Membicarakan sumber daya alam tidak dapat dilepaskan dari akibat pengelolaan sumber daya. Dengan membaca data-data, maka pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilepaskan dari konflik .
Killman dan Thomas menyebutkan konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainyaemosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
Salah satu upaya resolusi konflik maka diperlukan assessment. Salah satu assessment yang dapat digunakan berangkat dari pengetahuan masyarakat, cara pandang sekaligus nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat.
Namun untuk memudahkan pembahasan maka dapat dikategorikan sebagai berikut :
- Idenfitikasi subyek, Aktifitas kegiatan yang sudah dilakukan, Hubungan dengan obyek konflik, Sejarah subyek dengan obyek konflik, Luas areal, tanda Tanaman tumbuh/jejak/bukti surat/klaim adat/sejarah lahan, Tatacara mendapatkan tanah dan hapusnya hak atas tanah.
- Upaya Penyelesaian. Pengetahuan masyarakat didalam upaya Menyelesaikan Konflik, Mekanisme penyelesaian konflik yang menjadi pengetahuan masyarakat, Mekanisme penyelesaian konflik yang masih terjadi dan Nilali-nilai didalam penyelesaian konflik. Dalam term terminologi konflik, penulis menggunakan pendekatan “dimaknai sebagai pertentangan kepentingan antara kedua belah pihak. Dalam bacaan ini kemudian disinkronkan dengan kepentingan antara masyarakat dengan pihak lain (baik perusahaan maupun akibat kebijakan negara)
- Faktor konflik. Menurut Simon, factor Konflik yaitu pertama, teori hubungan masyarakat (community relations theory), teori negosiasi prinsip (principled negotiation theory). Pada prinsipnya, faktor-faktor konflik harus diuraikan. Konflik Sumber daya alam, konflik agama ataupun konflik berdimensi ekonomi tentu saja akan dibedakan perlakuannya masing-masing. Begitu seterusnya.
- Analisis actor. Selanjutnya Analisis Aktor termasuk actor-aktor berpengaruh termasuk sketsa, alur terhadap actor-aktor.
Jadi pada hakekatnya, fitrah manusia tetap berada dalam konflik.
Lalu bagaimana konflik bisa dikelola (resolusi konflik).
Berlatar belakang ilmu hukum sekaligus menggunakan pendekatan hukum adat, maka tawaran saya dimulai dengan melihat pengetahuan yang masih hidup ditengah masyarakat.
Dimulai dari “cara mendapatkan tanah”. Cara yang dikenal ditengah masyarakat seperti “membuka rimbo”, setawar sedingin”, “lambas” atau istilah-istilah lain didalam prosesi mendapatkan tanah.
Biasanya ditentukan waktunya, prosesi adat, luasnya sekaligus penanda tanah yang telah diberikan.
Setelah ditentukan tanahnya maka kemudian adanya kewajiban pemilik tanah untuk memberikan tanda diatasnya.
Sehingga di Jambi dikenal luas tanah seperti “bidang”, sepenegak rumah”, anggar”, depo, tumbuk.
Berbagai seloko seperti “pinang belarik” atau “mentaro” adalah penanda tanah dari pemilik tanah. Ada juga yang menanam tanaman tuo seperti “jengkol”, petai, durian.
Sekali tidak ada batas tanah, maka pemilik tanah tidak dapat mengklaim atas tanahnya. Sebagaimana seloko Jambi “kuat tali jawi”, “mano mentaro’ sebagai dasar kepemilikan hak atas tanah.
Selanjutnya terhadap tanah yang telah diberikan tanda, adanya kewajiban untuk merawat dan menanam tanaman tuo.
Apabila kemudian tanahnya kemudian tidak dirawat yang didalam hukum dikenal istilah “tanah terlantar” maka sang pemilik tanah dianggap mengabaikan hak atas tanahnya.
Seloko seperti “hilang celak jambu klelo”, “tunggul pembaras”, belukar mudo-belukar tuo, belukar lasah, sesap rendah jerami tinggi menggambarkan bagaimana proses tanah yang ternyata kemudian ditelantarkan.
Tanda-tanda diatas tanah itulah menjadi bukti dan dasar apakah sang pemilik tanah Tetap merawat ataupun menelantarkannya.
Selain itu juga dilihat bagaimana cara menyelesaikan sengketa tanah yang biasa dikenal dengan seloko “jenjang adat. Bertangkap naik. Bertangga turun’.
Kesemuanya dilakukan melalui cara Assessment. Yang dilakukan oleh aksesor yang sama sekali tidak berkepentingan dengan konflik.
Pemilihan aksesor digunakan sebagai bahan obyektif sehingga menghasilkan bahan-bahan penting untuk dilakukan langkah selanjutnya.
Entah didorong penguatan kapasitas masyarakatnya itu sendiri, didorong resolusi konflik.
Namun apabila irisannya sama sekali tidak terpenuhi maka sebagaimana seloko Jambi menyebutkan “umo betalang jauh”.
Orang yang mengaku mendapatkan tanah tanpa mengalami proses yang dikenal didalam hukum adat “datang nampak muko. Balek nampak punggung”.
Dan sama sekali Jauh dari penghormatan hukum adat sebagaimana seloko “dimana Bumi dipijak. Disitu Langit dijunjung”.
Orang yang seperti itu telah dijatuhkan hukuman sebagaimana titah Datuk Paduko Berhalo. “Tinggi tidak dikadah. Rendah tidak dikutung. Tengah-tengah dimakan Kumbang”.
Misalnya dikenal “berjenjang adat. Bertangkap naik bertangga turun”.
Kesemuanya dilakukan melalui cara Assessment. Entah didorong penguatan kapasitas masyarakatnya itu sendiri, didorong resolusi konflik.