Berbagai survey telah
memaparkan hasilnya. Jokowi unggul dari berbagai lembaga survey.
Suara persepsi pemilih mendukung Jokowi untuk maju menjadi Presiden
2014. Jokowi layak menjadi Presiden RI 2014.
Tema ini merupakan “suara
gelegar” jauh mengungguli kandidate Presiden seperti Abu Rizal
Bakrie, Hatta Rajadjasa, Wiranto maupun Prabowo. Bahkan Jokowi juga
unggul dari Jusuf Kalla, Megawati, Sri Mulyani maupun Mahfud, MD.
Berita ini dapat dibaca
dari berbagai sudut kepentingan. Untuk kepentingan jangka pendek,
sebagian kalangan menghendaki agar Jokowi menyelesaian berbagai
persoalan Jakarta yang rumit. Masalah macet, banjir, sampah, tata
kota merupakan “ujian” Jokowi sesungguhnya. Penduduk
Jakarta “berhak” untuk “menagih” Jokowi yang
berjanji menjadi Gubernur DKI 2012-2017. Ikrar sumpah itu diucapkan
ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI dihadapan orang banyak. Ikrar yang
harus ditunaikan Jokowi untuk menjadi Gubernur DKI.
Disisi lain, harus
diakui, dibutuhkan “orang kuat” untuk menyelesaikan kota
Jakarta. Jakarta yang mengklaim sebagai “miniatur”
Indonesia harus menampakkan wajah orang Indonesia. Angkutan umum yang
layak, perumahan yang pantas, jalanan yang “manusia”
merupakan tema yang harus tuntas dikerjakan oleh Jokowi. Prestasi
Jokowi harus dibuktikan dengan kerja keras.
Dalam berbagai tayangan
di youtube, dengan gamblang, sederhana dan jelas, Jokowi memamparkan
ide-ide untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang menggeluti
Jakarta. Dan dengan mudah rakyat Jakarta kemudian memilih Jokowi
dengna Optimisme menyelesaikan Jakarta.
Dan tidak sampai
berbilang bulan. Prestasi Jokowi-Ahok kemudian menjadi headline
berbagai media massa. Bahkan koran sekaliber Kompas memuat perjalanan
Jokowi setiap hari. Setiap kata-kata yang dikeluarkan Jokowi atau
Ahok menjadi kata-kata mutiara melihat persoalan hidup.
Prestasi Jokowi mulai
mendapatkan hasil. Persoalan pendidikan dan kesehatan yang menjadi
issu klasik, dalam hitungan 2 bulan, rakyat sudah menikmati. Terlepas
dari sistem yang masih sempat menjadi persoalan, Jokowi menjadi
sorotan berbagai media massa.
Ketika persoalan banjir
yang menggenangi Jakarta, sorotan tajam dilihat kepada sosok Jokowi.
Ujian yang tidak pernah dapat diselesaikan oleh Gubernur-gubernur
sebelumnya. Terlepas master plan terhadap persoalan banjir yang masih
“digodok”, turun tangan Jokowi “mendapatkan”
dukungan dari publik. Rakyat “merasa” pemimpin disamping
mereka ketika mereka “mendapatkan bencana”. Turun langsung
Jokowi membuat semangat moril rakyat bangkit. Mereka berduyun-duyun
bahu membahu untuk menyelesaikan banjir walaupun masih temporer.
Berita banjir kemudian
membuat rating Jokowi naik. Tidak terbendung. Tidak bisa dikalahkan
oleh para kandidate lain.
Sehingga tidak salah
kemudian setiap langkah Jokowi, gerak-gerik tubuh Jokowi ditunggu
publik. Aksi “blusukkan' Jokowi ke berbagai tempat kemudian
menjadi tema politik. Blusukkan menggantikan istilah “turba',
“sidak” ataupun istilah politik yang kadung telah populer.
Tema “blusukkan” kemudian menjadi issu politik penting
yang meraup dukungan dari berbagai pihak.
