04 September 2018

opini musri nauli : LUAS TANAH PEMBERIAN



Sebagai bentuk keterbukaan dengan masyarakat pendatang maka dikenal “tanah pemberian”. Di Marga Batin Pengambang setelah melalui prosesi “setawar dingin” dan “lambas”[1] maka kemudian diberikan tanah seluas 2 hektar.

Di Marga Batang Asai Tengah[2], tanah didapatkan yang dikenal Membuka hutan atau rimbo atau tanah untuk Pertanian sawah yang dikenal Umo dan Talang. Prosesi yang dilalui seperti Betaun bersamo[3], Rapat Kenduri[4], Melambas[5], Lemah Paradun[6]. Masing-masing mendapatkan 2 hektar.

Di Marga Simpang Tigo Pauh dikenal Seloko “Dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung, dimano tamilang dicacak disitu tanaman tumbuh[7]. Luasnya sesuai untuk kebutuhan membuat rumah dan membuka lahan untuk berkebun[8]

Di Marga Air Hitam dikenal “tanah bejenang”. Tanah diberikan untuk kebutuhan rumah dan “umo” [9].

Di Marga Serampas dikenal “tanah arah’. Tanah arah ini hanya untuk keluarga baru dan penerima harus sudah bisa mengumpulkan bahan bangunan untuk membuat rumah[10].

Di Marga Sungai Tenang pemberian tanah juga kepada perkampungan/pemukiman terhadap masyarakat. Dikenal “tanah irung. Tanah Gunting” dan “ujung batin”. Tanah Irung dan Tanah gunting kemudian dikenal Desa Tanjung Alam dan Desa Tanjung Mudo. Sedangkan Tanah Ujung batin dikenal terhadap wilayah Desa Beringin Tinggi. Selain itu juga diberikan Sungai Lisai kemudian masuk kedalam wilayah Sungai Lisai Kecamatan Pinang Belapis, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Lokasi desa yang berada di tengah-tengah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Jarak Desa Sungai Lisai ke Desa Seblat Ulu yang merupakan desa terdekat, hanya 9,5 kilometer.

Selain itu juga dikenal Inum Pendum yang sekarang dikenal Renah Alai[11].

Di Desa Renah Pelaan tanah diberikan setelah melalui prosesi yang dikenal dengan istilah “puji perago” [12].

Di Desa Gedang[13]. setelah melalui prosesi “Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak”[14], “Turun pangkal tahun”[15], “Lambas”[16], maka Setiap Kepala Keluarga hanya boleh membuka 1 ha dan harus ditanami selama 3 tahun. Apabila tidak ditanami, maka tidak boleh membuka rimbo lagi. Begitu juga Desa Kotobaru[17], setelah melalui prosesi “Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak”, “rapat besar”, “Bismilah Ke humo”, “jeluang”, maka mendapatkan 1 hektar. Begitu juga Desa Tanjung Benuang[18], Desa Tanjung Alam[19], Desa Tanjung Mudo[20].

Selain itu di Marga Sungai Tenang dikenal “sepenegak rumah’. Dimana luas tanah yang dberikan untuk perumahan[21].

Di Desa Rantau Bedaro terdapat 15 Hektar dan yang berhak menanam di lahan tersebut adalah keturunan nenek 4, yaitu kalbu Rendah, kalbu Solok, kalbu Cabul dan kalbu Talang, yang kesemuanya sudah dibedakan lokasi masing-masing. Kalbu Rendah sebelah ilir, kalbu solok sebelah tengah, kalbu cabul sebelah atas dan kalbu talang sebelah atas juga[22].

Di Marga Pelepat dikenal Pemberian tanah yang disebut didalam seloko “Sejalar Peringgi. Sekokok Ayam”. Seloko ini melambangkan wilayah yang hendak diberikan[23]. Begitu juga wilayah Ujung Tanjung yang diberi gelar Rio Bagindo merupakan wilayah “Sebiduk luncur. Sekokok ayam.

