06 April 2020

opini musri nauli : Corona - Peluang Bebas napi ?





Ketika Menkumham memaparkan jumlah narapidana dan tahanan di Indonesia mencapai 270.386 orang. Sementara kapasitas LP dan rutan hanya mampu menampung 131.931 orang, maka kampanye untuk “pembebasan narapidana” dipercepat menjadi wacana publik.

Dengan slogan “jaga jarak (physical distancing)” sebagai upaya antisipasi penyebaran virus corona, maka kapasitas LP/Rutan untuk menampung narapidana menjadi tidak tercapai. Menkumham kemudian menerbitkan Surat Keputusan Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 pada tanggal 30 Marit 2020.

opini musri nauli : Makna corona - Pergeseran Konsep pemikiran




Usai sudah perjalanan panjang bangsa Indonesia memilih demokrasi sebagai jalan menuju kesejahteraan. Usai sudah “kebebasan berpendapat”, kebebasan berkumpul” (Pasal 28 ayat (3) UUD 1945), kebebasan bergerak.

Namun untunglah, kebebasan yang termasuk kedalam kategori HAM disebutkan sebagai hak yang dapat dikurangi (derogable right). Sehingga wacana untuk “mempersoalkannya” tidak seberat daripada hak essential (non derogable right) seperti “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun” (Pasal 28 I ayat (1) Konstitusi).

31 Maret 2020

opini musri nauli : Melawan Corona (2)




Memasuki paruh pertama masa inkubasi (14 hari), angka-angka Corona yang menyandang infeksi Covid 19 mencapai 1.285 kasus. 64 sembuh dan 114 dinyatakan meninggal. Setelah sebelumnya pada 2 Maret baru dua orang. Kemudian naik 13 orang (9 Maret), 27 orang (10 Maret), 34 orang (11 Maret), 96 orang (14 Maret), 117 orang (15 Maret), 134 orang (16 Maret), 172 orang (17 Maret), 227 orang (18 Maret), 309 orang (19 Maret), 369 orang (20 Maret), 450 orang (21 Maret), 514 orang (22 Maret), 579 orang (23 Maret). 

Angka semakin naik 686 orang (24 Maret), 790 orang (25 Maret), 893 orang (26 Maret) hingga mencapai 1.414 orang (30 Maret) 

Melihat angka-angka diatas maka dapat dibaca dua sisi. Sisi pertama setelah melewati paruh pertama masa inkubasi (14 hari), maka trend angka terus menaik. Angka-angka ini terus bertambah dengan penyebaran, mobilitas masyarakat dari daerah terpapar hingga belum keluarnya angka-angka dari penyebaran. 

30 Maret 2020

opini musri nauli : Bangkit Melawan Corona





Virus Corona membuat “dunia geger”. Tidak ada satupun kejadian dunia “segeger” virus Corona. Dunia kemudian “bersatu”, panik dan mulai merasakan “ketidakberdayaannya”. 

Mari lupakan “perbedaan agama, politik, ras, kebangsaan, gender hingga warna kulit’. Ketika Vatikan, Yerussalem, Mekkah kemudian ditutup, “barulah” manusia kemudian dihadapan Tuhan adalah sama. “Tidak berdaya. 

Mari lupakan “teknologi” manusia yang angkuh ke Bulan. Mari lupakan “kecepatan teknologi” lebih cepat dari cahaya. Mari lupakan “program” ke Mars ataupun “penemuan” bintang-bintang baru”. 

29 Maret 2020

opini musri nauli : Asbun Lockdown



Ketika “koor” menghendaki penutupan total aktivitas (lockdown), maka terbayang dampak “ekonomi” yang justru akan “mempercepat” pembunuhan masyarakat. Virus Corona belum tentu menyerang penduduk namun “kematian” akibat lumpuh ekonomi justru akan mempercepat korban yang berjatuhan. Atau dengan kata lain, “lain yang sakit. Lain yang diobati”. 

Lihatlah. Bagaimana “pedagang kecil” yang tergantung hidupnya setiap hari dari orang yang lewat. Entah jual lontong”, bakso, mi ayam, mie tekwan, yang tergantung dari kedatangan pedagang setiap hari justru merasakan “akibat” dampak tidak datangnya pembeli. 

Belum lagi pedagang sayuran yang mutar di komplek, di perumahan yang tergantung dari mutar-mutar jalan di sekeliling rumah. 

