Tampilkan postingan dengan label Dialektika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dialektika. Tampilkan semua postingan

17 Maret 2021

opini musri nauli : Dunia Lain

 



Jangan dibayangkan tema kali ini kita membicarakan tentang alam Semesta yang sering diperdebatkan ilmuwan ataupun kaum agamawan. Seperti mikro kosmos-makro kosmos. 

16 Maret 2021

opini musri nauli : Adat Tamu


Berbagai istilah sering menggambarkan perilaku tamu dalam kebiasaan dan etika. 


Tamu adalah orang bisu. Yang datang kerumah orang lain namun tidak boleh berbicara keadaan rumah yang didatanginya kepada siapapun. 


Dia tidak boleh cerita tentang sambalnya yang keasinan. Atau kopi yang kurang gula. 

15 Maret 2021

opini musri nauli : Kemerdekaan Berfikir



Di HMI saya diajarkan kepemimpinan, Indonesia dan islam. Perpaduan unik yang membuka cakrawala berfikir. 


Dan HMI membuat saya tetap bebas merdeka berfikir. Namun tetap menghargai pemikiran diluar pemikiran saya. 


Di HMI saya diajarkan kemerdekaan berfikir. Kemewahan yang hingga kini saya nikmati. 


Persaudaran HMI kemudian mengajarkan kekuatan kolektifitas. 

Perbedaan pandangan, orientasi politik dan perbedaan kepentingan yang bisa ditertawakan di meja kopi.  

05 Maret 2021

opini musri nauli : Bungkus daripada isi




Ketika Gubernur Sulsel ditangkap KPK, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bak seakan-akan tidak percaya, Gubernur yang pernah mendapatkan “Bung Hatta Award” ketika menjadi Bupati Bantaeng (Sulse) kemudian menghentak public. Memberikan kekagetan sekaligus ketidakpercayaan. 


Teringat suatu hari pembicaraan dengan tokoh nasional. Membicarakan prestasi dan kinerjanya sebelum mengikuti pilkada Sulsel. 

opini : Seni



Kapan terakhir kita menikmati seni ? Menikmati music ? Menonton Film ? Menonton konser ? Mengikuti konser ? Atau membeli kaset ? Atau menghidupkan music keras-keras ?

Kapan terakhir kita Membaca buku sastra atau non fiksi ?. Membuat puisi atau cerpen ?

20 Februari 2021

opini musri nauli : Sesat Pikir Hukum Tanah (2)

 


Akhir-akhir ini, berbagai konflik disebabkan “perbedaan nilai”, “perbedaan pandangan” didalam hukum Agraria (Hukum Tanah). Berbagai perbedaan itu kemudian meruyak, meledak bahkan menjadi prahara yang terus menjadi perhatian masyarakat. 


Secara umum, saya melihat berbagai konflik dilatarbelakangi “cara pandang” yang berangkat dari nilai yang berbeda. 

16 Januari 2021

opini musri nauli : Pesohor kurang kerjaan

 



Beberapa hari yang lalu, aksi teatrikal pemberian vaksinasi COVID-19 dilakukan di Istana Kepresidenan. Presiden Jokowi menerima vaksin pertama kali. Dilanjutkan dengan berbagai tokoh. Baik Panglima TNI, Kapolri, dan Tokoh agama. Tidak lupa kemudian dilanjutkan para pesohor dunia entertainment. Salah satunya adalah Raffi Ahmad (Rafi). 

10 Desember 2020

opini musri nauli : Pemenang Pilgub Jambi 2020

 



Didalam ilmu politik dikenal sistem penentuan pemenang. Dikenal pemenang meraih suara terbanyak (single mayority) dan pemenang mayoritas (absolute mayority). 


Didalam statute Walhi, hampir semua mekanisme digunakan. Misalnya untuk mengadakan PNLH luar biasa (Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup – semacam kongres/Munas), mekanisme absolute mayority dengan agenda pemilihan Direktur nasional ataupun pembahasan tentang pembubaran organisasi baru bisa dilakukan setelah didukung 2/3 anggota. 


Mekanisme mengadakan PNLH Luarbiasa dengan dukungan 2/3 anggota dikenal dengan mekanisme absolute mayority. 


Sedangkan terhadap hasil pemilihan komponen Walhi ataupun keputusan organisasi harus meraih suara yang terbanyak (single mayority). 


Selain itu Mekanisme absolute mayority juga mengenal suara yang diraih harus mencapai 50 + 1. Atau setengah + satu (50 % + 1). 

08 Desember 2020

opini musri nauli : Problema Hukuman Mati Menteri Sosial

 


Ketika Menteri Sosial (kemudian menjadi mantan Menteri Sosial) ditahan dengan tuduhan korupsi menerima “upeti” dari rekanan penyaluran bantuan sosial (bansos) senilai Rp 14,5 milyar, sebagian kalangan menghendaki “pidana mati” terhadap pelakunya. 


