04 April 2015

opini musri nauli : PELAKSANAAN MORATORIUM DI JAMBI


Luas wilayah Provinsi Jambi mencapai 5,1 juta hektar atau seluas 53.435 Km2. Seluas 95,44 persen meliputi daratan dan seluas 4,66 persen meliputi wilayah perairan. Sekitar 42,73 persen atau seluas 2.1 juta hektar merupakan kawasan hutan yang terbentang dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di sebelah Barat hingga Taman Nasional Berbak (TNB) di sebelah Timur. Sisanya, seluas 57,27 persen atau 2,9 juta hektar merupakan Kawasan Pertanian dan Non Pertanian.

02 April 2015

opini musri nauli : MAKASSAR - PINTU GERBANG TIMUR INDONESIA




Akhirnya sampai juga saya keinginan menginjakkan tanah di Celebes. Negeri masyur yang lebih sering disebut-sebut dalam buku. Mengunjungi Makassar sebagai pintu gerbang timur Indonesia.

25 Maret 2015

Hutan Jambi Rusak Raja Hutan Balas Dendam!



JAMBI, CITRAINDONESIA.COM- Satwa dan beraneka ragam hayati lainnya kian punah menyusul parahnya kerusakan hutan akibat pembabatan keji oleh manusia- manusia pemburu rente.
Buntutnya, satwa- satwa liar dan ganas turun dari gunung atau hutan, memasuki area perkampungan. Warga heboh. Ketakutan- dan berujung pada pembunuhan satwa dimaksud.

21 Maret 2015

opini musri nauli : Makna Pemberian Rokok Dari Mensos



Pada tanggal 13 Maret pukul 06.00 wib saya meninggalkan Jakarta dengan menggunakan maskapai Garuda Airways (Garuda). Setelah memasuki pesawat (boarding), di belakang saya diikuti seorang pejabat dan dua orang. Setelah saya duduk, saya cermati siapakah gerangan pejabat dan diikuti dua orang tersebut. Saya kemudian tersadar. Dia adalah Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.

18 Maret 2015

opini musri nauli : PROSES HUKUM TERHADAP YT



Dalam sebuah tayangan televisi, Kontras – lembaga nasional yang concern terhadap kekerasan - mengabarkan hasil investigasinya proses hukum terhadap Yusman Telaumbanua (YT - 16 tahun). YT dijatuhi hukuman mati.

Polisi berkilah baru mengetahui usia dari YT setelah proses persidangan. Sedangkan pengadilan mengaku setelah proses sidang telah berlangsung.

16 Maret 2015

opini musri nauli NENEK ASYANI – Menggugah Nurani Hukum



Belum selesai akhir ending Sarpin effect, dunia hokum kembali dikejutkan dengan persidangan Asyani, seorang nenek berusia 63 tahun di PN Situbondo.

Pada pertengahan Desember 2014, Nenek Asyani dimasukkan penjara dengan tuduhan menebang kayu jati dan mencuri milik Perhutani. Padahal Nenek Asyani bukan menebang kayu jati milik Pemerintah melainkan miliknya sendiri.

Persidangan Nenek Asyani mengingatkan persidangan terhadap kasus-kasus sepele seperti pencurian, kakao, pencurian sandal, pencurian listrik cas HP, persidangan e-mail ”Prita”, pencurian semangko yang menarik perhatian nasional.

Kasus pencurian, kakao, pencurian sandal, pencurian listrik cas HP, persidangan e-mail ”Prita”, pencurian semangko menjadi inspirasi MA keluar dari “kungkungan” aliran positivisme.

Sudah lama Mahkamah Agung menyadari dan mendorong agar perkara ringan cukup diselesaikan di luar proses peradilan (out of court settlement). MA kemudian mengeluarkan untuk perkara perdata, mediasi bersifat wajib, dan bisa diterapkan untuk semua tingkatan peradilan (Perma No 1 Tahun 2008). Bahkan untuk perkara pidana, MA mengeluarkan PERMA No. 2 Tahun 2012. MA kemudian menafsirkan ”Rp 250 dengan definisi RP 2.500.000,- dalam pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, Pasal 407, pasal 482 KUHP.

Problema hokum mulai muncul. Apakah Hukum dapat membenarkan dan memaafkan perbuatan dari Nenek Asyani ?

Menggunakan definisi UU P3H (UU yang sedang digugat di MK), persoalan hokum tidak bisa menjelaskan apakah Nenek Asyani dapat menghilangkan sifat tindak pidana (Straf-uitsluitings-gronden) dalam hal ini menghilangkan sifat melanggar hukum (wederrchtelijkheid) dan memaafkan si pelaku (“feit d’xcuse”)

Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu ‘Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea’, bahwa ‘tidak dipidana jika tidak ada kesalahan’.

Seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana hanya dapat dihukum jika terdapat kesalahan. Dalam bahasa latin diungkapkan dengan kata-kata “actus non facit reum, nisi mens sit rea.

Dalam asas positivisme maka dengan melihat unsur kesalahan (schuld) dan “mens rea”, Menilik terhadap perbuatan yang didakwakan kepada Nenek Asyani yang menebang kayu jati (terlepas milik Pemerintah ataupun miliknya sendiri), maka Nenek Asyani tidak dapat dilepaskan dari proses hukum. Nenek Asyani tetap bisa dipersangkakan melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur didalam UU Kehutanan. Perbuatan “menebang kayu” tanpa izin bertentangan dengna hukum.

Nenek Asyani telah “terbukti” dalam proses penyidikan sehingga proses hukum dilanjutkan hingga di persidangan.

