11 Juni 2019

opini musri nauli : Wisata




Membicarakan Sumatera Barat (Minangkabau) tidak henti-hentinya sebagai pusat pariwisata. Dimulai dari tepian laut Pesisir Pantai Barat Sumatera, Danau (Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diateh), Gunung (Gunung Singgalang, Gunung Merapi dan Gunung Tandikat) maupun berbagai tempat wisata lain.

Lihatlah panorama wisata di Minangkabau. Selalu dituturkan dengna Seloko, Tambo, lagu maupun syair yang lekat diingatan. Tambo (batas) Minangkabau selalu disebutkan “Sampai ka ombak nan badabua”.

opini musri nauli : Membaca Arah Pilgub Jambi


Jam mulai berputar untuk menuju Pilgub Jambi.  Persaingan untuk menjadi Gubernur Jambi semakin seru paska ditetapkan Fachrori Umar (FU/Wakil Gubernur) tanggal 13 Februari 2019.

Sebagai “petahana’, FU adalah incumbent setelah ditetapkan menjadi Gubernur menggantikan Zumi Zola (ZZ) paska “diberhentikan” menjadi Gubernur Jambi tanggal 10 April 2018 setelah vonis kasus korupsi tidak bisa diremehkan. Selama 10 tahun menjadi bagian penting (sebagai Wakil Gubernur 2010-2015 dan Wakil Gubernur 2016-2018), posisi FU adalah bagian yang mewarnai politik Jambi 10 tahun terakhir.

10 Juni 2019

opini musri nauli : Episentrum




Mari kita lupakan suasana hiruk pikuk Pilpres 2019 yang memekakkan telinga. Mengganggu nurani. Mari kita sejenak melihat peradaban adiluhung pusat Episentrum Sumatera Tengah (Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu). Peradaban yang diwariskan sejak zaman Pagaruyung.

Sebagai ‘Episentrum” peradaban Sumatera Tengah, Sumbar yang mempengaruhi peradaban disekitarnya seperti Jambi, Riau, Bengkulu, mempunyai peradaban adiluhung.

Entah dengan Seloko “Adat bersendikan Syara’. Syara’ bersendikan Kitabullah’ yang kemudian termaktub didalam Peraturan Daerah di berbagai provinsi, “struktur social” seperti “ninik mamak-tuo tengganai-alim ulama-cerdik pandai” atau istilah lain seperti “tiga tungku sejaringan”.

04 Juni 2019

opini musri nauli : hina


“Warung kok masih buka ?. Apakah yang datang tidak berpuasa ?’, Terdengar teriakan dari sudut jalan.

Akupun tersenyum sembari bertanya ?. Apakah yang datang tidak berpuasa ? Mengapa mereka tidak berpuasa ?. Apakah mereka bukan beragama muslim ? Apakah mereka tengah musafir ?. Apakah mereka memang tidak diwajibkan tidak berpuasa ?. Apakah karena perempuan sedang “datang bulan”, atau tengah menyusui atau memang tidak diwajibkan untuk berpuasa ?.

01 Juni 2019

opini musri nauli : Indonesia semakin Misuwur



Akhir-akhir ini, Indonesia menjadi perhatian dunia. Mulai 1 Mei 2019, Indonesia resmi menjabat Ketua Dewan Keamanan (DK) PBB. Kepemimpinan Indonesia di Dewan Keamanan PBB sendiri akan mengambil tema 'Investing in Peace Including Safety and Performance of UN Peace Keeping'.

29 Mei 2019

opini musri nauli : BAHAGIA



Bahagia adalah “keadaan atau perasaan senang dan tenteram. Bebas dari segala yang menyusahkan”.  Demikian Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan. Bahagia kemudian adalah beruntung, berbahagia, betul-betul merasa bahagia.

Bahagia adalah proses penciptaan. Bukan mempunyai segala-segalanya. Namun menerima apapun yang menjadi hidupnya. Sehingga bisa membebaskan dari rasa yang menyusahkan.

28 Mei 2019

opini musri nauli : Makna Filosofi Jokowi



Setelah 5 tahun tidak mengeluarkan filosofi Jawa, Jokowi kemudian mengeluarkan filsafat Jawa “Lamun Sira Sekti – Ojo Mateni, Lamun Sira Banter – Ojo Ndhisiki, Lamun Sira Pinter – Ojo Minter”. Secara harfiah dapat diterjemahkan “Meskipun kamu sakti, kamu tidak boleh menjatuhkan. Meskipun kamu cepat. Jangan suka mendahului. Meskipun kamu pintar. Jangan suka sok pintar”.

