24 Juli 2020

opini musri nauli : Marga Jebus





Marga Jebus terdiri dari Dusun Jebus, Dusun Rukam, Dusun Gedung Terbakar, Dusun Londrang, Dusun Suak Kandis dan Dusun Sungai Aur. Pusat Marga di Suak Kandis. Dusun Suak Kandis kemudian dipimpin Pesirah.

Marga Jeboes berbatasan dengan Margo Marasebo, Marga Dendang-sabak dan Marga Berbak, Marga Kumpeh Ulu dan Marga Kumpeh Hilir. Sehingga Marga Jeboes menutupi wilayah Koempeh-hilir sehingga Marga Koempeh-hilir tidak bertemu dengan Marga Marasebo. Sebelah Selatan langsung berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan. Biasa dikenal sebagai “sialang belantak besi”.

23 Juli 2020

opini musri nauli : Sistem Hukum

 

SEBAGAI pernyataan politik dan ikrar komitmen sebagai negara hukum (rechtstaat), maka redaksi kata “rechtstaat” adalah bentuk negara (Pemerintahan) yang menggunakan hukum sebagai kekuasaan pengatur yang tertinggi.

opini musri nauli : Simulasi Lembaga Pemulihan Gambut Paska 2020



Wacana Pemerintah sedang merampingkan Lembaga negara demi penghematan anggaran menjadi wacana publik. Pembubaran Lembaga negara yang dilakukan terhadap Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) memantik diskusi menarik ditengah masyarakat.

21 Juli 2020

opini musri nauli : Dukungan Partai Politik



Musri Nauli

Akhir-akhir ini, wacana publik menjelang Pemilihan Gubernur Jambi 2020 (pilgub Jambi) mewarnai jagat politk kontemporer di Jambi. Berbagai pihak mengklaim mendapatkan dukungan dari partai-partai. Masing-masing pihak dengan bangga memamerkan kunjungan, pertemuan politik dengan petinggi partai. Tidak lupa kemudian memamerkan didunia maya.

Berbagai manuver tidak bisa dihindarkan. Partai A yang diklaim oleh tim a kemudian justru memberikan angin segar justru memberikan kepada kandidat B. Begitu seterusnya.

'98


Jangan pancing adrenalin yang sudah terlatih..

opini musri nauli : Kesesatan





Akhir-akhir ini wacana hukum mempengaruhi pandangan publik. Suara yang disampaikan “seakan-akan” membenarkan kesemrawutan. Publik kemudian memandang “problema” hukum disebabkan oleh ahli hukum (jurist) yang “mengacaukan” hukum.

Padahal seorang ahli hukum (jurist) sebelum mengemukakan pandangannya haruslah disandarkan kepada nilai-nilai universal (pendekatan filsafat hukum), asas, prinsip (meta norma) hingga norma yang diatur (dogma). Argumentasi yang dipaparkan selain memaparkan pandangannya juga disandarkan kepada logika (common sense), hubungan antara logika dengan kesimpulan, hubungan antara logika satu dengan logika lain hingga kesimpulan yang dihasilkan.

20 Juli 2020

opini musri nauli : Puzzle Walhi Sumsel


(In Memoriam Sudarto Marelo)

Menyebutkan Sudarto Marelo (Darto) tidak dapat dilepaskan perjalanan panjang gerakan di Sumsel. Saya mengenalnya bahkan ketika awal-awal berinteraksi dengan kawan-kawan di Sumsel. Provinsi terdekat. Salah satu provinsi yang mempunyai hubungan ikatan batin dengan Jambi.

Kukenal Darto sejak Walhi masih dipimpin oleh Nur Kholis (Komnas HAM 2 periode) hingga sekarang Hoirul Sobri. Beberapa nama yang pernah menjadi Direktur Walhi Sumsel diantaranya Abdul Wahid Situmorang (biasa dipanggil Ucok. Sekarang di UNDP), Aidil Fitri (HAKI), Anwar Sadat (pengurus penting PKB), Hadi Jatmiko (Dewan Daerah Walhi Sumsel).

opini musri nauli : Alat bukti

 Di dalam hukum acara dikenal alat bukti. Alat bukti merupakan dasar untuk menentukan hakim didalam memutuskan perkara.




