedangkan sesap jerami kembali ke penghulu,
Dalam berbagai praktek yang sudah mentradisi di berbagai desa di sebagian besar di Jambi, praktek ini sudah menjadi pengetahuan tradisional yang tidak memerlukan pembuktian rumit.

Asas “Qui prior et tempore, potior est in jure” dapat dipergunakan sebagai kepemilikan atas kebendaan tidak bergerak apabila dihubungkan dengan “dimana tembilang tecacak, disano tanaman tumbuh”. Makna “dimana tembilang tecacak”, artinya terhadap kepemilikan terhadap tanah dibuktikan tanah yang telah dibuka kemudian “ditanami (terutama tanaman tua seperti Kelapa, karet, kopi) dan ditandai dengan simbol-simbol seperti tanaman tertentu yang dikenal dengan istilah seperti “Hilang celak dengan mentaro”, “Cacak Tanam, Jambu Kleko”, “LAMBAS”. Tanah yang telah dibuka diberi tanda dengan menanam pohon seperti jeluang atau cara membuat pagar bambu

Sehingga asas Qui prior et tempore, potior est in jure” dapat dihubungkan dengan “dimano tembilang tecacak, disano tanaman tumbuh”. Sedangkan AQui prior et tempore, potior est in jure” tidak dapat berlaku untuk ujaran “sesap jerami'. 

Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 29 Desember 2012

Dapat juga dilihat di "Tinta Emas untuk Jambi, Pelanta, 2014