17 Oktober 2012

16 Oktober 2012

opini musri nauli : Sekilas Masyarakat Melayu Luak XVI




Membicarakan Melayu Jambi tidak dapat dipisahkan dari kewilayahan Propinsi Jambi yang merupakan daerah yang menjadi residentie Djambi. Dalam Tambo, batas wilayah Jambi dikenal dengan istilah durian di Takuk Rajo (Batas dengan Sumsel), sialang belantak besi (Batas dengan sumbar), Salo belarik (batas dengan Riau)

opini musri nauli : REFLEKSI 32 TAHUN WALHI




REFLEKSI 32 TAHUN WALHI

Genap sudah 32 Tahun usia Walhi. Sebuah usia yang “cukup” matang untuk “memilih”, “memilah”, “menentukan”, mengambil sikap dari sebuah organisasi. Hampir praktis, sepanjang usia yang sudah ditempuh organisasi Walhi, usia 32 sudah menggambarkan bagaimana pandangan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya yang harus menjadi panutan dari Walhi.

12 Oktober 2012

opini musri nauli : MENCARI MODEL PENYELESAIAN KASUS SIMULATOR


Setelah Pidato Presiden SBY yang “memerintahkan” agar perkara simulator diserahkan kepada KPK, Denny Indrayana dengan gampang menjawab. "Seharusnya mudah, sesuai dengan pasal 50 UU KPK," kata Wamenkum HAM Denny Indrayana saat ditanya detikcom, Rabu (10/10/2012), bagaimana cara legal yang ditempuh dalam pelimpahan kasus itu dari Polri ke KPK. (http://news.detik.com/read/2012/10/11/110821/2059960/10/pelimpahan-kasus-simulator-sim-dari-polri-ke-kpk-sangat-mudah

opini musri nauli : MEMANDANG KORUPSI DARI SUDUT PANDANG HUKUM

Sudah banyak produk hukum yang dihasilkan untuk “menangkis” korupsi. UU No. 3 Tahun 1971, UU No. 31 Tahun 1999, UU No. 20 Tahun 2001 merupakan sikap politik bangsa Indonesia “melawan” korupsi (goodwill). Sudah banyak lembaga negara yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya. Timtastipikor, Kejaksaan, kepolisian dan KPK. Semuanya diberi wewenang yang “bertugas” untuk “melawan” korupsi.


Belum lagi begitu banyak anggaran negara yang diberikan kepada penegak hukum untuk “melawan” korupsi.

opini musri nauli : Hukum Nasional dari berbagai sudut



Di Indonesia yang memiliki beragam budaya dan beraneka suku, pengadilan bisa mengesampingkan KUHP dan menguatkan hukuman dengan hukum adat yang berlaku di tempat tersebut.

11 Oktober 2012

opini musri nauli : KUHP dalam perkembangan


Sebuah situs hukumonline mengabarkan berita yang membuat miris. Perkembangan KUHP dalam praktek hukum pidana tertinggal, adanya paradigma ideologi yang masih berorientasi kepada “kepastian hukum” dan meninggalkan makna “keadilan”. Ketua Muda Bidang Pidana Mahkamah Agung lebih tegas menyatakan “Nilai-nilai dasar hak asasi manusia, substansi hukum dan asas persamaan di hadapan hukum dalam konsep UUD 1945 pasca amandemen dinilai Artidjo belum sepenuhnya ditransformasikan ke ranah penegakan hukum. Sehingga ideologi hukum yang termuat dalam KUHP dan KUHAP mengandung beberapa kendala untuk pencapaian keadilan (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50764c855aa72/kuhp-dan-kuhap-belum-ikuti-paradigma-konstitusi)

opini musri nauli : DUKUNGAN KPK

Membicarakan KPK dalam sudut pandang rumusan UU telah banyak dibahas. Telah panjang lebar disusun dan disusun. Telah panjang lebar diperdebatkan.

06 Oktober 2012

opini musri nauli : SERANGAN "SKAK MATT" KEPADA KPK



SERANGAN “SKAK MATT” KEPADA KPK

Lagi-lagi kita “dipertontonkan” adegan intimidasi dan gaya “cowboy” ketika puluhan polisi berseragam lengkap dan preman itu berdatangan secara bergelombang ke Gedung KPK. Belasan dari mereka terlihat memakai pakaian resmi Provost. Mayoritas mereka berasal dari Polda Bengkulu. Hingga pukul 24.00 WIB, sebagian dari mereka masih berada di KPK. Provost yang hadir di KPK dikabarkan mengincar salah satu penyidik senior di lembaga itu, Kompol Novel Baswedan. (detik.com)

05 Oktober 2012

opini musri nauli : SUARA NURANI MENGALAHKAN BIROKRASI


SUARA NURANI MENGALAHKAN BIROKRASI


28 Penyidik Kepolisian Jadi Pegawai KPK. Judul bombastis yang dimuat di situs kompas.com menggelitik penulis. Judul ini sengaja dipajang besar-besar untuk “menguji” pemikiran kita. Judul itu kemudian dapat ditafsirkan berbagai makna. (http://nasional.kompas.com/read/2012/10/04/15265767/28.Penyidik.Kepolisian.Jadi.Pegawai.KPKfb_action_ids=3800346526941&fb_action_types=og.likes&fb_source=aggregation&fb_aggregation_id=288381481237582)


Makna pertama dapat saja “ditafsirkan” 28 penyidik kemudian memilih pekerjaan menjadi pegawai KPK daripada menjadi penyidik di Kepolisian. Dalam pemikiran ini tidak salah apabila “pilihan” pekerjaan merupakan “hak asasi” sebagaimana didalam rumusan pasal 28 konstitusi yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Makna “setiap orang berhak untuk bekerja” sedang digagas para penyidik dalam peristiwa ini.