04 Maret 2011

opini musri nauli : PERLAWANAN PUBLIK DIDUNIA MAYA


"Sekola saya korupsi looh! Pengen saya basmi!" Fresta (17) sungguh sedang kesal ketika menulis kalimat itu di status Facebook-nya. 

opini musri nauli : MEMPERSOALKAN FITNAH DARIPADA ISI


Insiden yang menimpa dua wartawan infotainment dari salah satu televisi swasta, Yani dan Noviandi Kurniawan dalam meliput Ahmad Dhani, menambah persoalan panjang antara artis dengan wartawan. (http://entertainment.kompas.com/read/2011/03/02/11183449/Dhani.Merasa.Difitnah)

Sebelumnya kita masih ingat peristiwa, Parto “Patrio” yang melepaskan tembakan ke udara di rumah istri keduanya untuk membubarkan kerumuman wartawan yang bertanya kepada Parto setelah selama 1 bulan tidak pulang. 

Belum lagi, Tessy Srimulat yang mengamuk dan mencak-mencak dikejar wartawamn infotainment. Twitter Luna Maya yang kemudian menghebohkan. Belum lagi berita yang mengabarkan tentang “video tidak senonoh” Ariel Peterpan. 

Catatan panjang peristiwa yang bersinggunggan antara wartawan infotainment dengan artis semakin meneguhkan dan mempertanyakan pentingnya berita yang seharuysnya bersifat “privasi”. 

Didalam tulisan pernah dimuat media massa, penulis pernah mengingatkan akan bahaya infotainment. 

Bayangkan. Pada pagi hari, saat kita memulai membuka televisi, sudah disuguhi tayangan infotaiment. Jam pagi yang seharusnya memberikan kita harapan untuk menatap hari ini, sudah dijejali berbagai pernyataan miring. 

Jam tayang pagi, dimana anak-anak hendak siap bersekolah juga dijejaki tayangan infotainment. 

Di saat istirahat siang, dimana beban pekerjaan sejenak diistirahatkan, televisi kemudian “melaksanakan tugasnya” kembali mengulang-ulangi berita pagi ditambah sedikit bumbu (up date terakhir). 

Dan itu dilakukan terus menerus hingga malam hari. Infotaiment kemudian menjadi penilai dan penghakiman (trial by press) terhadap sebuah gosip. 

Gosip kemudian dikembangkan, dibumbuhi, dihubungkan dengan berbagai klenik, menyoroti dari berbagai sudut. 

Ujaran seperti “apabila sebelumnya membicarakan kepala, sekarang membicarakan perut, selanjutnya membicarakan urusan sahwat, urusan Private, urusan rumah tangga dan urusan kamar. Dalam wacana hukum, porsi yang dilakukan oleh infotaiment sudah “keterlaluan” dan tidak menempatkan diri sebagai fungsi pers. 

Infotainment kemudian menjadi urusan “rumor, gosip, katanya, dan jauh dari nilai-nilai karya jurnalistik pers. 

Sebagai penonton demokratis, kita mempunyai kekuasaan untuk mengganti channel apabila tontonan tidak kita kehendaki. Kita mempunyai kekuasaan “sesuka hati” kita mengganti channel. 

Namun tidak semua penonton mempunyai kekuasaan sebagai penonton demokrasi. 

Tidak semua penonton mempunyai siaran diluar siaran yang sudah ada disuatu daerah. 

Tidak semua penonton mempunyai parabola atau televisi berlangganan. Sehingga kekuasaan sebagai penonton demokratispun “dipaksa” harus menerima tayangan yang ada didaerah itu. 

Berhadapan dengan “gempuran” tayangan televisi yang nonstop menyiarkan infotainment “seakan-akan” Pemerintah kita lembek dan cenderung tidak bersuara. Pemerintah tidak berfungsi “melindungi” dari bahaya yang mengancam terhadap generasi muda dan anak-anak. 

Pemerintah tidak berdaya dan keok menghadapi kekuasaan “kapitalisasi pers”. 

Pemerintah kemudian sibuk hanya “mengurusi moral” daripada esensi. Kepolisian kemudian sibuk “memproses” kasus Ariel. 

Kesigapan Kepolisian berbanding terbalik dengan “mengungkapkan” Kasus Ahmadiyah dan meroketnya harga pangan. 

Padahal mengungkapkan kasus Ariel lebih bernuansa “urusan moral” daripada essensi kasus Kasus Ahmadiyah dan meroketnya harga pangan. 

