26 September 2022

opini musri nauli : Hukum Adat (4)

 


Sebagaimana telah dijelaskan pada edisi sebelumnya, selain sistem kekerabatan pihak laki-laki (patriarki) juga mengenal sistem kekerabatan dari pihak Perempuan (matriarki). 


Salah satu hukum adat berdasarkan sistem kekerabatan pihak Perempuan (matriarki) adalah Sumatera Barat (Minangkabau). 


Menurut Hukum Adat Minangkabau yang mengenal ulayat kaum atau suku dan berhak dan melakukan tindakan hukum adalah penghulu kaum atau suku. 


Sebagaimana telah disebutkan didalam Berbagai yurisprudensi MA. tanggal 24 Agustus 1977 Nomor 1598 K/ Sip/1975). 

opini musri nauli : Nutuh

 


Mencari kata “tutuh” didalam kamus besar Bahasa Indonesia sam sekali tidak ditemukan. Namun “tutuh” kemudian dituntun dengan kata “menutuh”. 


Menutuh adalah memangkas atau menebang cabang-cabang kayu. Dapat juga diartikan meruksa (perahu dan sebagainya) untuk diambil kayunya. 

25 September 2022

opini musri nauli : Luak


Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “luak” dapat diartikan berkurang atau  susut. Kata Luak sering dilekatkan dengan “kopi Luak”. Karena menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata luak dapat diartikan musang (Paradoxurus hermaphroditus). 


Kata “luak” dapat diartikan sebagai “luhak”. 


Ditengah masyarakat Melayu Jambi, kata “luak’ sering diartikan didalam Seloko yang melambangkan “pamit ke penghulu”. Seperti didalam Seloko “Alam sekato Rajo. Negeri sekato Batin. Atau “Alam Berajo, Rantau Berjenang, Negeri Bebatin, Luhak Berpenghulu, Kampung betuo, Rumah betengganai” atau  “Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak. Atau “Luak Sekato Penghulu, Kampung Sekato Tuo, Alam sekato Rajo, Rantau Sekato Jenang, Negeri sekato nenek moyang. 

24 September 2022

opini musri nauli : Lambas

 


Di beberapa tempat di masyarakat Uluan Batanghari, dikenal istilah “Lambas’. 


Istilah “Lambas” tidak seragam artinya. Lambas di Desa Muara Sekalo dilakukan dengan upacara bertujuan untuk memohon izin mambang jori. Sedangkan di Desa Pemayungan dan Desa Semambu, lambas adalah tanah yang dibuka harus diberi tanda berupa tanaman seperti durian.  

23 September 2022

opini musri nauli : Debalang


Didalam Perda No. 2 Tahun 2014 disebutkan Rio/Penghulu/Depati/Pembarap/debalang dan/atau sebutan lainnya adalah sebutan pemangku adat dalam wilayah adat Melayu Jambi di Provinsi Jambi.

22 September 2022

opini musri nauli : Hukum Adat (3)

 



Dalam praktek peradilan, hukum adat telah menjadi bagian dari sistem hukum tersendiri. 


Mahkamah Agung didalam berbagai yurisprudensi sering menyebutkan Hukum adat (customary law) Tetap menganut sistem kekerabatan. Baik sistem kekerabatan pihak laki-laki (patriarki) maupun dari pihak Perempuan (matriarki). 

opini musri nauli : Plali

 


Di daerah Uluan Batanghari, dikenal dengan istilah “plali”. 


Plali dilekatkan dengan seloko Seloko ”Bapak pado harimau, Berinduk pada gajah, Berkambing pada kijang, Berayam pada kuawo. 


Seloko sering juga dihubungkan dengan sumpah (kutukan) Rajo Jambi, Datuk Berhalo aebagaimana dituliskan oleh Prof. Dr. S Budhisantoso, dkk didalam bukunya Kajian Dan Analisa Undang-undang Piagam dan Kisah Negeri Jambi “tinggi tidak dikadah. Rendah tidak dikutung. Tengah-tengah dimakan Kumbang. 

21 September 2022

Suara alam

 


Kadangkala "Suara hati" ditangkap alam semesta...
Baru saja mau mengagendakan, eh, tiba-tiba suara angin telah mengabarkan..
"Pucuk dicinta ulampun tiba".
Ah. Cerita ini lebih enak diceritakan sambil ngopi..

opini musri nauli : Swarna Bhumi

 


Akhir-akhir ini, Al Haris sebagai Gubernur Jambi menghadiri berbagai rangkaian bertema Swarna Bhumi. 


Kegiatan dimulai pada bulan Purnama tanggal 12 Agustus 2022 di rumah dinas Gubernur Jambi. 


Kenduri Swarnabhumi ini mengangkat tajuk utama: Peradaban Sungai Batanghari: Dulu, Kini, dan Nanti. Slogan kegiatan tersebut adalah “Cintai budaya kita lestarikan sungai, Cintai sungai kita lestarikan budaya”.

20 September 2022

opini musri nauli : Aur



Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, “aur” kemudian diartikan “duri bambu yang berduri, kuning bambu kuning, licin bambu yang tidak berduri”.


Kekerabatan Melayu dapat dilihat dalam seloko adat. “Sumpah setio. Ke langit sama dikadah Ke bumi sama dikutungkan, Darah samo dikacau, daging samo dikimpal, Kehilir serentak dayung, kemudik sehentak satang, Kebukit samo mendaki, kelurah samo menurun, Tegak sama tinggi, duduk sama rendah, serumpun bak serai, seinduk bak ayam, Tolong menolong bagai aur dengna tebing, Tudung menudung bagai daun sirih, samo-samo berbenteng dadober berkuto betis beranjau, tunjuk menunjuk menghadapi musuh, Tidak boleh pepat diluar rencong didalam, tidak boleh budi menyuruk akal merangkak, Menggunting dalam lipatan, tidak boleh menohon kawan seiring, harus sesopan semalu, Dapat samo belabo hilang samo merugi. Samo makan tanah bila telungkup, samo minum air bila telentang”


“Jiko tumbuh silang selisih dalam kampung, diantara anak dengna penakan, ada yang bertukar pendapat, selisih paham. Urus dengan segera. Jangan dengar bak hujan ditengah malam. Dibiarkan bak jando ditumbuk biduk. Bilo lah aur tumbuh matonyo. Kita tidak boleh duduk bepangku tangan. Tidak dibenarkan betelingo pekak. Bemato buto. Tapi, kalau orang dak ngadu, jangan pulo merujak labing. Serenteh bumbun.