12 Januari 2016

opini musri nauli : JOHAN BUDI DAN ISTANA


Mendapatkan kabar dari Istana tentang pengangkatan Johan Budi sebagai Jurubicara istana mengingatkan saya dengan tulisan setahun yang lalu, ADU STRATEGI JOHAN BUDI DAN BOY AMAR. 

Tulisan setahun lalu ditujukan terhadap kedua orang sebagai jurubicara dari kedua lembaga yang sedang hot-hotnya (Johan Budi/KPK dan Boy Amar/Mabes Polri) bertikai. 

Persetuan KPK vs Polri setelah penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK. Terlepas dari polemic, kedua peran sentral memang tidak bisa dipisahkan dari keduanya. Keduanya “sedikit adem” meladeni wartawan sehingga konflik KPK vs Polri kemudian berhasil dilewati.

05 Januari 2016

Al Haris minta SAD Peluk Agama Islam. Musri Nauli : Jangan Ada paksaan





Bupati Merangin Propinsi Jambi, Al Haris, meminta Kementerian Agama (Kemeneg) Kabupaten setempat agar mengagamakan warga Suku Anak dalam. Dengan beragama, Al Haris berharap SAD bisa berbaur dan hidup berdampingan dengan warga Desa.

Atas permintaa ini, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Merangin, Zostavia, menyatakan sangat mendukung keinginan Bupati. Dia berjanji akan melakukan  pembinaan beragama kepada warga SAD di wilayahnya.

opini musri nauli : MEDIA MAINSTREAM DAN CITIZEN JURNALISM


Memasuki awal tahun, kita menyaksikan ditutupnya Sinar Harapan, salah satu media yang menghiasi bacaan public sejak tahun 1961. Sinar Harapan tidak mampu lagi “bersaing” dengan media massa lainnya sehingga tidak berhasil mendapatkan iklan dan oplah untuk menutupi biaya produksi. Sinar Harapan mengikuti jejak harian Bola (31 Oktober 2015) dan soccer yang tutup tahun 2014.


Di media internasional, majalah Newsweek tutup tahun 2012 setelah terbit selama 80 tahun lebih. Newsweek kemudian beralih ke online. 

Bahkan The Washington Post, harus dijual karena masalah finansial. Padahal The Washington Post melalui investigasinya oleh Ben Bradlee, terkenal membongkar skandal Watergate sehingga menggulingkan Presiden Richard Nixon. Hasil investigasi kemudian The Washington Post meraih Hadiah Pulitzer pada 1974.

Penutupan media cetak yang handal puluhan tetap menarik perhatian public. “Berkuasanya” media electronic dan semakin massifnya media online ternyata “membuat’ media cetak mulai berfikir untuk “bertahan”. Dengan kemajuan teknologi, berbagai berita mudah diakses dengan satu kali “klik”. Kecepatan, keakuratan hingga kemudahan akses mendapatkan berita, membuat media cetak kemudian harus “ikut” dalam pertarungan media online.

Media online kemudian didatangi pemain baru. Citizen journalism.

Namun sebagai pemain baru, citizen journalism membuat kehadirannya “cukup diperhitungkan. Dengan melaporkan peristiwa “langsung” dari lapangan, memotret lebih dalam, reportase warga, hingga “rasa” peristiwa dari lapangan membuat citizen journalism menjadi pemain yang cukup diperhitungkan. Belum lagi berbagai media cetak dan elektronik yang menyiapkan kolom “citizen journalism” membuat media mainstream memperhitungkannya.

Berbeda dengan laporan jurnalistik oleh jurnalis, citizen journalism membuat berita lebih renyah, ringan namun tetap dalam dari laporan lapangan. Dengan “hati’ dan kedalaman reportase, citizen journalism membuat tulisan menjadi “bernyawa” dan membumi. Pembaca “seakan-akan” berada di lokasi, merasakan “suasana” tulisan, emosi yang terbangun membuat tulisan “tidak berjarak” dengan reportase. Belum lagi kekaguman pembaca dengan “relawan” citizen journalism yang “menulis” tanpa mengharapkan pamrih, menyediakan waktu, menggunakan fasilitas sederhana namun tetap menggigit.

