11 Juli 2013

opini musri nauli : MEMPERSOALKAN RUU P3H



Ada peribahasa yang biasa dikenal waktu belajar di Sekolah Dasar. “Muka buruk. Cermin dibelah”. Atau “Awak tidak bisa menari. Dikatakan Lantai yang tidak bisa berjungkit”. Demikianlah pandangan penulis ketika mengamati disahkan RUU PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN (RUU P3H)

09 Juli 2013

opini musri nauli : MODEL DAN KPK


Sore hari tadi, media massa menayangkan berita (hmm... Kayaknya lebih tepat infotainment) kedatangan istri kedua Petinggi partai dan istri ketiga dari temannya Petinggi partai. Dengan tenang dan tanpa beban, mereka mendatangi KPK untuk melihat keadaan suaminya masing-masing. Sekaligus mohon maaf menjelang puasa.


Dari tayangan dapat kita saksikan di media massa, kita akan mudah menangkap, ada nuansa “kemanusiaan” seorang istri menjenguk suaminya yang tengah diproses hukum. Tapi tanpa memasuki wilayah teknis peradilan yang rumit, kedatangan ke KPK memantik pendekatan yang berbeda.

08 Juli 2013

opini musri nauli : MENDESAK JOKOWI MENJADI PRESIDEN

Berbagai survey telah memaparkan hasilnya. Jokowi unggul dari berbagai lembaga survey. Suara persepsi pemilih mendukung Jokowi untuk maju menjadi Presiden 2014. Jokowi layak menjadi Presiden RI 2014.


Tema ini merupakan “suara gelegar” jauh mengungguli kandidate Presiden seperti Abu Rizal Bakrie, Hatta Rajadjasa, Wiranto maupun Prabowo. Bahkan Jokowi juga unggul dari Jusuf Kalla, Megawati, Sri Mulyani maupun Mahfud, MD.

03 Juli 2013

opini musri nauli : Atas nama Hukum Bertindak represif




Mungkin atau barangkali “lupa” anggota parlemen terhadap kejahatan yang dilakukan oleh penguasa orde baru. Atau mungkin mereka mungkin “tidak mengalami” bagaimana “diperlakukan” keterlaluan oleh penguasa.

Atas nama “hukum” dengan melahirkan UU yang bersifat represif, Anggota parlemen melahirkan UU ormas. Atas nama “peraturan” mereka menjadi alat penguasa untuk “mengawasi” rakyat yang bersifat kritis. Mereka mengawasi dan menganggap “rakyat” yang perlu diatur.

24 Juni 2013

opini musri nauli : Menghukum Pembakar lahan dimuka persidangan


Beberapa waktu yang lalu, Indonesia dipermalukan dengan ditegur oleh Pemerintahan Singapura dan Pemerintahan Malaysia karena mengeskpor “asap”. Seakan-akan tidak mau dipermalukan, Indonesia membalas dengan mengatakan “Singapura dan Malaysia” jangan seperti “anak kecil”. Bahkan dengan keras, Pemerintahan Indonesia balik menantang, yang menyebabkan kebakaran merupakan perusahaan yang berasal dari Singapura dan Malaysia.

21 Juni 2013

Walhi: Kebakaran Hutan Modus Investasi `Berasap`





Walhi: Kebakaran Hutan Modus Investasi `Berasap`


oleh Nurseffi Dwi Wahyuni
Posted: 21/06/2013 15:04

(Antara/Fachrozi Amri)
Liputan6.com, Jakarta : Kebakaran lahan harus dicegah. Apalagi disinyalir merupakan modus investasi 'berasap'.

300 Titik Api Riau dari Hutan Tanaman Industri


TEMPO.COJakarta -Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan, sekitar 300 titik api yang terjadi di Riau berasal dari wilayah konsesi Hutan Tanaman Industri dan perkebunan yang dikuasai industri. "Ini menunjukkan perusahaan pemegang hak pengelolaan wilayah hutan dan perkebunan masih jauh dari sikap bertanggung jawab," kata aktivis WALHI Zenzi Suhadi dalam rilis yang diterima TEMPO pada Jumat, 21 Juni 2013.

14 Juni 2013

opini musri nauli : MEMAHAMI (Terbalik) KALIMAT SBY



Beberapa waktu yang lalu, Presiden Indonesia mendatangi kapal Rainbow Warrior milik Greenpeace, lembaga swadaya masyarakat internasional yang bergerak di bidang lingkungan hidup yang saat ini sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Kapal tersebut mengakhiri masa kampanyenya di Jakarta setelah mengelilingi perairan Indonesia.

13 Juni 2013

opini musri nauli : MEMBACA POLITIK YANG (tidak) MEMBINGUNGKAN



Hiruk pikuk kenaikan BBM sudah masuk pilihan yang membingungkan. Menolak kenaikan BBM bisa saja ditafsirkan “ikut gerbong” politik Partai oposisi yang menolak BBM. Menyetujui kenaikan BBM dapat saja ditafsirkan “gerbong” partai koalisi Setgab.

opini musri nauli : TAUFIK KEMAS DAN PANCASILA


Seakan-akan belum lepas “penasaran” kita terhadap meninggalnya Taufik Kemas, Ketua MPR-RI akhir pekan yang lalu. Penasaran bukan disebabkan penyebab meninggalnya. Tapi “penasaran” disebabkan, mengapa begitu “agungnya” penghormatan kepada Taufik Kemas. Apakah karena “semata-mata” Ketua MPR-RI, sebagai lembaga yang paling tinggi (dahulu kita mengenal sebagai lembaga tertinggi negara. Namun dengan amandemen UUD 1945, kita kemudian mengenal sebagai lembaga tinggi negara).


Tidak. Tidak sesederhana begitu. Pasti ada pekerjaan besar yang ditinggalkan sehingga kita meyakini, peristiwa “pengantaran” terakhir terhadap Taufik Kemas merupakan sebuah prestasi besar.