Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “luak” dapat diartikan berkurang atau susut. Kata Luak sering dilekatkan dengan “kopi Luak”. Karena menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata luak dapat diartikan musang (Paradoxurus hermaphroditus).
Kata “luak” dapat diartikan sebagai “luhak”.
Ditengah masyarakat Melayu Jambi, kata “luak’ sering diartikan didalam Seloko yang melambangkan “pamit ke penghulu”. Seperti didalam Seloko “Alam sekato Rajo. Negeri sekato Batin. Atau “Alam Berajo, Rantau Berjenang, Negeri Bebatin, Luhak Berpenghulu, Kampung betuo, Rumah betengganai” atau “Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak. Atau “Luak Sekato Penghulu, Kampung Sekato Tuo, Alam sekato Rajo, Rantau Sekato Jenang, Negeri sekato nenek moyang.
Ada juga menyebutkan “Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak” atau Luak Sekato Penghulu, Kampung Sekato Tuo, Alam sekato Rajo, Rantau Sekato Jenang, Negeri sekato nenek moyang.
Prosesi ini dimaknai Hutan yang dibuka harus sepengetahuan Penghulu dalam rapat Adat.
Seloko ini melambangkan alam kosmos Rakyat Melayu Jambi untuk menempatkan dan menghormati pemimpin.
Selain itu, kata luak juga ditemukan di Merangin yang kemudian dikenal Luak XVI yang terdiri dari Margo Serampas, Margo Sungai Tenang, Margo Peratin Tuo, Margo Tiang Pumpung, Margo Renah Pembarap dan Margo Sanggrahan.
Sehingga kata “luak” daripada XVI diartikan berkurang atau susut. Sehingga kata Luak XVI dapat diartikan sebagai “berkurangnya” XVI. Tinggal 6. Nah, 6 Marga kemudian tinggal di Merangin.
Disisi lain, Hubungan kekeratan antara Marga Serampas dengan marga yang termasuk kedalam Luak XVI ditandai dengan pernyataan “serampas tinggi” dan “serampas rendah’. Marga Serampas mengikrarkan diri sebagai “Serampas tinggi”.
Sedangkan Marga lain seperti Marga Sungai Tenang, Marga Peratin Tuo, Marga Renah Pembarap, Tiang Pumpung dan Senggrahan mengikrarkan diri sebagai “serampas rendah”.
Versi yang lain menyebutkan “pembarap” artinya tua dimana tempat Marga Renah Pembarap merupakan tanah kepemimpinan yang tua didalam Luak XVI. Dengan demikian maka Renah Pembarap adalah Tempat untuk mengambil keputusan-keputusan penting di Luak XVI.
Di Bengkulu sendiri, daerah Muko-muko, dikenal juga di Sungai Ipuh.Sebagai pendatang, Orang Sungai Ipuh menghadap Tuanku Rajo di Muko-muko.
Raja di Muko-muko kemudian memberikan “kekuasaan otonom” dengan menempatkan Sungai Ipuh didalam Marga 5 Koto namun dengan kekuasaan yang otonom. Didalam Sungai Ipuh kemudian 3 kaum yaitu 3 Luak yang terdiri Depati Empat, Depati Enam Dan Suka Rajo.
Advokat. Tinggal di Jambi