JAMBI, CITRAINDONESIA.COM- Satwa dan beraneka ragam hayati lainnya kian punah menyusul parahnya kerusakan hutan akibat pembabatan keji oleh manusia- manusia pemburu rente.
Buntutnya, satwa- satwa liar dan ganas turun dari gunung atau hutan, memasuki area perkampungan. Warga heboh. Ketakutan- dan berujung pada pembunuhan satwa dimaksud.
“Sepanjang 2014 lalu, ada sekitar 50 konflik yang terjadi antara warga dan satwa di beberapa wilayah seperti Merangin, Batanghari, Tebo, Kerinci, Tanjung Jabung Timur, dan juga Muaro Jambi,” ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi, Musri Nauli kepada citraindonesia.com, Rabu (25/3/2015).
Sejatinya, menurut Musri, tragedi 50 konflik itu menjadi warning atau peringatan bagi Pemerintah Pemprov Jambi. Bahwa penghuni hutan sudah galau- kemudian marah sehingga terjadi konflik.
Bertolak dari peristiwa memilukan itu, maka sudah sepantasnya dihentikan segala praktek pembabatan hutannya secara membabibuta demi kelangsungan hidup hayati di hutan dan tidak mati kelaparan, begitu juga kelestarian alam sekitarnya.
Kepunahan satwa dan kerusakan lingkungan lanjutnya, merupakan salah satu ancaman besar untuk Jambi. Semua itu berawal dari kekejaman manusia mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan atau pemukiman penduduk.
Maka itu, Satwa – satwa ganas seperti Harimau sering mengalami konflik dengan warga kampung di Jambi. Bahkan sudah ada manusia menjadi korban keganasan Harimau itu.
Sang Raja Hutan balas dendam?
“Mungkin di tahun 1990 ada sekitar 200 ekor Harimau di kawasan hutan di Jambi, namun sekarang paling hanya tinggal 50 ekor saja,” ujarnya bernada prihatin.
http://citraindonesia.com/hutan-jambi-rusak-raja-hutan-balas-dendam/