27 Mei 2019

opini musri nauli : MAKAR




Mari kita hentikan “sejenak” diskusi ataupun aspirasi tentang berbagai “dugaan” kecurangan pemilu 2019. Biarlah proses di Banwaslu ataupun mekanisme melalui MK untuk “menguji” terhadap tuduhan kecurangan. Sebagaimana sering disampaikan oleh Fajar Laksono, jurubicara MK, “siapapun yang mendalilkan maka dirinya wajib membuktikan. Dalil yang biasa disebut burden of proof, burden of producing evidence. Dalil yang jamak diterapkan dalam hukum pembuktian di Pengadilan.

24 Mei 2019

opini musri nauli : PILPRES – KEBEBASAN MEMILIH DAN ANARKIS


Pemilu 2019 telah usai. Pemenang Pemilu yang diraih oleh “incumbent” PDIP kemudian mengantarkan candidate Presiden/Wakil Presiden – Jokowi Widodoi-Makruf Amin telah ditetapkan oleh KPU tanggal 21 Mei 2019. Suksesnya pemilu telah mengantarkan Indonesia memasuki bangsa yang beradab. Ditengah persoalan pelik Pemilu, banyaknya partai, penghitungan yang rumit hingga penentuan berjenjang. Dari TPS-KPU-RI.

17 Mei 2019

opini musri nauli : MAKNA ADVOKAT


Sebagai Advokat, maka seorang Advokat tunduk kepada UU Advokat dan Kode Etik Advokat. Salah satunya, Advokat tidka boleh membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras dan latar belakang social dan budaya (Pasal 18 ayat (1) UUAdvokat).


Namun akhir-akhir ini, diskusi tentang isu “rasial” semakin meninggi dan terus meningkat. Perbedaan agama bahkan latar belakang budaya menempatkan wacana yang terus mengalir.

Entah “dogma” agama yang kemudian menempatkan istilah perbedaan agama kemudian semakin mengemuka. Dan wacana ini terus memprihatinkan.

Namun yang justru “memperkeruh’, para politisi ataupun pihak-pihak yang menyuarakan justru berangkat dari latar belakang advokat. Sebuah Profesi yang melekat dan terus menerus menjadi bagian dan cara pandang Advokat didalam melihat persoalan.

Salah satu issu Tarik menarik yang paling “gress’ adalah issu “politisasi agama’ yang disuarakan justru diluar persidangan. Tanpa harus mempengaruhi berbagai putusan pengadilan, issu ini kemudian terus menggelinding. Dan argumentasi yang disampaikan justru menempatkan para suara yang lantang keras menolak justru berlatarbelakang Advokat.

Lihatlah. Bagaimana argumentasi yang dibangun. Dengan alasan tema-tema tertentu, issu khilafah terus disuarakan. Belum lagi “tuduhan” terhadap pelaku-pelaku yang berlatarbelakang yang berbeda agama. Apalagi perbedaan budaya.

Padahal seorang Advokat harus tunduk dan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai Dasar negara dan UUD 1945 (Pasal 4 ayat (2) UUD Advokat). Ikrar ini melekat ketika disumpah menjadi Advokat.

Sumpah ini melekat yang menempatkan Advokat sebagai “Penegak hukum” (Pasal 5 ayat (1) UU Advokat).

Selain itu, seorang Advokat yang masih “mempersoalkan” Cuti terhadap Kepala negara sama sekali tidak mengetahui ketentuan yang berkaitan dengan “cuti” yang tidak mesti dibebankan kepada Presiden. Tanpa harus menggurui, jabatan Presiden yang melekat baik sebagai Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan kemudian diatur didalam peraturan perundang-undangan maupun Peraturan KPU yang membuat Presiden tidak dibenarkan untuk cuti. Esensi hukum Administrasi maupun fungsi sebagai Presiden yang diatur didalam konstitusi. Selain juga, ada ketentuan didalam peraturan perundang-undangan yang ‘sengaja” disembunyikan. Namun terus disuarakan tanpa harus mengetahui esensi dari seorang Advokat.

Padahal sebagai seorang Advokat, pemikiran dari Advokat diharapkan justru dapat membantu “menjernihkan’ persoalan yang berlatarbelakang issu sensitive. Advokat justru dapat membantu masyarakat untuk melihat perbedaan dan keanekaragaman di Indonesia sebagai kekayaan nasional. Bukan justru memberikan “amunisi” yang justru memperkeruh dan menempatkan seorang Advokat menjadi “kubangan” dari kekeruhan yang terjadi.

Saya kemudian harus menyampaikan, para suara lantang yang masih menyuarakan issu “khilafah’ ataupun masih berkeinginan menyembunyikan persoalan hukum dan justru menempatkan seorang Advokat haruslah menempatkan diri.

Segera menyadari Sumpah ketika diikrarkan sebagai Advokat di Pengadilan Tinggi. Atau segera mengundurkan diri dari Advokat.

Sehingga profesi Advokat dapat ditempatkan sebagai Profesi yang luhur (officium Nobile). Yang membantu para pencari keadilan. Bukan ikut “memperkeruh” keadaan tanpa menyadari esensi sebagai Advokat.