Jangan dibayangkan tema kali ini kita membicarakan tentang alam Semesta yang sering diperdebatkan ilmuwan ataupun kaum agamawan. Seperti mikro kosmos-makro kosmos.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Jangan dibayangkan tema kali ini kita membicarakan tentang alam Semesta yang sering diperdebatkan ilmuwan ataupun kaum agamawan. Seperti mikro kosmos-makro kosmos.
Berbagai istilah sering menggambarkan perilaku tamu dalam kebiasaan dan etika.
Tamu adalah orang bisu. Yang datang kerumah orang lain namun tidak boleh berbicara keadaan rumah yang didatanginya kepada siapapun.
Dia tidak boleh cerita tentang sambalnya yang keasinan. Atau kopi yang kurang gula.
Di HMI saya diajarkan kepemimpinan, Indonesia dan islam. Perpaduan unik yang membuka cakrawala berfikir.
Dan HMI membuat saya tetap bebas merdeka berfikir. Namun tetap menghargai pemikiran diluar pemikiran saya.
Di HMI saya diajarkan kemerdekaan berfikir. Kemewahan yang hingga kini saya nikmati.
Persaudaran HMI kemudian mengajarkan kekuatan kolektifitas.
Perbedaan pandangan, orientasi politik dan perbedaan kepentingan yang bisa ditertawakan di meja kopi.
Ketika Gubernur Sulsel ditangkap KPK, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bak seakan-akan tidak percaya, Gubernur yang pernah mendapatkan “Bung Hatta Award” ketika menjadi Bupati Bantaeng (Sulse) kemudian menghentak public. Memberikan kekagetan sekaligus ketidakpercayaan.
Teringat suatu hari pembicaraan dengan tokoh nasional. Membicarakan prestasi dan kinerjanya sebelum mengikuti pilkada Sulsel.
Akhir-akhir ini, berbagai konflik disebabkan “perbedaan nilai”, “perbedaan pandangan” didalam hukum Agraria (Hukum Tanah). Berbagai perbedaan itu kemudian meruyak, meledak bahkan menjadi prahara yang terus menjadi perhatian masyarakat.
Secara umum, saya melihat berbagai konflik dilatarbelakangi “cara pandang” yang berangkat dari nilai yang berbeda.
Beberapa hari yang lalu, aksi teatrikal pemberian vaksinasi COVID-19 dilakukan di Istana Kepresidenan. Presiden Jokowi menerima vaksin pertama kali. Dilanjutkan dengan berbagai tokoh. Baik Panglima TNI, Kapolri, dan Tokoh agama. Tidak lupa kemudian dilanjutkan para pesohor dunia entertainment. Salah satunya adalah Raffi Ahmad (Rafi).
Didalam ilmu politik dikenal sistem penentuan pemenang. Dikenal pemenang meraih suara terbanyak (single mayority) dan pemenang mayoritas (absolute mayority).
Didalam statute Walhi, hampir semua mekanisme digunakan. Misalnya untuk mengadakan PNLH luar biasa (Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup – semacam kongres/Munas), mekanisme absolute mayority dengan agenda pemilihan Direktur nasional ataupun pembahasan tentang pembubaran organisasi baru bisa dilakukan setelah didukung 2/3 anggota.
Mekanisme mengadakan PNLH Luarbiasa dengan dukungan 2/3 anggota dikenal dengan mekanisme absolute mayority.
Sedangkan terhadap hasil pemilihan komponen Walhi ataupun keputusan organisasi harus meraih suara yang terbanyak (single mayority).
Selain itu Mekanisme absolute mayority juga mengenal suara yang diraih harus mencapai 50 + 1. Atau setengah + satu (50 % + 1).
Ketika Menteri Sosial (kemudian menjadi mantan Menteri Sosial) ditahan dengan tuduhan korupsi menerima “upeti” dari rekanan penyaluran bantuan sosial (bansos) senilai Rp 14,5 milyar, sebagian kalangan menghendaki “pidana mati” terhadap pelakunya.
Keinginan kuat untuk menerapkan hukuman mati terhadap pelaku korupsi adalah kegeraman public disaat pandemic corona. Keinginan yang wajar ditengah persoalan himpitan ekonomi.
Bayangkan. Disaat rakyat tengah berjuang untuk keluar dari krisis panjang ekonomi dan ancaman pandemic corona yang belum usai, pejabat yang diberi amanah malah berselingkuh dengan rekanan. Dan mengutip tiap helai dari paket bantuan.
Namun disisi lain, penerapan hukuman mati terhadap pelaku korupsi bansos menarik untuk ditinjau dari pendekatan hukum.
Sebagian kalangan semula dengan gampang mencomot pasal 2 ayat (2) UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Masih ingat “seakan-akan” dunia akan runtuh. Tema pemberantasan korupsi akan mati suri ketika RUU KPK kemudian disahkan.
Berbagai gelombang penolakkan begitu keras. Berbagai pihak kemudian menolak RUU KPK.
Belum usai gelombang penolakkan, disahkan pimpinan KPK dan kemudian masuk ke Gedung Merah Putih gelombang penolakkan semakin mengkristal.
Bahkan ancaman mundur dari pasukan internal begitu kuat. Ancaman itu disuarakan. Bahkan nasib KPK seakan-akan diujung tanduk.
“Dedek, mama ngomong nih.. kok dedek dak dengar omongan mama”, protes istriku. suaranya sedikit meninggi..
“Mama nih.. Dedek lagi makan.. kata mama, kalo makan dak boleh ngomong. !!”, protes s bungsu..
Aku yang sedang rebahan dikamar, mendengar suara protes si bungsu, tiba-tiba bangkit. Tersentak. Bangun. Dan kemudian tertawa terbahak-bahak.
Sembari keluar kamar aku kemudian bergumam. “Nah, tuh !!,”. Sang istri cuma cemberut.
Akhir-akhir ini tidak dapat dipungkiri, gegap gempita politik saling bersilewaran didunia maya. Berbagai pemikiran terus lahir untuk melihat berbagai peristiwa politik dari berbagai sudut.
Sebagai Pendidikan politik kepada rakyat, opini merupakan ranah yang mewarnai dinamika pemikiran. Opini diharapkan dapat menggambarkan para penulis opini untuk menyampaikan gagasan.
Namun kegelisahan penulis melihat fenomena ini harus dilihat dan ditempatkan sebagaiman mestinya. Sehingga public mendapatkan kesempatan utuh melihat berbagai peristiwa lebih jernih.
Berbagai catatan kecil akan membantu untuk melihat persoalan ini lebih obyektif.
Ketika Nurul Fahmi (Fahmi) menuliskan pemikiran “Feodalisme Gaya Baru Kandidat Nomor Dua” yang kemudian menjadi viral di media massa dan media sosial, ibarat “koor” semua kemudian berteriak. Gaduh. Ramai. Persis kayak Cheefleader (pasukan sorak-sorai).
Namun hingga kini, sama sekali tidak ada penjelasan utuh dari berbagai pandangan tentang pemikiran Fahmi. Terlepas dari isi yang dituliskan oleh Fahmi dan beberapa pemikiran yang belum tentu saya juga sepakat, namun ketika tulisan Fahmi sama sekali tidak mendapatkan penjelasan utuh dari “Cheefleader” seketika saya menjadi “terhenyak”.
Mengapa “tuduhan” tulisan yang disampaikan oleh Fahmi kemudian “diplesetkan” apakah Fahmi menjadi timses atau berpihak.
Bagiku, aktivis 98 tetap konsisten dengan issu utama.. anti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Menolak kekerasan dan menjunjung kemanusiaan..