30 Maret 2020

opini musri nauli : Bangkit Melawan Corona





Virus Corona membuat “dunia geger”. Tidak ada satupun kejadian dunia “segeger” virus Corona. Dunia kemudian “bersatu”, panik dan mulai merasakan “ketidakberdayaannya”. 

Mari lupakan “perbedaan agama, politik, ras, kebangsaan, gender hingga warna kulit’. Ketika Vatikan, Yerussalem, Mekkah kemudian ditutup, “barulah” manusia kemudian dihadapan Tuhan adalah sama. “Tidak berdaya. 

Mari lupakan “teknologi” manusia yang angkuh ke Bulan. Mari lupakan “kecepatan teknologi” lebih cepat dari cahaya. Mari lupakan “program” ke Mars ataupun “penemuan” bintang-bintang baru”. 

Mari lupakan daya angkut pesawat, kapal kargo yang memuat puluhan ribu ton. Atau mari lupakan “teknologi satelit” yang bisa meneropong activités manusia didunia lain. Mari kita lupakan.

Tiba-tiba Tuhan menunjukkan kekuasaannya. Dengan berdiameter sekitar 100 nm, Virus Corona telah membuktikan kepada manusia. Dengan tingkat penyebarannya yang luar biasa menyebabkan manusia tidak ada apa-apanya dihadapan Tuhan. Tuhan kemudia menunjukkan kekuasaannya melalui corona. 

Virus Corona tidak mengenal tempat sebagaimana terjadi di Vatikan, Yerussalam ataupun Mekkah. Virus Corona tidak mengenal manusia yang menganut agama apapun. Virus corona tidak pernah bertanya. Semuanya kemudian merasakan “getahnya”. 

Namun sebagai manusia yang mempercayai adanya Tuhan (homo religi), apapun peristiwa didunia, adalah “pesan” dari Sang penguasa alam. Tuhan bukan “memarahi umatnya”. Karena Tuhan terlalu sayang kepada manusia. Tapi Tuhan Hanya memberikan tanda. Tuhan hanya memberikan “pesan”. Agar manusia senantiasa ingat kepadanya. Senantiasa selalu ingat, Tuhan senantiasa ingat kepada manusia tanpa membedakan satu dengan yang lain. 

Agama diturunkan kepada manusia. Agar manusia selalu bersatu, saling mengenal, saling mengasihi. Bukan membedakan satu dengan yang lain. 

Biarlah persoalan “ketuhanan” menjadi kajian ahli agama. Namun Tuhan menghendaki agar manusia senantiasa saling menolong. Saling membantu satu dengan yang lain. 

Bukankah ketika Italia kemudian panik dengan semakin membesarnya angka yang tewas setiap hari, bukan Eropa atau tetangganya, atau Uni Eropa yang membantu. Justru Tiongkok, Cuba kemudian mengulurkan tangan ? Sembari mengadahkan tangan tanpa harus bertanya “ideologi” negara yang dibantu. 

Di Indonesia sendiri, dengan “pondasi” kebudayaan adiluhung, dengan pengetahuan dari nenek moyang yang telah mengajarkan “melewati” proses ini, sudah saatnya 14 hari (2 minggu), kita harus bangkit. Kita “tidak mungkin” hidup dalam ketakutan yang justru akan menurunkan mental dan justru menimbulkan persoalan baru diluar akibat pandemik corona. 

Berbagai ramuan dan rempah-rempah yang merupakan bagian dari kehidupan kita sudah saatnya kita tampilkan. Sebagai jatidiri bangsa yang berbudaya. 

Mari kita mengenalkan sembari mempromosikan “ramuan” yang mengandung “imun” untuk melawan virus corona. 

Sudah cukup 14 hari kemudian kita “terkurung” didalam rumah. Kita harus melawan sembari menunjukkan kepada dunia. Bagaimana dunia bisa belajar dari kita. 

Mari sudahi “cakap-cakap WHO” yang terus mendesak “lockdown” dan semakin heran dengan “kekuatan” kita melewati proses ini. 

Masa inkubasi 14 hari sudah dilewati dengan baik di Indonesia. Angka kisaran 1000 orang dibandingkan dengan 250 juta jumlah penduduk di Indonesia adalah fakta. Tidak perlu lagi berdebat tentang itu. 

Mari kita tutup wacana dari kelas elite yang “sibuk menggurui” kita tentang “ancaman virus corona”. Mereka tidak mau mengakui tentang kebudayaan Indonesia. Mereka sibuk “menyalin” teror virus corona dan kemudian menakut-nakuti masyarakat Indonesia. 

Sembari mengikuti protokol WHO semisal “menjaga jarak”, mengurangi aktivitas yang melibatkan orang banyak, tetaplah beraktivitas seperti biasa. Tetaplah masak masakan orang Indonesia. 

Teruslah berkabar tentang kebudayaan adiluhung Indonesia. Teruslah mengabarkan berbagai masakan Indonesia. Dilengkapi dengan “bumbu-bumbu” dan rempah-rempah. Sembari terus mengabarkan “kekuatan dahsyat” ramuan Indonesia. 

Tagarkan “kami melawan”. Atau tagar “Masakan Indonesia”. 

Mari kita bangkit. Mari kita melawan. 

Pencarian terkait : Opini Musri Nauli, Musri Nauli, jambi dalam hukum, Hukum adat jambi, jambi, sejarah Hukum adat jambi, politik jambi,


Opini Musri Nauli dapat dilihat www.musri-nauli.blogspot.com