 Dalam kajian sosiologi, tayangan televisi yang “memborbardir” penonton televisi melambangkan gejala-gejala sosial di tengah masyarakat. 

Televisi kemudian merekam, bahwa disekitar kita, gejala kehidupan seks bebas sudah menjadi hal biasa dan tidak tabu untuk dibicarakan. 

20 tahun atau 10 tahun yang lalu, membicarakan “seks” lebih banyak dibicarakan “bisik-bisik” dan cenderung tidak vulgar. 

Bahkan dianggap tabu. Dengan demikian, tayangan televisi telah membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran nilai dan norma-norma sosial di tengah masyarakat. 

Dalam kaitan jurnalistik, infotaiment memang tidak tepat dikatakan sebagai karya jurnalistik. 

Walaupun pekerjaan infotainment menggunakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia, namun yang esensi daripada jurnalistik, adalah obyek yang menjadi kegiatan jurnalistik tersebut (lihat Pasal 1 angka (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers). 

Kegiatan jurnalistik lebih menitikberatkan kepada berita yang berkaitan dengan publik. 

Maka walaupun berita “Ahmad Dhani” menggunakan cara-cara jurnalistik, namun karena bersifat “gosip, urusan moral, urusan kelambu” maka tidak tepat dikatakan sebagai karya jurnalistik. 

Sehingga dengan menggunakan definisi pasal 1 UU No. 40 Tahun 1999, infotainment sering dikategorikan sebagai non fakta. Namun, sebagai bagian dari “kapitalis pers”, posisi infotainment berhasil meraup iklan yang besar dan dapat menghidupi media massa tersebut. sehingga cara-cara yang membuat berita yang berkaitan dengan infotainment menduduki porsi yang cukup besar. 

Dengan demikian, maka “rahasia kamar” mendominasi dunia infotainment. Dan kita kemudian “bergegas” mengetahui “kamar artis”. 

Sehingga tidak salah kemudian, penulis menjelaskan gejala-gejalan sosial sebagai “mengintip kamar artis” yang lebih bernuansa fitnah daripada isi. 

Dimuat di Harian Posmetro, 8 Maret 2011 

http://www.metrojambi.com/opini/5468-mempersoalkan-fitnah-daripada-isi.html

03 Maret 2011

opini musri nauli : DIMENSI PERTANGGUNGJAWABAN ANAK MENURUT KONSITUSI



Beberapa waktu yang lalu, kita dikabarkan dengan berita gempar ditemukan meninggalnya seorang anak yang masih balita (bawah umur lima tahun) korban berinisial Mz. 

Didalam proses penyidikan, kemudian pihak kepolisian berhasil membongkar sebab kematian dari Mz. 

27 Februari 2011

PNBK Pertanyakan Sikap KPU




JAMBI, TRIBUN - DPP PNBK menegaskan dukungannya pada Pemilukada di Kabupaten Sarolangun. 

Parpol besutan Eros Jarot ini menyatakan mendukung pasangan Cek Endra - Pahrul. 

Namun, KPU Sarolangun tetap pada keputusan pleno, yang menetapkan bahwa DPC PNBK Sarolangun mendukung pasangan Assad-Maryadi. 

 Irma Chaniago, koordinator wilayah (korwil) Sumatera PNBK mengaku masih tidak memahami sikap KPU Sarolangun. 

Mereka mempertanyakan mengapa KPU tidak ingin mengubah pernyataan pleno hasil klarifikasi dukungan terhadap pasangan calon. "Saya tegaskan, DPP PNBK tidak mendukung kandidat lain di luar Cek Endra-Pahrul,"ujar Irma Chaniago, Sabtu (25/2). 

Irma mengungkapkan, SK terhadap M.Zein tidak sah atau ilegal. Alasannya, karena saat terjadi penggantian kepengurusan oleh DPD PNBK Provinsi Jambi mereka memberikan keterangan palsu, terkait kepengurusan yang lama. 

 Maka berdasarkan hasil klarifikasi ulang ternyata benar telah ditemukan kebohongan agar terjadi penggantian. 

Berdasarkan fakta itulah, maka pengurus DPP PNBK mencabut SK M.Zein dan menganggapnya ilegal. Kepengurusan dikembalikan kepada kepengurusan yang lama. "Dasar lainnya, tidak dibenarkan juga meresafel kepengurusan tanpa izin, atau rekomendasi dari DPP,"ungkap Irma. 

