17 Oktober 2019

opini musri nauli : Paradigma ala Capra




Akhir-akhir ini, pertarungan pemikiran didalam memandang alam memantik polemik panjang. Satu sisi, pemikiran yang menempatkan “alam’ adalah ciptaan dari Sang Pencipta. Ciptaan kepada manusia. Pemikiran ini dikenal sebagai “antrosentris”.

Disisi lain, adanya analisis lingkungan yang kemudian menempatkan alam harus ditempatkan sesuai dengan fungsinya. Baik dari pendekatan lingkungan, pentingnya lingkungan hidup maupun berbagai aspek-aspek lingkungna lainnya. Pemikiran ini kemudian dikenal sebagai “bio-sentris’.

15 Oktober 2019

opini musri nauli : satu Dasawarsa UU Lingkungan Hidup



Ditengah asap yang kian pekat, kebakaran yang semakin sulit ditanggulangi, tiba-tiba umur UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU LH) memasuki satu dasawarsa. Usia matang untuk menentukan arah dan desain model pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia.

Satu dasawarsa juga kemudian “gagap” memaknai UU LH. Gagap yang kemudian menempatkan “kegagalan” memahami hakekat dari UU LH.

09 Oktober 2019

opini musri nauli : Problema Gambut di Jambi



Kebakaran massif di Jambi sejak 1997 hingga sekarang menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat. Tahun 2015, selama tiga bulan ditutupi asap. Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra satelit, terdapat sebaran kebakaran 52.985 hektar di Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar. Indeks mutu lingkungan hidup kemudian tinggal 27%. Instrumen untuk mengukur mutu lingkungan Hidup dilihat dari “daya dukung” dan “daya tampung”, Instrumen Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, penggunaan “scientific” dan pengetahuan lokal masyarakat memandang lingkungan hidup.

08 Oktober 2019

opini musri nauli : Hukum Tanah Melayu Jambi





Akhir-akhir ini, ada kecendrungan “membenturkan” Hukum Agraria Nasional yang diatur didalam UU No. 5 Tahun 1960  (UUPA) dengan Hukum Tanah Adat. Kecendrungan ini dapat dilihat baik didalam paradigm penegak hukum maupun dalam penegakkan hukum .

Kecendrungan dapat dilihat seperti ungkapan, “pembuktian” tertulis (segel, sporadik, Sertifikat Hak Milik, surat keterangan Tanah), asas domein verklaring dan Hak milik negara.

04 Oktober 2019

opini musri nauli : Manusia Indonesia




Ketika aksi yang kemudian berakhir dengna kerusuhan di Wamen, Papua, langsung saya panic. Terbayang nasib saudara-saudaraku. Terutama saudara Keluarga istri. Pedagang yang sudah lama tinggal disana.

Suasana panik semakin terasa. Informasi dari sana sangat sedikit. Sementara teman-teman nasional masih sibuk bahas RUU-KPK dan capim KPK. Isu yang “berputar-putar’ cuma itu.

02 Oktober 2019

opini musri nauli : Si Adik Membunuh Kakaknya




Judul diatas adalah perumpamaan atau gambaran terhadap “kekuatan” dari citizen journalist”. Kekuatan maya yang kemudian mulai “menyerang” kekuatan nyata. Senyata kenyataan yang mulai menghinggapinya.

01 Oktober 2019

opini musri nauli : Sesat Pikir




Sejenak publik disuguhi berbagai peristiwa seminggu terakhir ini. Entah aksi mahasiswa, kisah heroik STM, poster-poster kaum milenial yang justru “melambangkan” kemerdekaan pribadi terhadap tubuhnya. Namun semakin hari-hari berbagai komentar mulai bermunculan. Baik yang mendukung maupun yang menolak aksi-aksi.

Pertama. Issu “RUU KPK-RUU KUHP-RUU Pertanahan” adalah issu yang sensitif yang menyentuh rakyat banyak. Issu yang mampu menarik dukungan paling besar sejak ’98. Issu yang mampu merekat berbagai komponen.

29 September 2019

opini musri nauli : Manusia dan hewan

\


Entah “kurang membaca”, kurang gaul”, “kurang jauh jalan”, meme tentang ternak menghiasi dinding lapak FB saya. Saya menyimak, memperhatikan bahkan kadangkala harus berselancar untuk menangkap pesannya. Agar tidak keliru,  apakah cuma  sekedar “menghebohkan” jagat dunia maya. Atau memang benar-benar “kurang memahami” esensi dari pengaturan tentang hewan.

28 September 2019

Peluncuran Handbook Paralegal


Minggu yg berat.. setelah 2 Minggu turun dilapangan, akhirnya otak dipakai menyelesaikan berbagai laporan..

27 September 2019

opini musri nauli : Pemerkosaan dalam Perkawinan (Marital Rape)



Banyak yang mempersoalkan “pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape)” yang didalam RUU KUHP. Paradigma ini kemudian “melahirkan” meme. Termasuk berbagai poster “Surat pernyataan” yang “seolah-olah” mempertanyakan logika norma yang menjadi muatan didalam RUU KUHP.

Secara sekilas, kekerasan bahkan pemerkosaan didalam perkawinan (marital rape) menjadi aneh dalam alam masyarakat “patriarki”. Bukankah “didalam perkawinan”, istri harus melayani kebutuhan syahwat dari Suami ? Seorang tokoh agama dengan berapi-api menjelaskan dan penolakkannya.

“Kekeliruan” disebabkan berbagai pendekatan.