Ketika putra keduaku menyelesaikan ujian Tesis di Program Magister Hukum UNJA, terbayang kisah 26 tahun perjalanan.
Lahir menjelang kejatuhan Soeharto, rumahku sempat menjadi “pusat” sekaligus tempat berkumpul aktivis yang menolak Soeharto. Waktu itu, suasana genting begitu terasa.
Aku yang dibesarkan didalam Organisasi yang dilarang Pemerintah Soeharto, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia mengalami masa-masa getir. Berbagai rapat kemudian dibubarkan. Penanggungjawab kegiatan sekaligus ketua panitia menjadi langganan dipanggil aparat keamanan. Entah dari ABRI (sekarang TNI) ataupun dari pihak Kepolisian. Alasannya pasti macam-macam. Suasana seram di zaman Orde baru itulah kemudian sang putra lahir.