Didalam ilmu politik dikenal sistem penentuan pemenang. Dikenal pemenang meraih suara terbanyak (single mayority) dan pemenang mayoritas (absolute mayority).
Didalam statute Walhi, hampir semua mekanisme digunakan. Misalnya untuk mengadakan PNLH luar biasa (Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup – semacam kongres/Munas), mekanisme absolute mayority dengan agenda pemilihan Direktur nasional ataupun pembahasan tentang pembubaran organisasi baru bisa dilakukan setelah didukung 2/3 anggota.
Mekanisme mengadakan PNLH Luarbiasa dengan dukungan 2/3 anggota dikenal dengan mekanisme absolute mayority.
Sedangkan terhadap hasil pemilihan komponen Walhi ataupun keputusan organisasi harus meraih suara yang terbanyak (single mayority).
Selain itu Mekanisme absolute mayority juga mengenal suara yang diraih harus mencapai 50 + 1. Atau setengah + satu (50 % + 1).
Sehingga untuk memudahkan pemahaman sistem penentuan suara dikenal dua sistem. Pertama absolute mayority. Berupa suara yang diraih harus 2/3 dukungan. Ataupun 50 + 1.
Sedangkan kedua dengan sistem meraih suara terbanyak (single mayority).
Lalu bagaimana cara menentukan pemenang Pilkada.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, paslon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai paslon terpilih. Pasal 107 ayat 1 menyebutkan, pasangan calon bupati dan calon wakil bupati serta pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai paslon terpilih.
Sementara, Pasal 109 ayat 1 menyatakan, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai paslon terpilih.
Membaca “memperoleh suara terbanyak” kemudian ditetapkan sebagai paslon terpilih maka dapat dibaca sebagai “suara terbanyak”. Mekanisme ini kemudian dikenal sebagai “single mayority”.
Sehingga pertanyaan apakah bisa dilakukan putaran kedua apabila tidak meraih diatas 50 % (50 = 1) menjadi terbantahkan.
Berapapun suara yang diraih oleh kandidat di Pilgub Jambi 2020 maka KPU dapat menetapkan sebagai pemenang Pilgub Jambi 2020.
Namun berbeda dengan Pilkada Jakarta. Berdasarkan UU No. 29 Tahun 2007 yang memberikan keistimewaan, apabila kandidat tidak dapat meraih suara diatas 50 % (50 + 1) maka dapat dilakukan dua putaran.
Sehingga kandidat harus meraih suara diatas 50 % (50 +1) setelah melewati putaran kedua.
Tentu saja masih ingatan di public. Yang berhak mengikuti putaran kedua adalah mereka sebagai pemenang pertama dan kedua dalam putaran pertama. Merekalah yang kemudian mengikuti putaran kedua.
Dengan demikian maka setelah meraih dukungan dan suara pada putaran kedua dapat meraih suara 50 % (50 +1).
Mekanisme ini kemudian dikenal sebagai Absolute mayority.
Dengan demikian, diluar Pilkada Jakarta yang harus meraih 50 % (50 + 1) yang dikenal “absolute mayority”, pilkada diluar Jakarta hanya mengenal “peraih suara terbanyak (single mayority).
Sehingga ada kekhawatiran Pilgub Jambi 2020 akan dilakukan dua putaran menjadi tidak relevan.
Mari kita tunggu hasil penetapan dari KPU Provinsi Jambi.
Pencarian terkait : opini musri nauli, musri nauli, hukum adat jambi, jambi,