Tentu kita masih ingat ketika terjadi Tsunami di Aceh ahun 2004 dari hasil ‘shooting’ dari seorang warga yang meliput datangnya tsunami dan masuk ke kota. Dari kejauhan (shooting di teras lantai dua), setiap detail datangnya air laut dengan jelas dipaparkan oleh hasil shooting. Hasil reportase kemudian”mengalahkan” media nasional dan kemudian menjadi berita yang paling heboh dan masyarakat melihat “betapa dahsyatnya” tsunami di Aceh. Atas reportase, maka rakyat Indonesia kemudian “bersatu padu” memberikan dukungan terhadap korban di Aceh.

Begitu juga “penangkapan” Susno Duaji dibandara yang berhasil “direkam” oleh warga dan kemudian dimuat di salah satu televisi nasional. Direkamnya proses penangkapan Susno Duaji di televisi menjadi headline dan mengalahkan televisi yang lain.

Belum lagi berbagai liputan “langsung” dari warga berbagai musibah seperti pesawat jatuh, control public terhadap berbagai pelayanan hingga berbagai peristiwa lucu yang terjadi di tengah masyarakat.

Dengan semakin “pentingnya” kehadiran citizen journalism, hampir setiap media mainstream membuat acara khusus untuk menarik minat penonton. Ratingnya cukup baik.

Kehadiran “citizen journalism” tidak bisa dihindarkan sebagai bentuk “pelibatan” public dalam setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Media mainstream tidak bisa mengabaikannya. Bahkan media mainstream harus memperhitungkan kehadiran di tengah semakin baiknya dukungan dari public untuk “terlibat” dalam peristiwa dan semakin banyaknya ditutup media cetak.

Zaman sudah berubah. Era digital “memakan korban’. Era digital membuat “dunia dalam genggaman.

Siapa yang mampu membaca tanda-tanda zaman maka akan bertahan. Sedangkan yang masih bersikap konservatif dan “mencibir” kehadiran citizen journalism akan “terlindas” oleh putaran zaman.

04 Januari 2016

opini musri nauli : Mengapa ke Gunung ?


Itu pertanyaan yang selalu disampaikan mulai dari kuliah (waktu kuliah sering mendaki gunung) hingga sekarang.

Berbeda dengan keluarga besar lainnya yang menghabiskan waktu menyambut tahun baru di pesta keramaian lengkap dengna mercon, petasan, kembang api hingga berbagai acara kesenian dan makanan kebun (barbeque), saya memutuskan menghabiskan tahun baru di Gunung. Syukur2 menyambut tahun baru di puncak gunung bersama-sama dengan teman-teman yang rela menempuh perjalanan panjang di gunung.

opini musri nauli : Siapa Direktur Walhi 2016 - 2020 ? (Pernik-pernik menjelang PNLH)

Menjelang Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH-Kongres Walhi), suasana hiruk pikuk menjelang PNLH mulai memantik pertarungan siapa yang menjadi Direktur Eksekutif Walhi 2016-2020. Dari nama yang beredar yang sudah mendaftar, Nurhidayati (yaya), Pius Ginting (Pius) dan Arie Rompas (Rio). Ketiganya sudah mendeklarasikan untuk bertarung menjadi “Walhi satu”. Sebuah sign dan penamaan untuk Direktur Walhi.

30 Desember 2015

opini musri nauli : INTELEKTUAL TUKANG DI MENARA GADING


Kebakaran yang meluluhlantak langit 5 Propinsi tidak hanya meninggalkan duka yang mendalam terhadap rakyat yang terpapar asap. Dalam kurun Juli-September 2015,kebakaran sudah menghanguskan 135 ribu hektar di Jambi. 80% titik api terletak di areal perizinan perusahaan.

Namun fakta-fakta ini kemudian dimanipulir untuk menutupi jejak borok korporasi. Desain awal mulai disusun sembari tiarap melihat peluang menghilangkan jejak.

Istilah ‘Jambi Kota Seberang’ Ternyata Dibuat Sejak Zaman Walikota Arifien Manap

Informasi itu dikatakan oleh salah seorang PNS Kota Jambi, Hasya Yanto dalam komentarnya di media sosial.

