“Dedek, mama ngomong nih.. kok dedek dak dengar omongan mama”, protes istriku. suaranya sedikit meninggi..
“Mama nih.. Dedek lagi makan.. kata mama, kalo makan dak boleh ngomong. !!”, protes s bungsu..
Aku yang sedang rebahan dikamar, mendengar suara protes si bungsu, tiba-tiba bangkit. Tersentak. Bangun. Dan kemudian tertawa terbahak-bahak.
Sembari keluar kamar aku kemudian bergumam. “Nah, tuh !!,”. Sang istri cuma cemberut.
Ya. Tradisi dirumah memang diajarkan. Untuk berbicara dengan alasan masuk akal. Bukanlah alasan masuk akal sering juga disebut rasionalitas.
Sebagai si bungsu, dia mendapatkan limpahan berbagai “kemewahan”. Ajaranku yang ketat untuk menghormati prinsip, meneguhkan langkah, berbicara dengan alasan masuk akal ataupun berbicara tetap sopan sembari berfikir rasional.
Ataupun dari sang ibu, yang harus menguasai kata dan maknanya. Sekaligus menyampaikan dengan runut. Entah beberapa kali kulihat, si bungsu sering lihat kamus bahasa Indonesia (tentu saja daring) sebelum berpendapat.
Entah beberapa kali kulihat sibungsu “memenangkan” perdebatan ketika satu tema yang menarik perhatiannya..
Keinginannya cukup besar. Bahkan dia rela meminta dibelikan buku yang tebalnya “nauzubillah”, ketika tema tsunami menjadi acara di berbagai televisi.
Ataupun dia sering menguasai tentang nama tempat. Sebelum “proposal” diajukan ketika mulai liburan.
Proposalnya cukup detail. Jarak, tiket, view hingga pernik-pernik tempat yang hendak diusulkan tempat hiburan..
Menghadapi ketiga abang dan kakaknya, dia cukup telaten, Lobinya canggih. Argumentasi dan datanya sering membuat dia menang “proposal”.
Bahkan cuma meminta ganti HP yang sudah kadung “krodit” dan tidak layak dimainkan untuk game, dia “berselancar” dulu sebelum mengajukan proposal.
Cara lobinya “persis ibunya”. Perempuan minang yang memang jago berdagang.
Pokoknya seru.
Sebagai keluarga yang memang dibesarkan dalam tradisi demokrasi, tidak ada satupun pendapat tanpa didukung argumentasi. Semuanya harus dijelaskan dengan rasional.
Makanya kelaziman abang atau kakaknya sering protes kepada ibunya.. Agar tidak ikut antriam beli gas 3 kg. Ataupun ikut antrian bei premium di SPBU.
“Jangan ambil yang bukan hak kita. Nanti kita dianggap tidak bersyukur. Malah rejeki nanti memang diambil Tuhan”, kata abangnya. Seorang santri yang paling ribet urusan kayak gini..
Atau dia menolak beasiswa ketika kuliah dulu.. “Bukan hak abang. Masih banyak kawan-kawan yang membutuhkannya”.
Dialektika, argumentasi, rasionalitas, data, lobi adalah sifat manusia yang diberi karunia akal. Sebagai makhluk yang terbaik diciptakan sang Pencipta, dengan akal dan budi membuat manusia kemudian diberi tugas. Diberi amanah. Untuk menjaga bumi dan seisinya..
Apabila manusia yang telah diberi akal dan budi dari sang pencipta namum tidak menggunakannya untuk melaksanakan tugasnya, maka sia-sialah hidupnya didunia.
Hidupnya cuma sekedar makan. Suaranya parau. Semua orang kemudian menertawakannya.
Tutur bahasa lambang peradaban manusia..
Bukanlah sering diingatkan oleh Buya Hamka. “Manusia dilihat dari tutur bahasanya. Semakin baik manusia semakin tinggi tutur bahasanya”.
Pencarian terkait : Jambi dalam Hukum, Jambi, Opini Musri Nauli.
Opini dapat dibaca di www.musri-nauli.blogspot.com