02 September 2016

opini musri nauli : MOI MOI I MOLOKU


Kepulauan Maluku (didalamnya termasuk Maluku dan Maluku Utara selanjutnya disebut Kepulauan Maluku) merupakan jalur terjauh yang pernah ditempuh oleh “petualang dunia”. Sebagai “negeri impian”, cerita “pala” yang didengar para petualang Eropa dari petualang-petualang Timur membuat Eropa “bergantian” mendatangi Kepulauan Maluku.

Disebut Kepulauan Maluku terdiri dari Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Morotai, Pulau Halmahera, Pulau Moti, Pulau Bacan, Pulau Obi dan Pulau Sula.

27 Agustus 2016

opini musri nauli : SUDUT LAIN DARI PERSIDANGAN PIDANA




Persidangan pidana terhadap kematina Mirna yang kemudian “menyeret” JW, menarik perhatian berbagai kalangan. Persidangan yang memakan waktu panjang, melihat sudut pembuktian, kepiawaian para pihak membuat sidang ditunggu masyarakat menonton secara “live”. Berita ini kemudian “menenggalamkan”  peristiwa persiapan PON, kasus “tertipunya” calon Jemaah Haji di Philipina. Siaran live kemudian ditunggu untuk melihat “siapa sesungguhnya” pembunuh Mirna

opini musri nauli : Marga VII Koto

Marga VII Koto juga dikenal sebagai “jalur” perjalanan Raja Tanah Pilih. Alur perjalanan ini setelah ditempuh dari Marga IX Koto di Teluk Kuali.

24 Agustus 2016

opini musri nauli : Marga Tungkal Ilir






Dengan luas wilayah 5 ribu km2, Tanjung Jabung baru hanya terdiri 2 Marga. Marga Tungkal Ilir dan Marga Tungkal Ulu.

Bandingkan dengan Marga di Kabupaten Sarolangun sebanyak 12 Marga, Kabupaten Merangin sebanyak 10 Marga, Kabupaten Batanghari 9 Marga, Bungo sebanyak 8 Marga. Bahkan lebih sedikit dari Marga di Kabupaten Tebo sebanyak 6 Marga. 

Tanjung Jabung Barat mempunyai jumlah marga yang sama dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Tanjung Jabung Timur hanya mempunyai Marga Berbak dan Marga Dendang/Sabak.

23 Agustus 2016

opini musri nauli : Apakah ada UU simbur cahaya di Jambi ?



Dalam document yang penulis terima, tertulis “Pembentukan Marga dengan Kepala Marga yang bergelar Pasirah, diambil dari UU Simbur Cahaya (Undang-undang Adat Palembang).

20 Agustus 2016

opini musri nauli : Marga Pemayung Ulu


Marga Pemayung terdiri dari Marga Pemayung Ulu dan Marga Pemayung Ilir. Begitu juga Marga Marosebo Ulu dan Marga Marosebo ilir, Marga Kumpeh Ulu dan Kumpeh Ilir, Marga Batin III Ulu dan Marga Batin III Ilir, Marga Batin IX Ulu dan Marga Batin IX Ilir dan Marga Tungkal Ulu dan Marga Tungkal Ilir.

Dahulu Marga Pemayung Ulu berpusat di Bajubang dan kemudian pindah  Muara Bulian[1]. Selain Muara Bulian dikenal juga nama tempat seperti Betung, Mengkanding, Bajubang dan Sungai Baung.

opini musri nauli : Salah bujang dan gadis


Sebagai anak remaja, Bujang dan Gadis (dibaca Lelaki dan perempuan belum berkeluarga) mempunyai tatanan social sehingga tidak boleh menimbulkan fitnah. Fitnah “bujang dan gadis” tidak sesuai dengan seloko “salah liek. salah pandang’. Bahasa ini kemudian disebut sebagai “sumbang” dalam pergaulan. Sumbang ini kemudian dapat menjadi “sumbang penglihatan, sumbang pendengaran”, sumbang kedudukan.

opini musri nauli : Marga Simpang Tigo


Marga Simpang Tiga yang berpusat di Pauh kurang dikenal didalam document maupun literature. Nama Marga Simpang Tiga kemudian tenggelam dan lebih dikenal sebagai Pauh.

Simpang Tiga dalam artinya sama juga dikenal di Marga Pangkalan Jambu. Marga Pangkalan Jambu mengenal Simpang tiga dengan istilah “Tiga jalur’. Menunjukkan 3 orang Rio yang menguasai Marga Pangkalan Jambu. Yaitu Rio Niti, Rio Gumalo dan Rio Menang[1].

19 Agustus 2016

opini musri nauli : Marga Pelepat



Dalam menyusuri jalan lintas Sumatera[1], di perbatasan Kabupaten Merangin dan memasuki Kabupaten Bungo, kita melewati Kantor Camat Pelepat.

Pelepat adalah nama Marga Pelepat yang termasuk kedalam Kabupaten Bungo. Didalam Peta Belanda tahun 1910 disebutkan Marga Pelepat berpusat “rantau Keloyang.

17 Agustus 2016

opini musri nauli : Sulthan Thaha Saifuiddin bertahan 50 tahun



Dalam catatan Belanda baik dalam Laporan resmi Residentie Palembang kepada Gubernur Jenderal Belanda di Batavia, disebutkan penyerbuan Belanda dengan kekuatan penuh ke Istana Kerajaan Jambi. Istana kemudian berhasil dikuasai dan kemudian dibakar tanpa jejak. Tahun 1857 kemudian Belanda menyatakan tidak mengakui lagi Sultan Taha Saifuddin sebagai Raja di Kerajaan Jambi.