Menurut dia, saat itu pembahasan juga melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Jambi (Bappeda). Saat itu, Hasya Yanto mengaku masih berdinas di instansi tersebut, sebelum dirinya pindah ke berbagai SKPD lain di Pemkot Jambi.
“Itu (perubahan nama) sudah dibahas/ditetapkan sejak zaman Walikota Pak Arifien Manap. Saya lupa tahunnya. Saat itu saya masih di Bappeda,” tulis dia, Senin 28 Desember 2015.

Dasar pikir penggantian nama itu, lanjut Hasya Yanto, karena istilah Seberang Kota Jambi seolah-olah memisahkan Seberang Kota dengan Kota Jambi.
“Perubahan kata ke Jambi Kota Seberang untuk menghilangkan imej seolah-olah Seberang tidak sejajar dengan Kota Jambi seberang sini. Alhamdulillah, saat ini pembangunan Kota Jambi Seberang sudah semakin pesat, tidak ada yg harus dipertentangkan,” katanya.
Hasya Yanto yang akrab disapa Totok itu mengaku mengikuti diskusi yang berkembang di media sosial sejak beberapa belakangan ini soal nama tersebut.

Dia menyatakan, jika nama itu dipersoalankan lagi, karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan menjadi perhatian banyak ahli, maka sudah selayaknya dibahas kembali.

Tidak salah juga dirembuk lagi dengan melibatkan ahli sejarah dan ahli bahasa Indonesia,” tutupnya.

Sebelumnya, ahli sejarah (sejarawan) dan penulis sekaligus advokad senior, Musri Nauli, menyatakan, istilah itu tidak sesuai dengan sejarah dan hukum bahasa Indonesia (DM).
(Nurul Fahmy)

Baca : Jambi Kota Seberang




http://www.inilahjambi.com/seberanag-jambi-5/

29 Desember 2015

opini musri nauli : MENULIS BEBAS NAMUN BERTANGGUNGJAWAB


Dunia maya dikejutkan dengan ditangkapnya Yulianus Paonganan alias Ongen yang memuat kalimat “Papa minta Lo***” dalam akun twitternya @ypaonganan. Dengan mengutip kalimat “Papa minta Lo***” dan menyandingkan dengan photo Jokowi dengan Nikita Mirzani sudah jelas menampakkan pesan maksud dari sang twitter. Jokowi dituduh ingin minta Lo*** dan terus retwitted sebanyak 200 x.


Melihat profile dan kiprah Ongen, Ongen tidak sembarangan. Punya latar belakang pendidikan di bidang kelautan, mempunyai lembaga riset yang dinamakan Indonesian Maritim Institute, mempunyai majalah Kemaritiman, membuktikan Ongen adalah manusia terpelajar bidang kelautan. Bidang yang ditekuni hingga mencapai gelar akademik tertinggi. Doktoral. Sehingga penangkapan dan penahananya akibat twitternya tidak dapat disamakan “pengekangan hak bicara (freedom of speech), sebuah cara untuk melepaskan tanggungajawab Ongen dari proses hukum.

28 Desember 2015

opini musri nauli : CARA MELAWAN AHOK



Akhir-akhir media massa menyoroti langkah “Teman Ahok” yang mencapai 533.374 KTP. Melewati syarat minimum pengumpulan KTP untuk calon perseorangan 525 ribu KTP.

Capaian 525 ribu oleh “Teman Ahok” telah direvisi oleh MK yang semula menetapkan 7,5 % jumlah penduduk. Dengan jumlah 7,5 % jumlah penduduk, maka “Teman Ahok” harus bekerja untuk mengumpulkan 937 ribu KTP. Putusan ini telah sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

opini musri nauli : Meminta Pertanggungjawaban korporasi kebakaran



Kebakaran tahun 2015 menyebabkan asap pekat di Jambi hampir 4 bulan. Asap pekat yang terus menutupi matahari di Jambi ternyata belum mampu memberikan empati kepada persoalan asap. Dalam kurun Januari 2014 – Agustus 2015, di Jambi sudah menunjukkan 1300 titik api (hotspot). Angka ISPO sudah mencapai 769 pm, angka level empat kali membahayakan bagi kesehatan. Minggu pertama September saja, angka ISPA sudah mencapai angka ribuan. Kematian bayi, perebutan air bersih, terhentinya penerbangan melalui udara. Tidak melautnya nelayan, hingga diliburkannya anak sekolah adalah fakta-fakta yang sudah terpapar di depan mata.