Keinginan kuat untuk menerapkan hukuman mati terhadap pelaku korupsi adalah kegeraman public disaat pandemic corona. Keinginan yang wajar ditengah persoalan himpitan ekonomi. 


Bayangkan. Disaat rakyat tengah berjuang untuk keluar dari krisis panjang ekonomi dan ancaman pandemic corona yang belum usai, pejabat yang diberi amanah malah berselingkuh dengan rekanan. Dan mengutip tiap helai dari paket bantuan. 


Namun disisi lain, penerapan hukuman mati terhadap pelaku korupsi bansos menarik untuk ditinjau dari pendekatan hukum. 


Sebagian kalangan semula dengan gampang mencomot pasal 2 ayat (2) UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

07 Desember 2020

opini musri nauli : Panglima Memimpin Pasukan



Masih ingat “seakan-akan” dunia akan runtuh. Tema pemberantasan korupsi akan mati suri ketika RUU KPK kemudian disahkan. 


Berbagai gelombang penolakkan begitu keras. Berbagai pihak kemudian menolak RUU KPK. 


Belum usai gelombang penolakkan, disahkan pimpinan KPK dan kemudian masuk ke Gedung Merah Putih gelombang penolakkan semakin mengkristal. 


Bahkan ancaman mundur dari pasukan internal begitu kuat. Ancaman itu disuarakan. Bahkan nasib KPK seakan-akan diujung tanduk. 

29 Oktober 2020

Opini Musri Nauli : Rasionalitas




“Dedek, mama ngomong nih.. kok dedek dak dengar omongan mama”, protes istriku. suaranya sedikit meninggi.. 


“Mama nih.. Dedek lagi makan.. kata mama, kalo makan dak boleh ngomong. !!”, protes s bungsu.. 


Aku yang sedang rebahan dikamar, mendengar suara protes si bungsu, tiba-tiba bangkit. Tersentak. Bangun. Dan kemudian tertawa terbahak-bahak. 


Sembari keluar kamar aku kemudian bergumam. “Nah, tuh !!,”.  Sang istri cuma cemberut. 

18 Oktober 2020

Pemimpin



Saya percaya.. Pemimpin tuh diciptakan.. bukan dilahirkan..

Dulu, pemimpin di didik di padepokan.. latih ilmu Kanuragan hingga ilmu zohir..

30 September 2020

opini musri nauli : Catatan kecil opini di media massa

 


Akhir-akhir ini tidak dapat dipungkiri, gegap gempita politik saling bersilewaran didunia maya. Berbagai pemikiran terus lahir untuk melihat berbagai peristiwa politik dari berbagai sudut. 


Sebagai Pendidikan politik kepada rakyat, opini merupakan ranah yang mewarnai dinamika pemikiran. Opini diharapkan dapat menggambarkan para penulis opini untuk menyampaikan gagasan. 


Namun kegelisahan penulis melihat fenomena ini harus dilihat dan ditempatkan sebagaiman mestinya. Sehingga public mendapatkan kesempatan utuh melihat berbagai peristiwa lebih jernih. 


Berbagai catatan kecil akan membantu untuk melihat persoalan ini lebih obyektif. 

25 September 2020

opini musri nauli : Menengok Pemikiran Nurul Fahmi


Ketika Nurul Fahmi (Fahmi) menuliskan pemikiran “Feodalisme Gaya Baru Kandidat Nomor Dua” yang kemudian menjadi viral di media massa dan media sosial, ibarat “koor” semua kemudian berteriak. Gaduh. Ramai. Persis kayak Cheefleader (pasukan sorak-sorai). 


Namun hingga kini, sama sekali tidak ada penjelasan utuh dari berbagai pandangan tentang pemikiran Fahmi. Terlepas dari isi yang dituliskan oleh Fahmi dan beberapa pemikiran yang belum tentu saya juga sepakat, namun ketika tulisan Fahmi sama sekali tidak mendapatkan penjelasan utuh dari “Cheefleader” seketika saya menjadi “terhenyak”. 


Mengapa “tuduhan” tulisan yang disampaikan oleh Fahmi kemudian “diplesetkan” apakah Fahmi menjadi timses atau berpihak. 

27 Juli 2020

opini musri nauli : ADVENTURING




Ketika sang istri hamil anak ketiga, seketika itu “palu godam’ dijatuhkan. Aku dilarang naik sepeda motor.

Anakmu sudah tiga orang. Hentikan naik sepeda motor ?, kata sang istri lembut. Melembutkan hatiku agar tidak menggunakan sepeda motor.

Entah “palu godam” atau memang digariskan, Tuhan kemudian memberikan rejeki. Dapat membeli mobil bekas (walaupun kredit). Angan naik sepeda motorpun sementara “redup”.

Angan naik sepeda motor terus terkubur. Sang Sulung dan adiknya yang sekolah diluar kota memerlukan biaya kuliah dan biaya asrama. Kebutuhan rutin bulanan yang mesti dipersiapkan.