Marga IX Koto dikenal “koto yang ramai”. Daerah ini kemudian dikenal sebagai daerah Transmigrasi di Rimbo Bujang[24].

Di Lubuk Mandarsyah setiap keluraga diberikan dengan membuka lebar 25 meter dan panjang 100 meter atau istilah dikampung dinamakan dengan “tapak”[25]. Sedangkan di Marga Kumpeh Ilir dikenal dengan istilah “Bidang” setelah melalui prosesi “Pancung alas”.

Marga Jebus di Desa Rukam dikenal “jejawi berbaris dan tali gawe’.  Di Marga Berbak dikenal “umo Genah’.




            [1] LAPORAN RISET MARGA BATIN PENGAMBANG, G-CINDE, 2013
            [2] Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Adat: Studi Kasus Lima Desa Di Kecamatan Batang Asai, Walhi Jambi, 2016
            [3] Betaun bersamo. Waktu ditentukan. Yaitu habis lebaran haji atau habis lebaran besar
            [4] Rapat Kenduri. Diadakan didalam rapat kenduri yang akan membuka rimbo.
            [5] Melambas. Rimbo yang akan dibuka diberi tanda “kayu pengaikit. Kemudian ditanami seperti kleko, durian. Waktu melambas selama 3 bulan. Apabila selama 3 bulan tidak ditanami, maka tanah kembali ke desa
            [6] Lemah Paradun. Rimbo yang telah dibuka, ditanami tanaman mudo (padi dan sayur- sayuran) namun ternyata tidak lagi ditanami selama = 3 tahun, maka kembali ke Desa.
            [7] BUKU PERJUANGAN MASYARAKAT DESA KARANG MENDAPO DALAM UPAYA MENDAPATKAN HAK ATAS TANAH DAN KEBUN SAWIT, Walhi Jambi, 2009
[8] Yazin, Pauh, 6 Agustus 2016
            [9] Muktar, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, 24 Oktober 2017
[10] Ishak Pendi, Sekretaris Lembaga Adat Serampas, Mongabay.com, 28 Februari 2017
[11] Ali Nahu, Pulau Tengah, 15 Maret 2016
            [12] Nasrun, Ketua Lembaga Adat Desa Renah Pelaan. Wawancara, April 2016
[13] Peraturan Desa Gedang Nomor  3 tahun 2011 Tentang Keputusan Adat Istiadat Depati Suko Merajo
            [14] Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak, Hutan yang dibuka harus sepengetahuan Penghulu dalam rapat Adat.
            [15] Turun pangkal tahun. Lembaga adat mengadakan “rapat pangkal tahun” untuk menentukan pembagian kelompok membuka rimbo.
            [16] LAMBAS. setiap Ketua Keluarga kemudian membuat tanda dengan cara membuat pagar bambu dan harus membuka selama 6 bulan.
[17] Perdes Kotobaru No.  Tahun 2014 KEPUTUSAN DEPATI SUKO DERAJO
            [18] PERATURAN DESA TANJUNG BENUANG  No. 09 Tahun 2011 Tentang Keputusan Depati Suko Menggalo
            [19] Peraturan Desa Tanjung Alam No. 3 Tahun 2011 Tentang Piagam Depati Duo Menggalo
            [20] Pasal 7 Peraturan Desa Tanjung Mudo Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Piagam Rio Penganggun Jago Bayo.
            [21] RIset Walhi Jambi, 2010
            [22] Kusyari, kades Rantau Bedaro, Wawancara, 23 November 2015
,  Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal, Walhi, 2015
            [23] Zulkifli, Tokoh adat di Desa Senamat dan Rio Dusun Senamat Ulu,
[24] Sarlis Jani, Desa Teluk Kuali, 16 Agustus 2016
            [25] Dusun Bukit Rinting, Desa Lubuk Mandarsyah, Tebo, 22 Agustus 2016