 Sementara itu, Ahyaruddin ketika dikonfirmasi hal tersebut mengatakan bukan kewenangannya untuk menjelaskan. Itu menjadi domain dari Ketua KPU Sarolangun, Desi Arianto. Ketua KPU sendiri ketika dihubungi, ponselnya tidak aktif. "Kalau itu silahkan hubungi ketua saja. Beliau yang lebih pantas menjawabnya,"ungkap Ahyaruddin. 

 Tim Advoksi Assad Isma, Musri Nauli SH menjawab bahwa mereka telah mempercayakan keputusan tersebut kepada mekanisme KPU. Sebab, tidak ada yang berhak dan kompeten untuk mengeluarkan hasilnya kecuali KPU. "Kami anggap apa yang diputuskan KPU sudah jelas. Dan kami berpedoman pada KPU," ungkap Nauli. Nauli juga menambahkan bahwa surat dukungan terhadap kandidat mereka itu ditandatangi langsung oleh Sekjen DPP PNBK bukan ketua DPP PNBK.(dun) 

 Tribun Jambi - Minggu, 27 Februari 2011 12:05 WIB http://jambi.tribunnews.com/2011/02/27/pnbk-pertanyakan-sikap-kpu

25 Februari 2011

opini musri nauli : DIPO ALAM DAN PERS


Bukannya mengurusi rakyat yang masih berjuang melawan himpitan ekonomi, kekerasan yang berkedok agama, transportasi yang amburadul, bocornya pembicaraan diplomat di media massa Australia, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengancam boikot media yang menjelekkan Pemerintah (detik.com). 

20 Februari 2011

opini musri nauli :: UU Perkebunan dan problematika praktek peradilan


Beberapa waktu yang lalu, di daerah kecil, Pengadilan Negeri Tais, sebuah kota berjarak 60 km arah selatan Bengkulu dilangsungkan persidangan pidana dengan diterapkannya UU Perkebunan. 

13 Februari 2011

opini musri nauli : PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI




Akhir-akhir ini kita sering membaca berita kasus Korupsi. Berita kasus korupsi praktis menghiasi media massa dan menjadi perhatian publik. 

Hampir praktis, berita korupsi menjadi bahan perdebatan di kalangan ahli hukum (jurist) sehingga kasus korupsi merupakan salah satu topik yang menarik untuk didiskusikan. 

 Menggunakan norma yang terkandung didalam UU No. 31 Tahun 1999, perbuatan korupsi sering diwujudkan tindak pidana “perbuatan melawan hukum”, “kewenangan”, “memperkaya diri sendiri…” dan “merugikan keuangan negara”. 

Padahal didalam tindak pidana korupsi, selain membicarakan norma yang terkandung didalam UU No. 31 Tahun 1999 juga mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi, pengembalian kerugian negara, gugatan terhadap kerugian negara dan penyitaan terhadap aset-aset yang didapatkan dari tindak pidana korupsi. 

Namun hampir praktis, sama sekali tidak menjadi perhatian penegak hukum. 

Dengan demikian, maka tujuan pemidanaan korupsi semata-mata berkaitan dengan pemenjaraan ataupun kerugian negara dan denda. 

 Berangkat dari pemikiran itulah, hampir praktis dalam praktek, hal yang berkaitan dengan tentang pertanggungjawaban korporasi, pengembalian kerugian negara, gugatan terhadap kerugian negara dan penyitaan terhadap aset-aset yang didapatkan dari tindak pidana korupsi kurang mendapatkan perhatian publik. 

Baik dalam wacana ilmiah maupun didalam berbagai dakwaan dan putusan hakim. 

Dengan demikian, penulis akan membicarakan tentang pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana korupsi. 

 Apabila meninjau pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami (naturlijkee person). 

Selain itu, KUHP juga masih menganut asas “sociates delinquere non potest” dimana badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana (walaupun diluar KUHP sudah mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi dan pertanggungjawaban komando) 

 Melihat rumusan pasal 1 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah memberikan rumusan “korporasi” dan berbagai tindak pidana yang berkaitan dengan “korporasi” (baca pasal 2 ayat 1) maka terhadap korporasi dapat dipertanggungjawabkan. 