26 Maret 2020

opini musri nauli : Catatan Kecil Corona




Ketika seseorang dinyatakan tertular virus Covid 19 (Virus Corona), maka seseorang kemudian dikategorikan sebagai Pasien dalam pengawasan (PDP). Sang pasien kemudian diminta untuk menceritakan riwayat perjalanannya. Setidaknya 14 hari yang lalu. 


Persoalan mulai timbul. Apakah seseorang bisa mengenal riwayat perjalanannya 14 hari yang lalu. 


Persoalan mulai muncul ketika, persoalan sepele yang diajarkan ketika waktu kecil mulai jarang diterapkan. Ya. Mengisi diari. Tradisi yang disaat remaja sering dilakukan. 


Masih ingatkan ketika waktu remaja, kita mengalami masa-masa yang indah. Dengan mengisi buku diari (biasanya dibelikan waktu Ultah), setiap hari kita mengisi buku-buku diarinya.


Entah “kesal dengan guru kelas” yang pilih kasih di kelas, teman sekolah yang jahil. Bahkan buku diari juga tidak dapat dilepaskan dari kisah memori indah. Jatuh cinta. 


Saking pentingnya buku diari, buku-buku diari sering kali “adanya gemok”. Lengkap dengan kuncinya. 


Bahkan “orang rela” menangis berjam-jam ketika buku diarinya kemudian jatuh ke tangan orang lain. Dia tidak rela “curahan hatinya” kemudian dibaca orang lain. Baginya. Buku Diari adalah “privat”. Hanya dia dan Tuhan yang boleh tau. 

Yunior

 Ikutan juga, ah..


TANTANGAN DI TERIMA

Saya meminta orang-orang yang pecinta olahraga motor untuk bergabung dengan tantangan memposting gambar sepeda motor hanya satu gambar, tidak ada deskripsi. Tujuannya adalah membanjiri FB dengan foto-foto positif sepeda motor, bukan negatif. 

Salin teks ke status Anda, posting foto mobil atau sepeda motor, dan lihat beberapa gambar cantik. Hari yang luar biasa !

Nauli Yunior..

25 Maret 2020

opini musri nauli : Corona - Pengingat Untuk sang Kecil




“Jangan cium si Kecil. Dulu.. Cuci tangan.. Tunggu badan agak meningen”, kata sang istri mengingatkan. 

“Cuci tangan dulu sebelum pegang si kecil”, kata sang istri kembali mengingatkan.

Entah mengapa “ajaran kuno” yang diajarkan sang nenek kemudian selalu diingatkan sang istri ketika pulang dari luar rumah. Saat mencium sang kecil. 

Berbagai ajaran seperti “mencuci tangan”, “jangan mencium sang kecil” adalah ajaran sederhana ketika melihat sang kecil. Rindu tidak tertahan mesti “ikuti” kaidah tertib mengenai sang bayi. 

Belum lagi, tradisi di Melayu Jambi yang selalu menyiapkan “tempayan besar” didepan rumah. Membersihkan tangan, membersihkan kaki sebelum memasuki rumah. 

Semuanya kemudian “ilang” ditelan zaman. Semuanya kemudian “abai” terhadap pelajaran sederhana dirumah. 

22 Maret 2020

opini musri nauli : PANDEMIK CORONA – Bencana atau Tidak ?




Sebenarnya, disaat seperti ini, keinginan penulis hanya menyimak dengan tekun perkembangan pandemic corona yang angkanya terus menaik. Di berbagai belahan dunia, angka-angkanya cukup mengerikan. Dan Indonesia adalah “palang pintu” terakhir yang akan merasakan gelombangnya.

Mari kita lupakan bagaimana “persiapan” yang dilakukan oleh Pemerintah Jokowi. Berbagai seruan agar “dirumah” nampaknya masih dianggap angin lalu. Berbagai pesta masih digelar. Berbagai ritual agama masih dilaksanakan. Entah apa yang terjadi. Namun “ajakan” takdir Tuhan “menentukan” adalah ajakan yang paling sembrono yang pernah penulis ingat.

12 Maret 2020

opini musri nauli : CATATAN TERCECER NGOPI DI JAMBI


           

Ketika Hellosapa mengadakan “Indonesia dalam Secangkir Kopi” dengan menghadirkan Adian Napitupulu, seketika suasana heboh. Di dunia maya, berbagai poster mulai marak. Berbagai telephone kemudian bordering. Memastikan acara dengan hadirnya Adian Napitupulu.