(In Memoriam Sudarto Marelo)
Menyebutkan Sudarto Marelo (Darto) tidak dapat dilepaskan perjalanan panjang gerakan di Sumsel. Saya mengenalnya bahkan ketika awal-awal berinteraksi dengan kawan-kawan di Sumsel. Provinsi terdekat. Salah satu provinsi yang mempunyai hubungan ikatan batin dengan Jambi.
Kukenal Darto sejak Walhi masih dipimpin oleh Nur Kholis (Komnas HAM 2 periode) hingga sekarang Hoirul Sobri. Beberapa nama yang pernah menjadi Direktur Walhi Sumsel diantaranya Abdul Wahid Situmorang (biasa dipanggil Ucok. Sekarang di UNDP), Aidil Fitri (HAKI), Anwar Sadat (pengurus penting PKB), Hadi Jatmiko (Dewan Daerah Walhi Sumsel).
Sehingga tidak salah kemudian, cerita perjalanan Walhi Sumsel dapat “direkam” dari cerita Darto. Ditangan Darto, puzzle cerita Walhi Sumsel mengalir.
Dalam setiap kedatanganku ke Palembang, selalu kutemui Darto. Selain dia salah satu sahabat yang selalu mampir ke Walhi Sumsel terutama apabila adanya tamu, Darto merupakan salah satu teman yang “supel’.
Kekayaan cerita tentang Sumsel, tutur cerita tentang masyarakat justru banyak kudengar dari dia. Pengetahuan tentang masyarakat, sejarah Sumsel membuat kami betah berdiskusi berjam-jam.
Interaksi semakin intensif ketika Jambi, Riau dan Sumsel masuk dalam diskusi dengan tema-tema tertentu. Terutama di sektor gambut. Issu utama yang selalu kaya dengan berbagai pengetahuan. Terutama kemudian berbenturan dengan kebakaran yang massif terjadi. Lagi-lagi Darto terlibat dan menjadi bagian dari kegiatan.
Selain kedatangan ke Palembang berkaitan dengan berbagai agenda acara, rutinitas ke Palembang ketika sang Sulung juga kuliah di UNSRI. Intensitas kemudian lebih sering. Sehingga dipastikan hampir setiap bulan selalu menjenguk sang sulung di Palembang. Lagi-lagi selalu kutemui darto. Disaat hari libur sekalipun.
Sehingga tidak salah Darto adalah salah satu orang yang paling sering ditemui, paling sering bercengkrama hingga berbagai agenda diluar dari Walhi.
Sudah lama kudengar dari Darto sendiri tentang penyakitnya. Hampir disetiap acara, Darto selalu hari pertama selalu “mengurusi” makanan. Selain sudah lama “berpantang makan nasi”, dia ke dapur untuk mengurusinya. Entah dengan makan ubi rebus ataupun makanan lain. Aku lebih sering ikut kadang hanya Cuma memastikan “cabe”. Jadi rutinitas kami ke dapur hanya untuk memastikan makanan masing-masing.
Dan sudah lama juga kudengar Darto yang kemudian dirawat di Rumah Sakit. Dan berbagai perkembangan selalu kuikuti di group WA. Kekhawatiranpun memuncak. Mendapatkan kabar setelah magrib. Berbagai WA kemudian mengabarkan duka mendalam.
Selamat Jalan, Darto. Semangatmu, dedikasimu terhadap perjuangan dapat menjadi inspirasi.