Ketika putusan Pengadilan Negeri Tanjung Jabung Timur menyatakan terbukti Pasal 340 KUHP (Pembunuhan berencana) dan kemudian menjatuhkan vonis 20 tahun maka merupakan proses panjang pembuktian. Terdakwa kemudian terbukti membunuh istri dan anaknya. Setelah membunuh kemudian untuk menutupi jejaknya kemudian membakar rumah.
Sebelumnya pembuktian kasus pembunuhan sempat “tertutupi” dengan kebakaran yang menimpa rumah korban.
Kisah bermula ketika kebakaran melanda rumah di Lorong Sejora Kecamatan Mendahara Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Timur tanggal 13 Oktober 2019. Waktu itu pemberitaan hanya menyebutkan korban yaitu Sulastri dan putrinya yang berusia 2 tahun. Sulastri sedang hamil besar. Media massa hanya menyebutkan “diduga terjebak didalam rumah saat peristiwa kebakaran. Sebelum kebakaran pintu rumah dalam keadaan dikunci dari luar oleh suaminya yang tengah berpergian”.
Wargapun sempat memanfaatkan mesin tempel perahu nelayan untuk memadamkan api. Setelah api berhasil dipadamkan dan dibantu petugas pemadam kebakaran dari Kecamatan Mendahara, jenazah ibu dan anaknya berhasil dievakuasi. (metrojambi, 13 Oktober 2019).
Secara sekilas, peristiwa kebakaran di Tanjung Jabung Timur merupakan musibah yang sering terjadi. Sebelumnya terjadi kebakaran di Nipah Panjang yang menyebabkan 81 orang kehilangan tempat tinggal tanggal 23 Juli 2019. Kemudian disusul terjadi kebakaran hebat di Parit 6 Desa Pangkal Duri, Kecamatan Mendahara. 62 rumah ludes terbakar. Kemudian disusul SK 16, Kelurahan Bandar Jaya, Kecamatan Rantau Rasau tanggal 3 Oktober 2019. Menghanguskan satu unit rumah, lima bedeng dan bangunan sekolah Yayasan TK RA Nurul Islam.
Sehingga terjadinya kebakaran di Lorong Seroja yang memakan korban merupakan musibah yang sering terjadi di daerah Tanjung Jabung Timur.
Namun “kecurigaan” mulai muncul. Kepolisian Polsek Mendahara Hilir merasakan kejanggalan. Selain pada saat kebakaran yang terjadi pada sore menjelang magrib, “korban” tidak mungkin tidur terlelap.
Belum lagi “korban” dapat meminta teriak kepada tetangga sekitarnya.
Kecurigaan juga kemudian didasarkan kepada “upaya” menyelamatkan korban. Mengapa korban “tidak teriak” kepada tetangga sekitarnya. Mengapa “pintu terkunci”.
Padahal sebagai naluri manusia, apabila pintu terkuncipun, dapat merobohkan papan rumah. Bahan rumah yang lazim didaerah laut.
Selain itu suasana sore menjelang magrib dalam keadaan gelap disebabkan listrik PLN sedang padam.
Berangkat dari “kecurigaan” dan naluri penyidik Polsek Mendahara Ilir kemudian dilakukan “pendalamanan”.
Dimulai dari “api yang begitu cepat membakar rumah” - hal yang kurang lazim di daerah laut, “adanya korban”, “pintu terkunci”, tidak terdengar suara teriakan” menyebabkan kecurigaan semakin menjadi. Kecurigaan terhadap “korban” yang mati kemudian semakin kuat “ketika pintu dikunci” dan “tidak ada teriakan”.
Melihat pola kebakaran di Tanjung Jabung Timur yang tidak pernah memakan korban jiwa menyebabkan kecurigaan semakin menguat.
Investigas dilakukan. Para tetangga yang dekat dengan rumah korban kemudian membuka tabir misterius. Dimulai dari “adanya suara siraman dan mencium bau minyak bensin/pertalite. Kemudian terdengar suara orang berlari menjelang kebakaran.
Bahkan tetangga kemudian mendengar teriakkan dari suara anak tersangka yang menyebutkan “bapak.. Bapak”.
Berbekal berbagai kecurigaan, maka investigas didasarkan insting, naluri dari penyidik.
Meminjam teori Canter & Donna yang menyebutkan “sebagian besar kasus pembunuhan, tersangka mengenal korbannya seperti anggota keluarga, pasangan suami-istri. Bahkan dalam beberapa kasus sebelum terjadinya pembunuhan terlihat tanda-tanda yang sering muncul seperti kekerasan dalam rumah tangga atau tersangka menguntit korbannya.
Dimulai dari keluarga terdekat. Sebagaimana “teori Canter & Donna”, dimulai dari rasa kecurigaan kepada suami korban.
