Sebagaimana telah dijelaskan pada edisi sebelumnya, selain sistem kekerabatan pihak laki-laki (patriarki) juga mengenal sistem kekerabatan dari pihak Perempuan (matriarki).
Salah satu hukum adat berdasarkan sistem kekerabatan pihak Perempuan (matriarki) adalah Sumatera Barat (Minangkabau).
Menurut Hukum Adat Minangkabau yang mengenal ulayat kaum atau suku dan berhak dan melakukan tindakan hukum adalah penghulu kaum atau suku.
Sebagaimana telah disebutkan didalam Berbagai yurisprudensi MA. tanggal 24 Agustus 1977 Nomor 1598 K/ Sip/1975).
Atau “Menurut hukum adat Minangkabau gugatan terhadap harta pusaka tinggi kaum yang tidak diajukan oleh Mamak Kepala Waris dalam kaumnya, maka gugatan tersebut tidak dapat diterima (MA. tanggal 22 Juni 1977 Nomor 1720 K/Sip/1975).
Menurut hukum adat Minangkabau Mamak Kepala Waris dari suatu kaum adalah laki-laki tertua dalam kaumnya (MA. tanggal 24 Agustus 1977 Nomor 1598 K/ Sip/1975).
Atau “Menurut hukum adat Minangkabau gugatan terhadap harta pusaka tinggi kaum yang tidak diajukan oleh Mamak Kepala Waris dalam kaumnya, maka gugatan tersebut tidak dapat diterima (MA. tanggal 22 Juni 1977 Nomor 1720 K/Sip/1975).
Dan Gugatan mengenai harta pusaka tinggi kaum di daerah Minangkabau harus dilakukan oleh Mamak Kepala Waris dalam kaum, guna mewakili kaum dimuka Pengadilan Negeri (MA. tanggal 9 November 1977 Nomor 1646 K/Sip/1974);
Dan Gugatan mengenai harta pusaka tinggi kaum di daerah Minangkabau harus dilakukan oleh Mamak Kepala Waris dalam kaum, guna mewakili kaum dimuka Pengadilan Negeri (MA. tanggal 9 November 1977 Nomor 1646 K/Sip/1974);
Di Minangkabau yang dapat dapat dikatakan seseorang sekaum dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri diantaranya Serumah gadang, Sepandam Sepekuburan, Segolok Segadai, Sehina Semalu, Sesakit Sesenang dan Bertali darah menurut garis keturunan ibu.
Ada juga menyebutkan sekaum, seharta sepusaka, segolok segadai, serumah gadang, sesakit sesenang dan sehina semalu.
Hukum Adat Minangkabau, karena seorang yang mengaku bermamak kepada suatu kaum hak-haknya tidaklah sama dengan hak-hak anggota kaum yang sah lainnya.
Kemenakan yang mengaku bermamak tersebut di Minangkabau disebut juga kemenakan dibawah lutut yaitu orang yang bisa disuruh sarayo (disuruh bekerja untuk kepentingan simamak) ia ini tidaklah sekaum tidaklah sepandam juga tidaklah diikut sertakan sebagai waris dalam hal transaksi hukum harta pusaka tinggi, jika anggota kaum yang sah lainnya masih hidup dan tidaklah tinggal dirumah gadang tepatannya, orang yang mengaku bermamak tersebut oleh mamaknya diberikan sebidang tanah seluas seperumahan untuk tempat tinggal, ia berkubur pandam perkuburan mamak tepatannya, tetapi tidak sepadam.
Demikian berbagai pertimbangan hakim (ratio retidenci)
Advokat. Tinggal di Jambi