Begitu menggunakan rujukan terhadap menghilangkan sifat tindak pidana (Straf-uitsluitings-gronden) dalam hal ini menghilangkan sifat melanggar hukum (wederrchtelijkheid) dan memaafkan si pelaku (“feit d’xcuse”), maka Nenek Asyani tidak dapat melepaskan tanggungjawab hukum.

Namun yang dilupakan dalam proses hukum, penegak hukum baik di tingkat penyidikan maupun penuntutan melupakan asas keadilan. Mereka lupa sebagaimana disampaikan oleh Gustav Radbruck. Gustav memberikan “ingatan” tentang tujuan hukum yaitu keadilan hukum (gerechtigkeit), kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit).

Dalam istilah lain, MK sudah menyampaikan keadilan prosedural (procedural justice) dan keadilan substantif (substantive justice). Keadilan prosedural adalah keadilan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang dirumuskan dari peraturan hukum formal. Sedangkan keadilan substantif adalah keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai yang lahir dari sumber-sumber hukum yang responsif sesuai hati nurani.

Selain itu juga yang sering diingatkan oleh Aristoteles “Hukum harus membela kepentingan atau kebaikan bersama/Common good”. Atau disampaikan oleh Hart “hukum sebagai sistem harus adil.

Dengan melihat persidangan terhadap Nenek Asyani, maka kita bisa seharusnya mendorong putusan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit) terhadap Nenek Asyani. Tidak semata-mata menggunakan pendekatan semata-mata kedalam kepastian hukum (rechtssicherheit) atau keadilan hukum (gerechtigkeit).

Apakah bermanfaat terhadap proses hukum kepada nenek Asyani ? Apa pelajaran yang bisa ditarik dari peristiwa terhadap nenek Asyani ? Apakah akan memberikan “effek jera” kepada nenek Asyani ?

Melihat berbagai dinamika yang terjadi di tengah masyarakat, melihat berbagai peraturan baik hukum normatif, semangat restroaktive justice hingga semangat memberikan pelajaran hukum, maka konstruksi hukum bisa dilakukan.

Terhadap Nenek Asyani bisa dilakukan putusan “menjatuhkan hukuman” dengan tetap Rasa kemanusiaan dan nurani melihat keadaan nenek Asyani adalah pondasi utama sebelum menjatuhkan.

Nenek Asyani bisa dijatuhi pidana penjara yang dihitung selama nenek Asyani telah menjalani penjara.
Dengan demikian, maka setelah putusan dibacakan, Nenek Asyani bisa menghirup udara segar.

Kedepan. Pelajaran pahit harus kita terima. Peristiwa persidangan terhadap nenek Asyani harus menggunakan cara-cara restoraktive justice. Harus dihentikan cara-cara memberikan “penghukuman” kepada rakyat melalui pengadilan.

Tanpa pernah “membenarkan” perbuatan menebang kayu tanpa izin, harus diselesaian dengan menggunakan berbagai mekanisme diluar pengadilan untuk memberikan pelajaran hukum dan pendidikan hukum kepada masyarakat yang “buta hukum” dan perlu perlindungan negara.

Hukum Pidana sebagai Ultimum Remedium merupakan senjata terakhir dalam penegakkan hukum. Menggunakan hukum pidana sebagai “effek jera” merupakan konsep hukum dalam era kolonial. Cara ini harus dihentikan dan digantikan hukum yang berwajah humanisme. Dan menempatkan kemanusiaan sebagai penghormatan sebagai negara berdaulat.


Dimuat di Jambi Ekpspress, 18 Maret 2015.















10 Maret 2015

opini musri nauli : Ada Apa dengan Ahli Hukum



Akhir-akhir ini kita menyaksikan berbagai dagelan hukum yang kering makna. Kriminalisasi pimpinan KPK, pendukung KPK seperti Denny Indrayana (UGM), Feri Amsari (Unand).

Belum cukup.

opini musri nauli : SDA dan konflik (In Memoriam Indra Pelani)


Peristiwa tragis yang merenggut nyawa pejuang petani, Indra Pelani (Serikat Tani Tebo) memantik dukungan publik. Kepergian Indra Pelani menuai protes dan dukungan dari berbagai kalangan. Berbagai website resmi dari berbagai organisasi yang memiliki “concern” terhadap peristiwa ini telah memuatnya.

Pihak Asia Pulp and Paper (APP group dari PT. WKS) menyatakan resmi mengutuk keras perbuatan pelaku dan bertanggungjawab dan menyerahkan kepada proses hukum siapapun yang terlibat.

09 Maret 2015

opini musri nauli : Gangguan kejiwaan menurut hukum





Dunia hukum di Jambi geger dengan peristiwa kasus pembunuhan suami terhadap istrinya. Hendi (35) warga Desa Taman Bandung Kecamatan Pauh Sarolangun, memenggal kepala istrinya Riska (37) hingga putus.

Proses hukum kemudian dilakukan untuk melihat motif hingga pelaku tega menghabisi nyawa istrinya dan kemudian memenggal kepala istri hingga putus. Motif inilah kemudian dijadikan dasar untuk melihat peristiwa ini sebenarnya dan kemudian bagaimana pelaku dapat dipertanggungjawabkan.

opini musri nauli : DIPLOMASI DAN ETIKA



Dalam sebuah proses mediasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri “yang”mempertemukan Gubernur DKI (Ahok) dan DPRD DKI berakhir dengan “deadlock”. Entah dengan alasan “gaya” Ahok yang “terus terang” sambil menunjuk dan mengangkat tangan sambil menunjuk jidat atau gaya anggota DPRD yang teriak-teriak, suasana mediasi yang panas kemudian tidak menghasilkan apa-apa.