Berbagai fakta mulai terkuak. Keterangan saksi yang melihat “suami korban sebelum kejadian, pintu terkunci, terdengar suara “bapak..bapak”, adalah kecurigaan yang paling besar.
Pemeriksaan terhadap suami korbanpun dilakukan. Berbagai kecurigaan semakin kuat ketika hasil otopsi korban menunjukkan “Retakan pada tulang tengkorak bagian belakang kanan, Resapan darah pada selaput keras otak, selaput lunak otak, otak besar kanan, tulang dasar tengkorak, otot kulit leher bagian kanan, kulit dada bagian tengah dan otot dada bagian tengah. serta ditemukan tanda tanda mati lemas.
Hasil otopsi yang menerangkan “mati lemas”, dan ada “retakan pada tulang tengkorak bagian belakang kanan” semakin membuka tabir. Adanya “retakan’ menjadi penerang penyebab kematian. Korban mati disebabkan benda tumpul. Korban telah mati sebelum kebakaran yang menimpa rumah mereka.
Dengan tekun pihak kepolisian semakin yakin. Korban telah dipukul, mati sebelum kebakaran terjadi. Sedangkan kebakaran adalah “upaya” pelaku untuk menghilangkan jejaknya. Ditambah dengan “adanya siraman dan bau pertalite”.
Adanya “terdengar suara siraman” dan “bau pertalite” membuat rumah terbakar dengan cepat. Padahal beberapa saat hujan membasahi dinding rumah korban. Selain itu kebakaran yang cepat menghanguskan rumah korban adalah sesuatu yang tidak lazim terjadinya kebakaran.
Ibarat puzzle, rangkaian demi rangkaian misteri dan tabir berhasil dibuka. Kecurigaan terhadap suami korban semakin kuat. “Pertengkaran” dengan korban, adanya upaya suami korban mengambil sertifikat tanah menambah keyakinan. Sang pelaku adalah suami korban sendiri.
Dengan berbekal informasi, keterangan saksi dan rangkaian demi rangkaian yang telah disusun maka pelaku akhirnya diketahui. Sang suami sendiri.
Teori klasik Canter & Donna merupakan “bekal” awal dalam kasus pembunuhan. Yang paling teranyar adalah pembunuhan terhadap Hakim PN Medan.
Upaya penghilangan dengan cara rekayasa dilakukan dengan “memasukkan korban kedalam mobil” kemudian “mobil dimasukkan kedalam jurang”.
Sebelumnya, tabir ini misteri. Dugaan pembunuhan dikaitkan dengan perkara yang disidangkan. Namun teori klasik Canter & Donna justru dilihat dari peran sang istri korban sendiri. Zuraida Hanum justru menjadi “otak” pembunuhan. Dia kemudian menyewa pembunuh.
Kemampuan membongkar kasus pembunuhan merupakan prestasi kepolisian yang diperhitungkan. Kasus “Sianida”, Pembunuhan Engeline dulu sempat dituduhkan kepada ayah korban ternyata terbukti ibu angkat korban. Kasus “mutilasi” dan kasus bom Bali 2002.
Berbagai prestasi membongkar kejahatan pembunuhan selain didasarkan kepada teori klasik Canter & Donna juga didukung oleh teori klasik lain.
Pengungkapan kasus pembunuhan yang sempat “tertutupi kebakaran’ mengingatkan teori Locard Exchange”. Dipublikasikan oleh Doktor Perancis bernama Dr. Edmund Locard. Pelopor ilmu forensik dan kriminologi.
Teori Locard Exchange adalah teori yang menerangkan “setiap kontak yang terjadi akan meninggalkan jejak”. Teori ini kemudian dikenal dan menjadi adagium “Setiap kejahatan meninggalkan jejak.
Selain itu seperti “adagium” Tidak ada kejahatan yang sempurna” adalah amunisi yang memberikan keyakinan kepada kepolisian untuk membongkar kejahatan pembunuhan.
Melihat berbagai pengungkapan kasus pembunuhan selain ditopang teori kriminologi klasik, dibutuhkan kejelian dari penyidik, jam terbang, ketekunan, ketelitian melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh kasat mata.
Insting dan naluri akan dibantu setelah melihat berbagai “jejak” yang ditinggalkan.
Berbagai jejak seperti “sidik jari, rambut, DNA”, zat kimia ataupun berbagai petunjuk yang sempat luput menjadi pemantauan harus terus ditelusuri.
Dibutuhkan jam terbang yang panjang, wawasan yang luas untuk membongkar kejahatan pembunuhan.
Selama kasus ini tidak diintervensi diluar kepentingan penyidikan, maka kasus pembunuhan tetap bisa dibongkar.
Selamat kepada Kepolisian Tanjung Jabung Timur.
Advokat. Tinggal di Jambi