Luas
wilayah Provinsi Jambi mencapai 5,1 juta hektar atau seluas 53.435
Km2. Seluas 95,44 persen meliputi daratan dan seluas 4,66 persen
meliputi wilayah perairan. Sekitar 42,73 persen atau seluas 2.1 juta
hektar merupakan kawasan hutan yang terbentang dari Taman Nasional
Kerinci Seblat (TNKS) di sebelah Barat hingga Taman Nasional Berbak
(TNB) di sebelah Timur. Sisanya, seluas 57,27 persen atau 2,9 juta
hektar merupakan Kawasan Pertanian dan Non Pertanian.
Dari
2,1 juta hektar kawasan hutan, 818 ribu hektar kemudian ditetapkan
dengan pemberian izin untuk HTI. Berbanding terbalik untuk hutan
kemasyarakatan hanya 53 ribu hektar.
Belum
lagi kawasan untuk pertambangan. JATAM menyebutkan kawasan tambang di
Jambi seluas 1,09 juta hektar. Sedangkan untuk perkebunan sawit dari
total izin seluas 1 juta hektar maka baru ditanami seluas (eksisting)
seluas 515 ribu hektar. Ketimpangan penguasaan lahan menyebabkan
berbagai konflik di Jambi.
Sementara
itu penurunan luasan tutupan lahan hutan Jambi selama kurun waktu 10
tahun berkurang sebesar 1 juta hektar. Dari 2,4 juta hektar pada
tahun 1990 menjadi 1,4 juta hektar pada tahun 2000 atau sebesar 29,66
persen dari total luas wilayah Jambi. Pengurangan tutupan lahan hutan
ini terjadi di dataran rendah dan pegunungan, yaitu 435 ribu hektar.
Sisanya terjadi di lahan rawa gambut.
Deforestrasi
dalam kurun waktu 2009-2014 mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Di tahun 2012 deforestasi mencapai 76.522 hektare.
Semangat
moratorium untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai ekosistem dan
merehabilitasi hutan akibat penghancuran illegal logging
(deforestasi) disambut dengna baik. Penetapan kawasan hutan
sebagaimana ditetapkan dalam Inpres No. 6 Tahun 2013 kemudian
dituangkan didalam peta.
Hasil
analisis dokument yang dilakukan oleh Walhi Jambi, sebagian besar
wilayah PIPPIB di Provinsi Jambi terletak di kawasan hutan konservasi
(Taman Nasional, Hutan Lindung, Cagar Alam, HL Gambut) atau total
PIPIB yang terdapat di wilayah konservasi seluas 859.899,22 Ha (93,15
%). Padahal kawasan hutan konservasi terletak di Taman nasional,
Hutan Lindung, caga alam dan Hutan Lindung Gambut yang tunduk dengan
UU No. 5 Tahun 1990 dan relatif terproteksi dari gangguan illegal
logging.
Padahal
wilayah ekosistem gambut di Jambi belum semuanya masuk kedalam
wilayah PIPPIB Revisi V. Seharusnya wilayah ini harus diselamatkan
dan harus dimasukkan kedalam wilayah PIPPIB
Selain
itu PIPPIB Revisi V masih banyak yang berada di dalam wilayah konsesi
baik perusahaan perkebunan sawit, tambang maupun perusahaan Hutan
Tanaman Industri. Hasil analisis dokumen dan hasil investigasi
lapangan Walhi jambi sekitar 150.935,91 Ha.
Memasukkan
Perusahaan sawit dan HTI kedalam PIPPIB menimbulkan persoalan. Selain
merupakan areal konflik antara masyarakat dengan perusahaan, areal
konflik merupakan ruang kelola masyarakat dan semakin meminggirkan
masyarakat.
PIPPIB
revisi V masih beririsan/bersinggungan dengan lokasi wilayah kelola
masyarakat. Bahkan terdapat Kantor Kepala Desa di Desa Sungai Baung,
Desa Parit Bilal dan Desa Sinar Wajo.
Dengan
melihat analisis dokumen dan investigasi yang telah dilakukan, maka
moratorium harus dilakukan dengan peninjauan ulang terhadap izin-zin
yang dikeluarkan karena banyak perizinan perkebunan sawit tidak
sesuai dengan dokumen dan fakta lapangan baik soal tempat dan luasan
pembukaan lahan. Selain itu juga wilayah PIPPIB harus memasukan
daerah-daerah respan air dan wilayah ekosistem gambut.
Adanya
partisipasi masyarakat didalam invetarisasi wilayah moratorium dan
monitoring terhadap peta indikatif penundaan pemberian izin baru
(PIPPIB). Selain bisa memastikan kawasan-kawasan yang jadikan wilayah
moratorium.
Perizinan
masa moratorium
Namun
bukan untuk memperbaiki tata kelola, pada saat bersamaan Pemerintah
masih memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk bergerak di HTI.
Sebagai contoh PT. Delonix Lestari Raya (PT. DLR). PT. Delonix
Lestari Raya (DLR) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
Kehutanan. Pada tahun 2014, PT. DLR mengajukan permohonan izin
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI)
seluas 7.922 ha yang berlokasi di Kecamatan Sungai Manau, Kecamatan
Pangkalan Jambu, Kecamatan Renah Pembarap dan Kecamatan Tabir Barat,
Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Pemerintah
kemudian Menteri Kehutanan mengelurkan surat (SP I) dengan Nomor
S.88/Menhut-VI/2014 tanggal 10 Februari 2014 yang isinya adalah
perintah kepada PT. DLR untuk menyusun dokument Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Hal ini juga menjadi dasar bagi PT.
DLR untuk menyusun dokument Analisa Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
yang merupakan salah satu bagian dari dokumen AMDAL.
PT.
Delonix Lestari Raya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang kehutanan, perusahaan ini sedang menunggu surat keputusan dari
menteri kehutanan untuk bisa beroperasi menjalankan usaha dibidang
kehutanan tersebut.
Dengna
memperhatikan keinginan moratorium yang dicanangkan oleh Pemerintah,
maka semangat moratorium belum mencapai hasil yang diharapkan.
Moratorium dikawasan hutan konservasi tidak mencapai keinginan
memberikan hutan untuk sedikit bernafas. Pemberian izin masih
dilakukan terhadap kawasan hutan.