Harapan rakyat Jakarta
terhadap kiprah dari Jokowi “membuat” rakyat Jakarta
“enggan” untuk menyetujui Jokowi menjadi Capres 2014.
Jokowi dianggap belum dapat menyelesaikan Jakarta secara tuntas.
Pekerjaan besar Jokowi masih banyak dan memerlukan harapan kepada
Jokowi untuk menyelesaikannya. Jokowi diharapkan tuntas menyelesaikan
pekerjaannnya.
Namun disisi lain,
pandangan rakyat Indonesia terhadap Jokowi juga menjadi sorotan
berbagai media. Kehadiran Jokowi di berbagai event Pilkada “berhasil”
menarik dukungan dari berbagai kalangan nusantara. Berbagai aksi dan
kiprah Jokowi “membenahi” Jakarta membuat rakyat Indonesia
berharap kepada Jokowi. Rakyat di nusantara berharap Jokowi
menyelesaikan Indonesia. Harapan Indonesia tidak salah. Melihat
nama-nama yang beredar di berbagai lembaga survey meyakini, nama-nama
tersebut belum “mewakili' harapan rakyat Indonesia. Sehingga
tidak salah kemudian rakyat Indonesia “mendorong” Jokowi
untuk maju menjadi Capres 2014.
Kalkulasi Politik Jokowi
Capres 2014
Entah berapa kali, Jokowi
“menegaskan” tidak akan maju untuk menjadi Presiden. Dan
entah berapa kali Jokowi tidak ambil peduli dengan hasil penghitungan
dari lembaga survey. Sikap ini akan dinilai oleh publik apakah Jokowi
akan tetap pada komitmennya untuk membedahi Jakarta. Dari sisi ini
menurut penulis, Jokowi akan tetap berpegang teguh dan tetap tidak
akan maju di Pilpres 2014.
Namun dukungan terus
menerus yang mendesak Jokowi maju untuk menjadi Capres 2014 harus
juga dihitung. Jokowi harus mengutamakan kepentingan nasional untuk
membedahi Indonesia. Sebagai kader PDI-P, Jokowi pasti akan tunduk
kepada Perintah Megawati yang memberikan restu untuk menjadi Presiden
2014. Dari titik ini, Jokowi tidak mungkin menghindarkan untuk
“mematuhi” perintah partai. Dan demi kepentingan yang
lebih luas, Jokowi harus “membuang” egonya untuk tetap
menjadi Gubernur Jakarta. Suara rakyat Indonesia harus juga
diperhatikan. Harapan kepada Jokowi harus disikapi oleh Jokowi secara
serius. Dan Jokowi tidak boleh mengabaikannya.
Dari sudut pandang yang
kedua, mungkin terlalu dini untuk melihat sikap yang akan diambil
oleh Jokowi. Namun dengan memperbandingkan nama-nama yang ada,
dukungan kepada Jokowi harus terus didorong. Tanpa berpretensi
apapun, majunya Jokowi membuat Politik di Indonesia akan “menuai”
harapan baru. Suasana politik akan menjadi optimis. Suasana ini kita
rasakan ketika pemilu 1999 pasca “lengser keprabon”nya
Soeharto.
Dan tanpa memperhatikan
apakah maju atau tidaknya Jokowi, optimis terhadap pemilu 2014,
adalah investasi politik yang tidak ternilai. Dan tugas kita
menjaganya agar rakyat tidak apatis terhadap pemilu. Dan majunya
Jokowi di Pilpres 2014 adalah bagian dari optimis rakyat menghadapi
pemilu 2014
Namun Terlepas dari sikap
yang akan diambil Jokowi baik maju menjadi Capres maupun tetap
menjadi Gubernur DKI, sudah dipastikan, Jokowi telah “memenangkan”
suara mengambang (swing votters). Jokowi memenangkan politik.
Dan Jokowi telah berhasil mencatat sejarah menentukan arah politik
Indonesia.