Sore hari tadi, media
massa menayangkan berita (hmm... Kayaknya lebih tepat infotainment)
kedatangan istri kedua Petinggi partai dan istri ketiga dari temannya
Petinggi partai. Dengan tenang dan tanpa beban, mereka mendatangi KPK
untuk melihat keadaan suaminya masing-masing. Sekaligus mohon maaf
menjelang puasa.
Dari tayangan dapat kita
saksikan di media massa, kita akan mudah menangkap, ada nuansa
“kemanusiaan” seorang istri menjenguk suaminya yang tengah
diproses hukum. Tapi tanpa memasuki wilayah teknis peradilan yang
rumit, kedatangan ke KPK memantik pendekatan yang berbeda.
Entah dengan alasan
“news” atau memang para istri memang sedang “memainkan”
perannya sebagai aktor yang akan diliput media massa nasional,
kedatangan mereka “membalikkan” apatis publik terhadap tuduhan
serius kepada suami mereka menjadikan persoalan “mereka yang
memegang remote TV”. Peran mereka berhasil. Mereka berhasil
memerankan dan menjadikan panggung televisi yang seharusnya “hujatan”
terhadap kasus yang membelit suaminya namun menjadikan “panggung
show” yang canggih. Mereka terus memainkan peran itu. Mereka
memainkan “emosi” penonton. Tidak ada rasa penyesalan dari wajah
mereka. Mereka sumringah. Mereka terus mengumbar senyum.
Pakaian yang dikenakan
“membuktikan” kasus yang menghimpit suami mereka masih tetap
survive. Mereka “mendesain” panggung televisi menjadikan
“infotainment”. Mereka terus menampilkan pakaian yang rapi,
terbaru dan tentu saja model-model terbaru. Untuk mendukung “peran”
mereka, mereka membawa anak-anak untuk menarik simpati publik.
Publik kemudian sejenak
“melupakan” kasus suami mereka. Publik kemudian berhasil
digiring. Publik dipaksa menonton “model”, “tutur kata' yang
hendak keluar, bahasa tubuh. Publik kemudian dipaksa menjadikan
persoalan “hukum” menjadi persoalan “infotainment”. Panggung
milik mereka.
Dari sudut ini mereka
berhasil. Desain mereka canggih.
Tapi kita tidak boleh
larut. Perlawanan korupsi harus terus dikuamandangkan. Kita jangan
terjebak.