Dalam lapangan hukum Acara Pidana, alat bukti terdiri dari Saksi, Saksi ahli,  Surat,  Petunjuk dan Keterangan tersangka. Pentingnya alat bukti dapat dilihat dari pasal 183 KUHAP yang menyebutkan “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekuang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

17 Juli 2020

opini musri nauli : Teori Kriminologi Dalam Kasus Pembunuhan



Ketika putusan Pengadilan Negeri Tanjung Jabung Timur menyatakan terbukti Pasal 340 KUHP (Pembunuhan berencana) dan kemudian menjatuhkan vonis 20 tahun maka merupakan proses panjang pembuktian. Terdakwa kemudian terbukti membunuh istri dan anaknya. Setelah membunuh kemudian untuk menutupi jejaknya kemudian membakar rumah.

Sebelumnya pembuktian kasus pembunuhan sempat “tertutupi” dengan kebakaran yang menimpa rumah korban.

opini musri nauli : Reading the Indonesian Omnibus Bill on Job Creation



Recently, the Indonesian public has been shocked by the draft work of the Omnibus Bill on Job Creation / RUU Cipta Kerja. The Job Creation Bill consists of 15 chapters and 174 articles in a total of 1,028 pages.

At a glance, the spirit of RUU Cipta Kerja  aims to create jobs for the society (Article 3 of RUU Cipta Kerja). This spirit is aimed at the midst of "increasingly competitive competition and global economic demands".

The spirit to "simplify various laws and regulations" in one law has long been a public discourse. Amid the anxiety over the "chaotic" overlapping regulations, selfish stakeholders. Not to mention the technical regulations which make it difficult to apply for a permit in Indonesia.

The Job Creation Bill then became a public discourse when President Jokowi later used the term "omnibus law""Omnibus Law" aims to simplify the legislation in one regulation.

"Omnibus Law" was later found in the RUU Cipta Kerja which later identified 74 Laws in one single regulation (Kompas, 12 February 2020).

Hukumonline quotes the "Merriam-Webster Law Dictionary" as saying "omnibus law" comes from the word "omnibus bill". Laws covering various issues or topics. "Omnis" comes from Latin which means everything. The concept of "omnibus law" has been applied by a number of countries including the US. Since 1840.

Therefore, the "omnibus law" in RUU Cipta Kerja aims to resolve the "chaotic" overlapping regulations, selfish stakeholders or technical regulations that make it difficult for investors to invest in Indonesia.

The spirit of perspective to fix licensing in Indonesia can be seen in the academic draft of the Job Creation Bill which states "Regulatorion arrangement will create ease of business and increase of quality investment in Indonesia".

Thus the "enthusiasm" to fix licensing in Indonesia in one regulation (omnibus law) can be accepted.

But juridical problems then arise. If examined further, it raises problems in the formal and material levels that are regulated in the Job Creation Bill.

From a formal approach, the process of filing the Job Creation Bill never involved public participation at all. It was then "present" in the parliament in an instant manner. Just like the Genie from Aladdin's lamp.

While actually public participation is needed to provide input in order to produce laws that are democratic, aspirational, participatory and responsive / populist in character. Participation, transparency and democratization in the discussion of legislation is a unified whole and cannot be separated as a democratic state (Mahfud, 2011).

The public as not being involved in the process of drafting the Job Creation Bill then resulted in rejection from various stakeholders.

The labors rejected the argumentation of the Job Creation Bill which will abolish the regency / city minimum wage, the elimination of severance pay, the existence of a work contract for a specified time limit (outsourcing), the elimination of criminal acts against companies that violated labor regulations and social abolition. (Kompas, 9 March 2020).

In fact, all of the above provisions in addition to protecting the interests and fate of workers governed by Law no. 13 of 2003 (UU No. 13/2003). As well as providing certainty for violations of trade union freedoms provided for in the Law No. 21 of 2000 concerning trade unions (UU No. 21/2000). Even Law No. 13/2003 is also known as the "crown" of the fate of labor workers after the reformasi period in 1999.