17 Juli 2020

opini musri nauli : Reading the Indonesian Omnibus Bill on Job Creation



Recently, the Indonesian public has been shocked by the draft work of the Omnibus Bill on Job Creation / RUU Cipta Kerja. The Job Creation Bill consists of 15 chapters and 174 articles in a total of 1,028 pages.

At a glance, the spirit of RUU Cipta Kerja  aims to create jobs for the society (Article 3 of RUU Cipta Kerja). This spirit is aimed at the midst of "increasingly competitive competition and global economic demands".

The spirit to "simplify various laws and regulations" in one law has long been a public discourse. Amid the anxiety over the "chaotic" overlapping regulations, selfish stakeholders. Not to mention the technical regulations which make it difficult to apply for a permit in Indonesia.

The Job Creation Bill then became a public discourse when President Jokowi later used the term "omnibus law""Omnibus Law" aims to simplify the legislation in one regulation.

"Omnibus Law" was later found in the RUU Cipta Kerja which later identified 74 Laws in one single regulation (Kompas, 12 February 2020).

Hukumonline quotes the "Merriam-Webster Law Dictionary" as saying "omnibus law" comes from the word "omnibus bill". Laws covering various issues or topics. "Omnis" comes from Latin which means everything. The concept of "omnibus law" has been applied by a number of countries including the US. Since 1840.

Therefore, the "omnibus law" in RUU Cipta Kerja aims to resolve the "chaotic" overlapping regulations, selfish stakeholders or technical regulations that make it difficult for investors to invest in Indonesia.

The spirit of perspective to fix licensing in Indonesia can be seen in the academic draft of the Job Creation Bill which states "Regulatorion arrangement will create ease of business and increase of quality investment in Indonesia".

Thus the "enthusiasm" to fix licensing in Indonesia in one regulation (omnibus law) can be accepted.

But juridical problems then arise. If examined further, it raises problems in the formal and material levels that are regulated in the Job Creation Bill.

From a formal approach, the process of filing the Job Creation Bill never involved public participation at all. It was then "present" in the parliament in an instant manner. Just like the Genie from Aladdin's lamp.

While actually public participation is needed to provide input in order to produce laws that are democratic, aspirational, participatory and responsive / populist in character. Participation, transparency and democratization in the discussion of legislation is a unified whole and cannot be separated as a democratic state (Mahfud, 2011).

The public as not being involved in the process of drafting the Job Creation Bill then resulted in rejection from various stakeholders.

The labors rejected the argumentation of the Job Creation Bill which will abolish the regency / city minimum wage, the elimination of severance pay, the existence of a work contract for a specified time limit (outsourcing), the elimination of criminal acts against companies that violated labor regulations and social abolition. (Kompas, 9 March 2020).

In fact, all of the above provisions in addition to protecting the interests and fate of workers governed by Law no. 13 of 2003 (UU No. 13/2003). As well as providing certainty for violations of trade union freedoms provided for in the Law No. 21 of 2000 concerning trade unions (UU No. 21/2000). Even Law No. 13/2003 is also known as the "crown" of the fate of labor workers after the reformasi period in 1999.

09 Juli 2020

opini musri nauli : Perhutanan Sosial - Refleksi Pengakuan Hak



Paska penolakan izin PT. DAM di daerah jangkat (Merangin), tawaran untuk Hutan Adat kemudian disampaikan oleh Hasan Basri Harun (Wakil Bupati Merangin). Waktu itu “semangat menggelora” tentang Hutan Adat begitu menggema.

Namun ketika dilihat regulasi, Hutan Adat belum memungkinkan. Aturan regulasi yang diatur didalam UU Kehutanan belum diturunkan dalam regulasi teknis (entah Peraturan Menteri Kehutanan ataupun aturan teknis ditingkat Dirjen).

08 Juli 2020

opini musri nauli : '98

 

Bagiku, aktivis 98 tetap konsisten dengan issu utama.. anti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Menolak kekerasan dan menjunjung kemanusiaan..

07 Juli 2020

opini musri nauli : Senin Ceria




“Bang, bangun.. Katanya mau urusan.. Cepat !!!”, kata istriku menggerakkan badan. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 wib.

Dengan malas saya bangun. Urusan kerjaan memang tidak boleh diabaikan. Walaupun telat, karena matahari sudah menampakkan cahaya panas, sayapun bergegas.

Setelah mandi dan kemudian pergi menyelesaikan pekerjaan, saya kemudian mampir ke kantor. Janjian pertemuan dengan jaringan nasional. Menggunakan fasilitas webinar (zooming).

Urusan mampir ke kantor Cuma urusan sepele. Selain fasilitas wifi, sembari santai juga menggunakan kesempatan untuk sekedar baca-baca buku.

Kulihat masih jam 10.30 wib. Masih ada sekitar 2 jam lebih dari janjian di zooming.