 Sahuri L dalam Disertasinya “Pertanggungjawaban Korporasi dalam Perspektif Kebijakan hukum Pidana Indonesia” menjelaskan “Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa pertanggungjawaban korporasi harusnya mempunyai kesalahan, dan juga perbuatan itu diatur didalam perundang-undangan yang berlaku. 

Dengan menggunakan definisi yang disampaikan oleh Dr. Sahuri, maka terhadap tindak pidana korupsi harus diterapkan terhadap pertanggungjawaban korporasi. 

Tidak tepatnya menerapkan pertanggungjawaban korporasi selain mengakibatkan terdakwa haruslah dibebaskan (vrijpraak), maka justru akan mengakibatkan beban tanggung jawab korporasi hanya dialihkan kepada tanggung jawab individu (naturlijkee person). 

 Dalam praktek, terhadap terdakwa hanya disebutkan sebagai Direktur suatu Korporasi. 

Namun tidak diterangkan, perbuatan terdakwa sebagai korporat yang bertindak untuk dan atas nama korporasi mewakili korporasi. Ketidaktepatan menempatkan dan mencampurkanadukkan antara pertanggungjawaban korporasi dan pertanggungjawaban pribadi (naturlijkee person) mengakibatkan, didalam sistem hukum menjadi rancu. 

Apakah kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan pidana sebagai pribadi (naturlijkee person) atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh korporasi. 

 Ketidaktepatan dan kerancuan yang tidak tepat menempatkan perbuatan pidana sebagai pribadi (naturlijkee person) ataupun perbuatan pidana sebagai pertanggungjawaban korporasi selain akan menyulitkan pembuktian juga mengakibatkan terhadap kesalahan yang dilakukan dan penjatuhan pemidanaan. 

Dari ranah ini, kemudian berbagai putusan pengadilan (vonis) tidak memberikan tafsiran yang jelas dan cenderung mengikuti surat tuntutan jaksa penuntut umum (requisitooir). 

Padahal menurut hukum, perbuatan pidana sebagai pribadi ((naturlijkee person) dan pertanggungjawaban korporasi merupakan dual hal yang terpisah dan tidak dapat dicambur baur. 

Kesalahan dan ketidakcermatan didalam merumuskannya selain membuat kasus ini tidak menjadi jelas (obsuur libels) juga tidak pantas apabila kesalahan korporasi harus dibebankan kepada terdakwa sebagai perbuatan pidana pribadi (naturlijkee person) UU No. 40 tahun 2009 juga telah menggariskan bahwa yang dapat bertindak dimuka hukum adalah Direksi. 

Namun menempatkan terdakwa sebagai pribadi (naturlijkee person) tanpa melihat perbuatan korporasi juga menyesatkan dan tidak menguraikan ketentuan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999. 

Namun, hampir praktis, pertanggungjawaban korporasi tidak pernah diterapkan. Oleh karena itu, sudah saatnya, apabila didalam berbagai fakta persidangan, selain melihat kesalahan dan pertanggungjawaban terdakwa sebagai pribadi (naturlijkee person) juga harus melihat bagaimana kesalahan dan pertanggungjawaban korporasi. 

Dengan demikian, tujuan daripada UU No. 31 Tahun 1999 “penanggulangan tindak pidana korupsi” tercapai.

12 Februari 2011

opini musri nauli : Tanggungjawab Mutlak (Strict Liability


Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) perusahaan dalam kerusakan lingkungan di Indonesia belum pernah terlaksana. 


Padahal konsep ini sangat baik untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakat yang menjadi korban. Demikian kabar dari media online www.hukumonline.com beberapa waktu yang lalu. 


Prinsip tanggung jawab mutlak mutlak (strict liability) merupakan gagasan yang disampaikan dalam UU No. 23 tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup kemudian dipertegas di UU No. 32 Tahun 2009. 

opini musri nauli : DEEPONERING DAN KERUMITAN HUKUM




Akhir-akhir ini perseteruan KPK vs DPR memasuki babak baru. Tidak diterimanya Wakil Pimpinan KPK Bibit-Chandra oleh Komisi III dan Panwas Bank Century menimbulkan persoalan hukum. 

opini musri nauli : Pembubaran ormas ditinjau dari sudut yuridis



Beberapa waktu yang lalu, Indonesia mengalami peristiwa pahit. Kerusuhan dan pembantaian jemaah Ahmadiyah dan kerusuhan pasca persidangan di PN. Tumenggung. 

Rakyat kemudian marah terhadap perbuatan yang nyata-nyata terbukti meninggalnya 3 orang.