17 Juli 2020

opini musri nauli : Membaca RUU Cipta Karya





Akhir-akhir ini publik Indonesia dihebohkan dengan rancangan undang-undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). RUU Cipta terdiri dari 15 BAB dan 174 pasal. 1028 halaman.

Secara sekilas, semangat RUU Cipta Kerja bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat (Pasal 3 RUU Cipta Kerja). Semangat ini ditujukan ditengah-tengah “persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan global ekonomi”.

Semangat untuk “menyederhanakan berbagai peraturan perundang-undangan” dalam satu undang-undang sudah lama menjadi wacana publik. Ditengah kegelisahan terhadap “semrawut” regulasi yang tumpang tindih, egois stakeholder. Belum lagi ditambah dengan regulasi teknis yang justru menyulitkan pengajuan izin di Indonesia.

RUU Cipta Kerja kemudian menjadi wacana publik ketika Jokowi kemudian menggunakan istilah “omnibus law”. “Omnibus Law” bertujuan untuk menyederhanakan peraturan perundang-undangan dalam satu regulasi.

16 Juli 2020

opini musri nauli : Peraturan dan Keputusan


DALAM literatur, disebutkan Peraturan (regeling) dan Keputusan (beschikking). Pada prinsipnya, doktrin menyebutkan Peraturan (regeling) mengatur hal-hal yang umum. Sedangkan Keputusan (beschikking) bersifat khusus.

13 Juli 2020

opini musri nauli : Para Pihak

 



Di dalam proses hukum di Pengadilan Negeri, dikenal para pihak dalam berperkara. Dalam perkara pidana dikenal Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tersangka. Tersangka kemudian setelah di sidangkan kemudian disebut sebagai terdakwa.

09 Juli 2020

opini musri nauli : Marga Batin Pengambang



Dalam peta Belanda “Schetskaart Residentie Djambi – Adatgmeenschappen (Marga’s), disebutkan Muara Talang adalah pusat Marga Batin Pengambang. Margo Bathin Pengambang terdiri dari  14 Dusun yaitu Desa Tambak Ratu terdiri dari Dusun Batu Berugo, Pulau Langsat dan Muara Talang Kecil. Tambak.  Desa Batin Pengambang terdiri dari Empat Dusun, diantaranya dusun 1 Lubuk Pauh, Dusun 2 Dusun Tengah dan dusun 3 Guguk Tinggi. Margo Batin Pengambang yang semula dari 14 Dusun yang kemudian sekarang menjadi 7 Desa.

opini musri nauli : Cara Membaca Gambut Lindung



Pengaturan gambut ditempatkan sebagai kawasan Esensial. UU No. 32/2009 menyebutkan sebagai “ecoregion). Pasal 1 angka (1) UU No. 32 Tahun 2009 menyebutkan “ecoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas system alam dan lingkungan hidup”. Berbagai literatur kemudian menempatkan “rawa, gambut, Sungai, savana, pesisir, laut, karst”.

opini musri nauli : Perhutanan Sosial - Refleksi Pengakuan Hak



Paska penolakan izin PT. DAM di daerah jangkat (Merangin), tawaran untuk Hutan Adat kemudian disampaikan oleh Hasan Basri Harun (Wakil Bupati Merangin). Waktu itu “semangat menggelora” tentang Hutan Adat begitu menggema.

Namun ketika dilihat regulasi, Hutan Adat belum memungkinkan. Aturan regulasi yang diatur didalam UU Kehutanan belum diturunkan dalam regulasi teknis (entah Peraturan Menteri Kehutanan ataupun aturan teknis ditingkat Dirjen).

opini musri nauli : Hak Menguji


HAK menguji peraturan perundang-undangan (kemudian dikenal judicial review) dikenal didalam praktek peradilan. Untuk setingkat UU maka mekanisme kemudian disampaikan melalui Mahkamah Konstitusi. 

08 Juli 2020

opini musri nauli : Menulis



Menulis adalah pelajaran yang paling banyak diajarkan. Baik dimulai dari bangku kelas 1 SD hingga ke perguruan tinggi. Sehingga dipastikan setiap orang “yang pernah” sekolah dapat menulis.

Dengan tulisan maka setiap pemikiran dapat dinikmati generasi selanjutnya. Dengan tulisan orang akan mudah mengetahui cara pandang, pengetahuan tentang sebuah tema. Bahkan dia dapat memutar kembali memorinya.

opini musri nauli : '98

 

Bagiku, aktivis 98 tetap konsisten dengan issu utama.. anti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Menolak kekerasan dan menjunjung kemanusiaan..

07 Juli 2020

opini musri nauli : Koneksi Keluarga, Politik Dinasti atau Nepotistme






Ketika OTT KPK di Kutai Timur, KPK mengingatkan “dampak buruk” dari “Koneksi Keluarga” dalam pemerintahan. Media online sering juga menggunakan istilah “Politik dinasti”.

Istilah “koneksi keluarga” atau “politik dinasti” merupakan istilah baru setelah sebelumnya kita mengenal istilah “Nepotisme”. Nepotisme kemudian sering dipadankan dengan istilah “kolusi” dan “korupsi”.

Praktek “korupsi”, “kolusi” dan “Nepotisme” (sering juga disebut KKN) kemudian dikenal dan menjadi tagline dalam pemberantasan korupsi paska “lengser keprabon” Soeharto.

Redaksi “KKN” kemudian termaktub didalam UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU anti KKN).

Apabila merujuk UU anti KKN, maka “korupsi” adalah tindak pidana. UU No. 31 tahun 1999 kemudian mendefinisikan korupsi seperti “perbuatan melawan hukum”, “menguntungkan diri sendiri/orang lain”, “merugikan keuangan negara”. Makna korupsi kemudian juga mengatur “tindak pidana penyuapan” (norma yang diatur didalam KUHP).

Sedangkan kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.

Sedangkan nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Dengan demikian maka istilah “koneksi keluargaatau “politik dinasti” harus dibaca sebagai “nepotisme” kekhususan “nepotisme dalam keluarga”. Praktek yang sering dilihat diberbagai daerah.

Yang menarik adalah ketika OTT di Kutai Timur, justru sang suami adalah Bupati. Sedangkan sang istri malah menjadi Pimpinan DPRD Kabupaten Kutai Timur. Sehingga proses check and balance justru dalam satu rumah tangga.