Membicarakan KPK dalam
sudut pandang rumusan UU telah banyak dibahas. Telah panjang lebar
disusun dan disusun. Telah panjang lebar diperdebatkan.
Membicarakan KPK dari
berbagai kewenangan sudah tuntas. Rumusan UU No. 30 Tahun 2002 telah
mengamanatkan berbagai kewenangan yang tentu saja tidak usah lagi
didiskusikan. Kecuali mereka yang “terus” mengintai agar KPK
menjadi “lembek” dan mengganggu agar KPK tidak fokus.
Membicarakan KPK sudah
harus menjadi diskusi yang ringan, keinginan kita untuk berubah.
Harapan agar Indonesia menjadi baik.
Dari sudut pandang
inilah, kemudian dukungan kepada KPK terus mengalir. Dukungan dari
“semut rangrang” membuktikan, KPK adalah alat yang effektif bagi
pemberantasan korupsi. Alat untuk “menyapu” mereka yang seperti
“tikut” terus menggerogoti bangunan Indonesia “sedikit demi
sedikit”. Lihatlah bagaimana mereka “berunding” dalam kasus
Hambalang, kasus “anggaran”, mendesain proyek “Sea Games”,
mencuri “duit percetakan” Al Qur'an, atau mereka sibuk
“menggosok-gosok” dana siluman Bank Century. Semuanya didepan
mata. Menggunakan alat-alat canggih, orang pintar, punya kekuasaan.
Lihatlah bagaimana mereka
membagi-bagi uang rakyat seperti membagikan kue bolu. Istilah “apel
Malang”, apel “washington”, adalah peristiwa desain canggih
yang terus dilakukan.
Semuanya “telanjang”
didepan mata. Semua seperti kitab buku yang mudah dibaca siapa saja.
Mereka tidak malu lagi. Sudah tidak rasional lagi. Apapun disikat.
Siapapun terlibat.
Kemuakkan rakyat sudah
mendidih. Rakyat tidak terima. Rakyat sudah jengkel. Sehingga KPK
“diharapkan” dapat memenuhi keinginan rakyat banyak. KPK terus
menjawab tugas itu dengan tegas, tanpa kompromi. Entah berapa banyak
kepala Daerah yang menjadi “pesakitan”, anggota DPR, politisi,
Ketua Partai hingga pejabat negara. Mantan Menteri, besan Presiden,
pengurus Bank Indonesia hingga bermacam-macam lapisan lainnya.
Dengan begitu besar
harapan kepada KPK sehingga tidak salah KPK seperti “primadona”
yang cantih, pangeran gagah perkasa yang terus mengayunkan pedangnya
menebas kerumuman gerombolan garong berbaju hitam menggunakan cadar.
Terus berlari menggunakan kuda yang terus dijaga oleh rakyat. Kuda
yang terus dilatih kaki dan ototnya agar terus berlari.
Dukungan kepada KPK
terhadap “penjemputan” penyidik oleh Kepolisian di Markas Besar
terus “dibentengi” oleh rakyat. Dukungan terus menerus mengalir.
Dukungan itu seperti “airmata” yang diberikan kepada KPK dengan
begitu besar derita yang harus “ditanggung” KPK.
Dari sudut pandang
itulah, peristiwa dukungan publik kepada KPK dilihat. Dukungan yang
terus diberikan disaat KPK terus merangsak maju mengayunkan pedangnya
menerobos gerombolan garong berbaju hitam yang terus membakar pondok
rakyat, mencuri hasil panen dan merampok seisi rumah penduduk.